View Full Version
Selasa, 12 Aug 2014

Ide Gombal Jokowi Membentuk Kabinet Tanpa Orang Partai

JAKARTA (voa-islam.com) - Ini benar-benar ide 'gombal'  dari Jokowi yang ingin membentuk kabinet, tanpa dari orang-orang partai? Padahal, Jokowi bisa menjadi calon presiden, tak lain, karena adanya dukungan partai politik. Mengapa Jokowi alergi terhadap orang-orang partai politik? Adakah ini hanya sensasi Jokowi?

Apakah sudah melekat bahwa orang-orang partai itu, semuanya 'maling', 'rampok', atau koruptor, yang kalau diberi jabatan di kabinet akan menghancurkan pemerintahan dan negara? Sehingga, orang-orang partai politik perlu diamputansi dari semua jabatan dalam kekuasaan?

Pernyataan, calon Presiden Joko Widodo tentang menteri berasal bukan dari pengurus partai menimbulkan polemik. Pro dan kontra atas ide ini pun muncul. Mungkinkah kabinetlain Jokowi berasal dari bukan pengurus partai politik?

Ide pembentukan kabinet dengan melibatkan tokoh yang tidak menjadi pengurus partai politik menimbulkan polemik di tengah publik. Gagasan Jokowi ini menimbulkan pro dan kontra. Terutama berasal dari kalangan partai koalisi pendukung Jokowi-JK saat Pilpres lalu. "Saya ingin agar yang menjadi menteri lepas dari parpol," kata Jokowi.

Suara keras menantang ide ini salah satunya muncul dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini terang-terangan menolak gagasan pelarangan menteri dari pengurus partai politik. Wakil Sekjen DPP PKB Faisol Reza mengatakan tidak tepat mempertentangkan kader partai dan kalangan profesional.

"Tidak relevan mempertentangkan antara kader partai poltik dengan kaum profesional. Partai politik harus sanggup menyediakan kadernya yang profesional utuk menduduki jabatan di kabinet," kata bekas aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini di Kantor DPP PKB, Jakarta, Senin (11/8/2014).

PKB menjadi satu partai koalisi yang secara terang-terangan menolak ide Jokowi. Ini berbeda dengan partai politik lainnya seperti Partai Hanura, Partai NasDem dan PKP Indonesia. Ketua DPP Partai Hanura Saleh Husin menyerahkan pembentukan kabinet pada Jokowi dalam menjalankan hak prerogatifnya sebagai presiden. Setali tiga uang, sikap Partai NasDem yang mengaku siap dengan ide Jokowi tersebut.

Polemik soal menteri bukan pengurus partai politik bukan kali ini saja mencuat. Wacana ini sempat mencuat bahkan diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Bekas politikus PKB Lily Chadidjahh Wahid pernah mengajukan uji materi UU No 39 Tahun 2008 Kementerian Negara tentang rangkap jabatan pengurus partai politik dan menteri. Permohonan Lily Wahid ditolak MK karena tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).

Ide Jokowi agar menteri lepas dari pengurus partai politik memang belum jelas seperti apa teknis dan maksudnya. Namun secara umum, ide ini tentu akan menjegal sejumlah kader partai yang disebut-sebut berpotensi menjadi menteri.

Seperti Tjahjo Kumolo yang menjabat Sekjen PDI Perjuangan, Puan Maharani Ketua DPP PDI Perjuangan, Abdul Muhaimin Iskandar Ketua Umum DPP PKB dan sejumlah nama kader partai.

Menjalankan ide membentuk kabinet minus kader bukan pengurus partai politik bukanlah hal yang mudah bagi Jokowi. Ia akan berhadapan dengan rekan dan kolega baik di internal PDI Perjuangan maupun mitra koalisi lainnya. 

Apakah kalau sudah melepaskan jabatan partainya, dijamin orang-orang 'partai' itu tidak membawa kepentingan partai? Ini nonsen. Apakah kalangan profesional, dijamin tidak korup? Tidak ada jaminan. Lihat dari pemerintahan Megawati dan SBY, berapa banyak yang berasal dari profesional, yang akhirnya masuk bui, karena korup. Ini harus dibuktikan, bahwa orang-orang profesional itu bersih?

Tidak mungkin di era demokrasi, yang menjadi tulang punggungynya itu  partai politik, kemudian pemerintahan yang ada menapikan orang-orang partai politik. Ini hanya ide yang tidak realistis, atau hanya ingin mencari sensasi dan populeritas.

Dari partai masih ada dan banyak orang-orang yang memiliki integritas, dan kalangan profesional, tidak selalu berkolerasi dengan kejujuran. Semua itu tergantung pribadi manusianya.

Jauh sebelumnya, PKS sudah mengambil kebijakan setiap setiap kadernya yang menjadi pejabat publik meninggallkan jabatan partainya. Presiden Nurmahmudi Ismail, saat diangkat oleh Presiden Abdurrahman Wahid, mengundurkan diri sebagai Presiden PKS.

Kemudian, Hidayat Nurwahid, saat menjadi Ketua MPR, juga meninggalkan jabatannya sebagai Presiden PKS. Terakhir, Tifatul Sembiring yang diangkat mennjadi Menteri Kominfo, juga meninggalkan jabatan sebagai presiden PKS. Jadi berhenti dari pengurus partai ketika menjadi pejabat publik, yang diusulkan Jokowi bukan barang baru lagi.  *jj/dbs/voa-islam.com


latestnews

View Full Version