View Full Version
Senin, 20 Jan 2014

Ditangan SBY Korupsi Naik 45 Persen, Dicari Pemimpin Sableng yang Adil

JAKARTA (voa-islam.com) - Penjara korupsi di Indonesia sudah penuh dengan pejabat negara. Mulai dari hakim, menteri, polisi, jaksa, pejabat lembaga negara ada di sini. Ini bukti Allah masih sayang Indonesia. Krisis kepemimpinan yang melanda Indonesia adalah proses seleksi yang dilakukan Allah agar muncul pemimpin yang layak memimpin bangsa ini.

Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan, Rizal Ramli menegaskan, sekarang, penjara korupsi membutuhkan pimpinan baru.

"Kalau saya optimis melihat bangsa ini. Istilahnya bangsa kita diayak oleh Tuhan. Yang brengsek 'diayak'. Mudah-mudahan yang lolos ayakan, maka lebih baik," kata Rizal Ramli saat blusukan di Warung Jurnalis Medan, Jalan H. Agus Salim, Medan, Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (18/1).

Faktanya, tingkat pertumbuhan korupsi di Indonesia melonjak dari 30 persen menjadi 45 persen di bawah kepemimpinan Presiden SBY. Tentu saja ini sangat ironis, mengingat jargon SBY saat kampanye adalah memberantas korupsi sampai ke akarnya.

tingkat pertumbuhan korupsi di Indonesia melonjak dari 30 persen menjadi 45 persen di bawah kepemimpinan Presiden SBY..
Atas 'prestasi' ini, saya ucapkan selamat kepada SBY," kata Rizal miris.

Rizal menuturkan juga bahwa saat ini, banyak rakyat yang tidak percaya parpol. Makanya harus dibuat wadah untuk mencari pemimpin bukan lewat jalur biasa. Konvensi Capres Rakyat adalah cara di luar kebiasaan untuk mencari pemimpin di luar kebiasaan. Cara konvensional tak lagi menjamin lahirnya pemimpin berani yang melawan arus ditengah arus korupsi yang menggurita. Perlu pemimpin sableng untuk merubahnya.

"Selama ini kan hukum tegas bagi rakyat biasa, tapi bagi penguasa tidak. Ini yang harus diubah," sambungnya.

"Kita butuh orang-orang sableng yang berani melawan arus. Sekarang maka perlu pemimpin yang sableng," tegas Rizal lagi.

Rizal yang Menko Perekonomian zaman Gus Dur mengatakan, orang yang bisa mengubah dunia, bukanlah orang yang konvensional. Dan Konvensi Capres Rakyat adalah cara non konvensional untuk menghasilkan pemimpin yang mumpuni.

"Dalam sistem politik Indonesia yang transaksional seperti sekarang ini, cara-cara konvensional tidak bisa mengubah Indonesia," tutup Rizal.

Profesor Yusril: Permasalahan fundamental yang dihadapi Indonesia adalah persoalan keadilan dan kepastian hukum

Siapapun yang jadi presiden, tapi tidak tahu soal ini, maka tidak akan tahu apa yang akan dilakukan sebagai presiden.

Demikian disampaikan peserta Konvensi Rakyat Yusril Ihza Mahendra dalam Debat Terbuka Konvensi di MICC, Medan, Minggu (19/1).

"Indonesia adalah negara hukum. Tapi sejak 45, apakah Indonesia menegakkan hukum dengan murni dan konsekuen? Pernahkah kita sungguh-sungguh soal keadilan dan kepastian hukum," katanya bertanya.

Yusril kemudian melanjutkan, di masa Presiden Soekarno, Indonesia mengedepankan national building. Lalu di masa Soeharto, Indonesia memfokuskan diri pada pembangunan ekonomi. Rezim setelah Soeharto membangun Indonesia dengan orientasi demokrasi.

"Maka, ketika saya menjadi Presiden, maka tugas pertama saya adalah melakukan kajian ulang terhadap norma hukum di Indonesia," tegasnya.

"Mana yang tidak adil dan tidak pasti akan diformulasi ulang. Tanpa itu, semua yang dilakukan akan mengecewakan dan sia-sia," tutup Yusril. [waspada/akt/voa-islam.com] 


latestnews

View Full Version