View Full Version
Kamis, 01 May 2014

PBNU Minta Mesir Batalkan Vonis Mati 683 Anggota Ikhwanul Muslimin

JAKARTA (voa-islam.com) - Kantor Berita Antara mengabarkan bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta pemerintah Mesir membatalkan vonis mati bagi ratusan anggota Ikhwanul Muslimin di negara itu.

"Vonis itu perlu ditinjau ulang karena merupakan kemunduran demokrasi, pelanggaran HAM. Kita semua malu mendengar vonis itu," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Rabu.

PBNU akan mengirim surat ke pemerintah Mesir, Universitas Al Azhar, dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait sikap PBNU terhadap vonis tersebut.

"Kita minta Al Azhar agar memberi tausyiah (nasihat) kepada pemerintahnya," kata Said Aqil.

Menurut Said Aqil, adalah perilaku biadab memenggal ratusan kepala orang hanya karena urusan politik. Apalagi, jika itu terjadi di Mesir yang merupakan negara tua yang memiliki budaya tinggi.

"Solusi paling tepat adalah dialog," kata alumnus Universitas Ummul Qura, Mekkah, Arab Saudi itu.

Pengadilan pidana Kota El-Minya Mesir, Senin (28/4), menjatuhi vonis mati kepada pemimpin Ikhwanul Muslimin Muhammad Badie beserta 682 anggota dan simpatisan organisasi itu yang dianggap mendukung presiden terguling.

Maret lalu vonis yang sama juga dijatuhkan untuk 529 orang, namun akhirnya 492 orang di antaranya diturunkan hukumannya menjadi penjara seumur hidup.

Pengadilan Mesir 'Vonis' Mati Mohammed Badie dan 682 Anggota Ikhwanul Muslimin

MINYA, MESIR (voa-islam.com) - Pengadilan kota Minya, Mesir hari Senin (28/4/2014) menyarankan hukuman mati bagi 683 anggota Ikhwanul Muslimin yang dilarang, termasuk pemimpinnya, Mohammed Badie.

Para anggota Ikhwanul Muslimin itu dinyatakan bersalah dalam bentrokan dan pembunuhan seorang perwira polisi di Minya pada 14 Agustus tahun lalu.

Pada hari itu, polisi membubarkan aksi unjuk rasa pro-Muhammad Mursi yang berujung bentrok berdarah dan mengakibatkan ratusan orang tewas.

Namun, sebagian besar terdakwa mengatakan, mereka tidak terlibat dalam kasus penyerangan anggota polisi itu. Sebagian besar terdakwa juga menyangkal mereka adalah pendukung Ikhwanul Muslimin.

Vonis itu belum final dan kini dirujuk ke Ulama Besar, yang merupakan otorita agama tertinggi di Mesir, untuk mengkajinya dan menetapkan keputusan pada akhir Juni.

Pengadilan Senin 28 April juga meringankan hukuman atas 400 lebih anggota Ikhwanul Muslimin -kecuali 37 orang di antaranya yang sudah dinyatakan bersalah dalam kasus yang sama bulan lalu.

Mereka kini diganjar dengan hukuman seumur hidup.

Di luar gedung pengadilan di ibukota Kairo, para keluarga terdakwa menyesalkan rekomendasi dari hakim tersebut dan dilaporkan ada keluarga yang jatuh pingsan.

Unjuk rasa yang diwarnai kekerasan marak setelah Presiden Muhammad Mursi digulingkan pada Juli tahun lalu dan pemerintahan boneka militer Mesir melarang Ikhwanul Muslimin dengan menuduhnya sebagai organisasi teroris.

Tuduhan itu selalu dibantah keras oleh Ikhwanul Muslimin.

Sekitar 16.000 orang ditangkap sejak Presiden Morsi turun, termasuk para pemimpin Ikhwanul Muslimin

- See more at: http://www.voa-islam.com/read/world-world/2014/04/28/30075/pengadilan-mesir-vonis-mati-mohammed-badie-dan-682-anggota-ikhwanul-muslimin/#sthash.cg2LNxNq.dpuf

Pengadilan Mesir 'Vonis' Mati Mohammed Badie dan 682 Anggota Ikhwanul Muslimin

Pengadilan kota Minya, Mesir hari Senin (28/4/2014) menyarankan hukuman mati bagi 683 anggota Ikhwanul Muslimin yang dilarang, termasuk pemimpinnya, Mohammed Badie.

