View Full Version
Ahad, 07 Jul 2013

Fahmi Idris:Dibanding Rokok,Miras Bukan Pendapatan Negara Terbesar

JAKARTA (voa-islam.com) – Fahmi Idris, Mantan Menteri Tanaga Kerja dan Transmigrasi Kabinet Indonesia Bersatu – yang juga merupakan ayah dari Fahira Idris (Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras) meminta Pemerintah mendukung setiap gerakan pencegahan kegiatan yang dapat membahayakan bagi masyarakat.

“Tapi yang terbaik adalah Pemerintah harus berperan aktif untuk melakukan pencegahan, bahkan memiliki kewenangan untuk memberantas miras. Pemerintah hendaknya mengeluarkan Peraturan Pemerintah, sehingga ada aturan yang jelas. Terutama, larangan bagi anak-anak  usia 18 tahun ke bawah,” ujarnya saat ditemui voa-islam usai pelantikan kepengurusan Gerakan Nasional Anti Miras yang diketuai oleh putrinya Fahira Idris.

Pemerintah, kata eksponen 66 ini,  tidak bisa hanya menghimbau untuk mengkonsumsi miras.”Itu terlalu lembek. Idealnya, mengeluarkan peraturan yang tidak interpretable.

Ketika ditanya, apakah miras tergolong sumber pendapat besar negara? Dikatakan Fahmi, masih banyak sumber penerimaan negara dari sector yang lain. Tapi, sebetulnya miras itu tidak terlalu luar biasa. Justru yang besar penerimaan cukai di negeri ini adalah dari rokok (kretek).

Saat dicecar pertanyaan, apakah perlu kebijakan radikal dari pemerintah untuk menutup pabrik miras? “Sepertinya sulit. Tapi setidaknya bertahap, dimulai larangan mengkonsumsi miras pada orang muda,” kata Fahmi.  

Sulitnya menutup pabrik miras dan lambatnya DPR menggolkan UU Anti Miras dinilai berbagai pihak adanya kepentingan politik terkait hal ini? Mengingat hanya dua fraksi saja (PPP dan PKS) yang mendukung diterbitkannya UU Miras, sedangkan Golkar tidak. Benarkah? “Ah…tidak juga. Kalau mereka paham pasti akan ikut, termasuk Golkar, untuk mendukung adanya UU anti miras. Saya kira, mereka hanya anggap enteng saja. Menggolkan UU Anti Miras memang butuh perjuangan.”

Fahmi Idris memberi contoh, dulu banyak UU yang tidak didukung, misalnya UU Perkawinan. Yang dukung hanya satu fraksi saja, yang lain tidak setuju. Tapi begitu Soeharto lengser, UU Perkawinan itu sukses diterbitkan.

Adapun instansi yang berwenang untuk melarang miras adalah Departemen Kesehatan (terutama yang mengatur pelarangan bagi anak-anak), lalu Kementerian Perdagangan (yang mengatur peredaran miras), selanjutnya Kemendagri (mengatur soal peraturan daerah). Dengan demikian, tidak bisa saling lempar untuk mengatur miras, perlu juga SKB dari masing-masing instansi yang bersangkutan.

Fahmi Idris menyambut positif Pencabutan Keppres Nomor 23 /1997 oleh MA. Menurutnya, Keppres itu tidak jelas, dan menimbulkan pro kontra . Itulah sebabnya, pemerintah daerah punya kewenangan untuk melakukan pencegahan dan pelarangan terhadap peredaran miras.

Seperti diketahui, kata Fahmi, di beberapa daerah di Indonesia memiliki industri rakyat yang memproduksi miras. Di Manado misalnya, ada miras cap tikus. Dengan adanya Perda Miras di suatu daerah, maka pemerintah bisa saja ditindak. “Untuk menindak sesuatu harus ada ketentuan dan dasar hukumnya. Tidak benar, jika tidak bisa ditindak, sekalipun masyarakat setempat berdalih mengkonsumsi miras adalah bagian dari budaya mereka.”

Fahmi Idris berharap, gerakan anti miras dapat mencegah masyarakat untuk tidak mengkonsumsi miras. Jika ada ketentuan perundangannya yang dibuat pemerintah dan DPR, tentang pelarangan dan pencegahan, itu lebih baik lagi. Idealnya seperti itu. [desastian]


latestnews

View Full Version