View Full Version
Jum'at, 31 May 2013

Syariah & Khilafah Tidak Menjadikan Non Muslim Warga Negara Kelas Dua

JAKARTA (voa-islam.com) – Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto ditanya wartawan saat dialog "Mengenal Lebih Dekat: Konsep, Pemikiran dan Gerak HTI" di Hotel Borobudur -Jakarta. Begini pertanyaannya: bagaimana khilafah bisa terwujud, sementara Indonesia adalah negara yang majemuk dan plural?

Ismail Yusanto lalu menjelaskan, harus diakui Indonesia adalah negara yang heterogen dan plural. Namun, pluralitas atau heterogenitas ini sesungguhnya tidak menjadi penghalang bagi tegaknya syariah dan khilafah. Mengingat, Islam memiliki pengalaman panjang ketika mengatur masyarakat yang plural.

“Nanti masyarakat akan terdiri dari orang yang beragam aliran kepercayaan dan agamanya. Ada kebebasan dalam beragama, boleh muslim dan tidak. Sepanjangan sejarah Islam, Madinah terdiri dari masyarakatnya yang plural. Saat itu Islam berkuasa di tengah masyarakat yang didalamnya hidup orang Nasrani dan Yahudi. Jadi itu bukan hal yang aneh,” kata Ismail.

Teknis pengaturannya, dikatakan Ismail, jika terkait dengan akidah, maka anggota masyarakat selain Islam, dibolehkan mengikuti keyakinannya masing-masing, baik hal yang menyangkut makanan, pakaian, dan ibadahnya, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Karenanya, tidak ada paksaan untuk mengikuti Islam.

Tapi jika sudah menyakut kehidupan public (politik, ekonomi, social dan budaya) maka yang non muslim wajib mengikuti ketentuan syariah Islam. Karena syariah itu baik juga buat mereka. Sebagai contoh, system keuangan ribawi. Kristen dan Katolik pun menentang riba. Bahkan Aristoteles tegas mengatakan, riba adalah sebuah kejahatan. Begitu juga dengan pengelolaan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. “Aneh jika ada muslim menentang syariah dan khilafah,” ujar Ismail.

Pernah, HTI berdialog dengan Partai Damai Sejahtera (PDS), bahkan mentraining pendeta seluruh Indonesia untuk bicara soal syariah Islam. Ketika dijelaskan tentang kebaikan syariah, mereka menyatakan untuk mendukung. HTI juga pernah diundang buka puasa bersama di PGI. Dalam pertemuan itu, HTI menyampaikan gagasan Islam secara rasional.

“Ternyata terjadi kesalahpahaman mengenai syariah, seolah syariah mengancam mereka. Dan seolah syariah akan membuat mereka menjadi warga negara kelas dua. Padahal itu tidak benar,” ungkap Ismail. [desastian]


latestnews

View Full Version