View Full Version
Jum'at, 10 May 2013

JITU Ajak Diskusi Bareng SEJUK Soal Jurnalis Harus Melepas Iman

JAKARTA (voa-islam.com) – Wartawan Muslim yang tergabung dalam Jurnalis Islam Bersatu (JITU) membantah pendapat wartawan senior The Jakarta Post Endy Bayuni yang mengatakan, seorang jurnalis seharusnya melepaskan identitas agama yang dianut ketika hendak menggali dan menulis sebuah berita.

Sekjen JITU Muhammad Pizaro Novelen Tauhidi menegaskan, seharusnya Endy mengkritik jurnalistik yang kerap menyudutkan Islam seperti menyebut istilah Islam fundamentalis, militant, radikal, dan stigma lainnya. Padahal kata fundamentalis tidak pernah dikenal dalam Islam.

“Sebagian jurnalis sekuler pun tidak melakukan coverbothside dalam isu terorisme. Mereka tetap menuduh individu tertentu sebagai teroris, hingga ketika individu tersebut ternyata tidak terbukti, tidak ada dari media tersebut melakukan klarifikasi,” ujar Pizaro.

Dalam kasus Syiah dan Ahmadiyah, seorang jurnalis tetap bisa profesional tanpa harus meninggalkan iman. Jika jurnalis muslim meminta pendapat ulama terhadap pemahaman yang menyimpang, maka tidak bisa dikatakan menghakimi tanpa dasar.

Karena itu, seorang jurnalis tak bisa melepaskan keimanannya ketika menulis sebuah berita. Bahkan, media Barat seperti CNN, Fox News, Christian Science Monitor, The New York Time, The Sydney Morning Herald, adalah contoh dari media massa yang seringkali melibatkan iman dan ideology wartawannya dalam  memusuhi Islam. “Disinilah iman dibutuhkan karena akan melahirkan jurnalisme kejujuran. Dan untuk menjadi jurnalis profesional tak perlu melepaskan iman.”

Jika SEJUK meminta jurnalis meninggalkan iman, maka itu sama saja menghalangi kebebasan pers. Seorang jurnalis dituntut untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang mana yang salah dan benar. Sehingga tidak salah, kalau ulama menjadi tempat yang otoritatif untuk dimintakan penjelasannya,

Apa yang diyakini SEJUK, agar lebih objektif, sehingga harus melepaskan iman, mengingatkan pada pemikiran (alm) Nurcholish Madjid yang sangat liberal

Bagi jurnalis Islam, menulis al-haq (kebenaran) itu bagian dari dakwah, dan jurnalis Islam tidak bisa lepas dari pokok ajaran Islam itu sendiri, yaitu Qur’an dan Sunnah.

“Jurnalis muslim tidak berpegang pada prinsip netral, jurnalis muslim harus berpihak pada kebenaran. Jika Sejuk bicara itu, itu haknya dari kacamata jurnalis kafir liberal.”

Menurut Pizaro yang juga bekerja di situs Islam Post ini, gaya meninggalkan iman ini adalah bentuk adopsi dari jurnalisme barat yang bebas nilai. Sedangkan seorang jurnalis yang beriman dituntut untuk berpihak pada kebenaran.

“Disinilah urgensi seorang jurnalis yang dituntut untuk mencerahkan para pembacanya, bukan mengaburkan. Mencerahkan ini berita benar, bukan salah, Ini berita fakta bukan fitnah, karena prinsip pertama jurnalisme adalah pencari kebenaran. Dengan berpijak pada iman, jurnalis justru dituntut keadilannya dalam menulis. Karena berbohong tidak dibenarkan dalam beragama,” papar Pizaro. [desastian]


latestnews

View Full Version