View Full Version
Rabu, 26 Jun 2013

Indonesia Aneh! Pelaku Pelanggaran HAM Tak Ditindak & Bebas Melenggang

SOLO (voa-islam.com) – Sudah tak terhitung lagi berapa jumlah pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Indonesia baik kepolisian maupun TNI terhadap rakyatnya sendiri. Maka, menjadi suatu hal yang aneh jika pejabat Indonesia masih mengagung-agungkan Indonesia sebagai negara hukum dan menjunjung HAM.

Pasalnya,  pelanggaran hukum dan HAM tersebut sudah masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Yang mudah untuk diingat dari peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia misalnya, kasus Tanjung Priok 1984, Talangsari Lampung 1991 dan saat ini adalah pelanggaran HAM Densus 88 terhadap aktivis Islam yang dituduh teroris.

Dalam peristiwa Tanjung Priok, kelompok masyarakat dan kaum muslimin yang menolak dipaksakannya asas tunggal Pancasila langsung diserbu oleh TNI yang saat itu Panglima ABRI-nya Beny Moerdani, Pangdam-nya Tri Sutrisno, Dandim-nya Rudolf Butar Butar, hingga menimbulkan korban jiwa mencapai tiga ratusan orang lebih.

...Waktu itu, perkampungan (muslim -red) itu diserbu oleh pasukan dibawah pimpinan Kolonel Hendropriyono, Komandan Korem Garuda Hitam waktu itu...

Sedangkan dalam peristiwa pelanggaran HAM kasus Lampung tahun 1991, kaum muslimin yang hendak mendirikan perkampungan muslim langsung diserbu oleh pasukan “hantu” dari Korem Garuda Hitam yang dipimpin oleh Hendropriyono. Dalam peristiwa Lampung ini, setidaknya ratusan orang juga meninggal dunia seketika.

“Waktu itu, perkampungan (muslim -red) itu diserbu oleh pasukan dibawah pimpinan Kolonel Hendropriyono, Komandan Korem Garuda Hitam waktu itu,” kata Ustadz Fahmi Suwaidi saat menjadi pemateri dalam talk show “Membongkar Diskriminasi HAM Terhadap Umat Islam” di masjid Baitul Makmur Solo Baru, Sukoharjo pada Ahad (23/6/2013).

Meskipun umat Islam beberapa tahun kemudian, yakni setelah era Orde Baru mengangkat kembali peristiwa tersebut untuk diajukan ke pengadilan, namun hasil yang telah diupayakan tersebut mentok ditengah jalan dan tak jelas penyelesaiannya.

...Selang beberapa tahun kemudian, muncul upaya untuk menggugat peristiwa tindakan represif yang menewaskan puluhan bahkan ratusan orang disana, tetapi lagi-lagi (hasilnya –red) mentok. Dan mentoknya lebih tragis (karena mereka di adu domba oleh Hendro -red)...

Karena yang terjadi saat kasus Lampung diangkat ke prmukaan dan pengadilan, diantara para korban kasus Lampung sendiri malah saling berbeda pendapat. Ada yang satu ditawari ishlah (damai -red) Hendropriyono mau, yang satunya ingin tetap menuntut dan menggugat.

Dengan kecerdikan dan kelicikan Hendropriyono dan para koleganya tersetut, akhirnya malah membuat pergesekan dan konflik diantara para korban kasus Lampung itu sendiri. Mereka saling menghina dan mencela, serta saling menggembosi satu dengan yang lainnya.

“Selang beberapa tahun kemudian, muncul upaya untuk menggugat peristiwa tindakan represif yang menewaskan puluhan bahkan ratusan orang disana, tetapi lagi-lagi (hasilnya –red) mentok. Dan mentoknya lebih tragis (karena mereka di adu domba oleh Hendro -red),” ucap pria yang juga penulis buku ini.

Dengan terjadinya cek-cok antar korban kasus Lampung, Hendropriyono yang merasa diuntungkan dari hal tersebut. namun disisi lain, jika pemerintah tegas untuk menegakkan hukum dan HAM, harusnya pelanggaran HAM tersebut harus di usut secara independen.

...Dari kacamata logika (masyarakat -red) awam, ini sebenarnya ironis. Orang yang dituntut pertanggungjawabannya dari sebuah tindakan pelanggaran HAM (terhadap umat Islam -red), justru sekarang malah berbalik menuding bahwa (umat Islam -red) ini adalah ancaman. Ini suatu hal yang ironis...

Bahkan, Hendropriyono hingga saat ini tidak ditindak lagi dan bebas melenggang diluar serta bebas berbicara didepan publik. Lebih ironis lagi, apa yang disampaikan Hendro justru mendiskreditkan umat Islam dan menyudutkan Islam itu sendiri.

“Bagaimana dengan Hendropriyono sendiri? Dia masih aman melenggang. Dan bahkan sekarang setelah dia pensiun dari kepala BIN, sekarang masih berani muncul di TV dan masih bisa menyatakan bahwa akar terorisme adalah radikalisme Islam, akar terorisme adalah ideologi Wahabi, masih bisa seperti itu,” tambahnya.

Dari itu, umat Islam harusnya belajar dari kasus-kasus sebelumnya agar tak terulang lagi. Karena, satu hal yang ironi jika pelaku pelanggar HAM berat bebas melenggang, namun umat Islam yang menjadi korbannya menjadi pesakitan dan terus dipersalahkan.

“Dari kacamata logika (masyarakat -red) awam, ini sebenarnya ironis. Orang yang dituntut pertanggungjawabannya dari sebuah tindakan pelanggaran HAM (terhadap umat Islam -red), justru sekarang malah berbalik menuding bahwa (umat Islam -red) ini adalah ancaman. Ini suatu hal yang ironis,” tandasnya. [Khalid Khalifah]


latestnews

View Full Version