Para anggota Ikhwanul Muslimin itu dinyatakan bersalah dalam bentrokan dan pembunuhan seorang perwira polisi di Minya pada 14 Agustus tahun lalu.

Pada hari itu, polisi membubarkan aksi unjuk rasa pro-Muhammad Mursi yang berujung bentrok berdarah dan mengakibatkan ratusan orang tewas.

Namun, sebagian besar terdakwa mengatakan, mereka tidak terlibat dalam kasus penyerangan anggota polisi itu. Sebagian besar terdakwa juga menyangkal mereka adalah pendukung Ikhwanul Muslimin.

Vonis itu belum final dan kini dirujuk ke Ulama Besar, yang merupakan otorita agama tertinggi di Mesir, untuk mengkajinya dan menetapkan keputusan pada akhir Juni.

Pengadilan Senin 28 April juga meringankan hukuman atas 400 lebih anggota Ikhwanul Muslimin -kecuali 37 orang di antaranya yang sudah dinyatakan bersalah dalam kasus yang sama bulan lalu.

Mereka kini diganjar dengan hukuman seumur hidup.

Di luar gedung pengadilan di ibukota Kairo, para keluarga terdakwa menyesalkan rekomendasi dari hakim tersebut dan dilaporkan ada keluarga yang jatuh pingsan.

Unjuk rasa yang diwarnai kekerasan marak setelah Presiden Muhammad Mursi digulingkan pada Juli tahun lalu dan pemerintahan boneka militer Mesir melarang Ikhwanul Muslimin dengan menuduhnya sebagai organisasi teroris.

Tuduhan itu selalu dibantah keras oleh Ikhwanul Muslimin.

Sekitar 16.000 orang ditangkap sejak Presiden Morsi turun, termasuk para pemimpin Ikhwanul Muslimin.

HRW: Pengadilan Mesir Jatuhkan Vonis Mati Seperti Bagi-Bagi Permen

Human Rights Watch mencela hukuman mati berjamaah yang dikeluarkan oleh pengadilan di Minya kemarin Senin (28/4) setelah proses pengadilan yang sangat parah singkatnya.

Mereka menggambarkanyan sebagai "pelanggaran mencolok atas hak mendasar untuk pengadilan yang adil sebagaimana dijamin oleh Konstitusi Mesir dan hukum internasional”.

Sarah Leah Whitson, Direktur Eksekutif dari divisi Timur Tengah dan Afrika Utara untuk Human Rights Watch mengatakan, "Pihak berwenang Mesir menjatuhkan hukuman mati alias eksekusi kepada orang-orang seperti membagikan permen, ketentuan ini adalah bukti lebih lanjut dari kecelakaan mengerikan terhadap sejauh mana penerapan sistem peradilan Mesir.”

Pengadilan pidana Minya kemarin memutuskan untuk  memindahkan seluruh data 683 pendukung Mursi, termasuk pemimpin Ikhwanul Muslimin, Mohammed Badie, kepada Mufti Mesir, untuk mengetahui pendapatnya tentang hukuman eksekusi tersebut, yang memerintahkan hukuman mati untuk 37 orang dan penjara seumur hidup untuk 491 orang lainnya dalam bagian kedua kasus ini, “mereka didakwa atas tindak kekerasan dan penyerbuan markas polisi di Minya, Mesir bagian tengah,” menurut sumber pengadilan.

Sarah Leah Whitson mengatakan, “Keadilan apa yang hendak dicapai dalam sesi pengadilan yang tidak melebihi 15 menit dan tidak dihadiri seorang pengacara pun?" Ia melanjutkan, “Mengadili ratusan orang dan hukuman mati terhadap ratusan orang semuanya tanpa mencari bukti atau mengijinkan kesempatan bagi terdakwa untuk membela diri, telah menghantam dan mengganggu hak asasi manusia.”

Organisasi tersebut memperbarui penolakannya terhadap hukuman mati tersebut yang pada prinsipnya sebagai hukuman yang sangat berat dan tidak manusiawi.. Seorang juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki - moon mengatakan bahwa Kejaksaan Agung  merupakan" keprihatinan " atas hukum dan ketentuan di Mesir, katanya , menambahkan bahwa ketentuan ini, "cenderung untuk tidak memperkuat kemungkinan stabilitas jangka panjang di Mesir." [voa-islam/Antaranews]


latestnews

View Full Version