View Full Version
Rabu, 13 Aug 2014

Pemilu Curang & Terburuk Pasca Orde Baru, di Papua Novel Diancam Pembunuhan

JAKARTA (voa-islam.com) - Pada pelaksanaan sidang perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (12/8), tim hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa antara lain menghadirkan saksi dari Papua, Novela Nawipa.

Ia merupakan saksi mandat tempat pemungutan suara Kampung Awaputu, Kabupaten Paniai, Papua. Novela bersaksi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari hakim dengan suara lantang dan bersemangat.

Dalam kesaksiannya, Novela mengatakan kepada Ketua Majelis Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva bahwa tidak ada pencoblosan pada saat itu. Saat pencoblosan hanya ada dirinya dan sejumlah warga di TPS tempat dia seharusnya bertugas. Namun, ia tidak mendapati satu pun anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Juga tidak ada logistik pemilu di TPS tempat ia bertugas.

Lalu, hakim MK, Patrialis Akbar bertanya, "Bagaimana suasana masyarakat waktu itu? Ini kan proses pemilu, tetapi kan tidak ada kegiatan pemilu, bagaimana suasana masyarakat?"

Novela menjawab, "Ya, ada masyarakat. Bapak jangan tanya saya. Saya juga masyarakat, Pak. Tanyanya ke penyelenggara pemilu yang harusnya melaksanakan sosialisasi, Pak, bukan kami."

Jawaban itu pun membuat Patrialis dan sejumlah hakim lainnya terkejut, tapi kemudian tertawa.

"Ya, siap!" ujar Patrialis.

"Ya, terima kasih," kata Novela.

Namun, rupanya ada pihak yang tidak senang dengan apa yang diungkapkan Novela itu. Di Twitter beredar kabar bahwa Novela diancam dibunuh oleh seorang adik pejabat.

Lewat akun pendukungnya di Twitter, Novela Nawipa mengatakan dirinya tidak takut dengan ancaman itu. “Saya hanya takut Tuhan!” katanya.

Pada sidang itu juga tim kuasa hukum Prabowo-Hatta menghadirkan saksi dari Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua: Elvincent Dokomo. Dalam kesaksiannya, Elvincent mengatakan, “Kami dapat nol karena ketua penyelenggara beserta empat anggotanya itu memerintahkan PPS, PPD, sampai KPPS untuk merekap nomor satu kosong. Semua suara dikasih ke nomor dua. Jadi, tidak ada pencoblosan, Yang Mulia. Bupati saja diusir keluar tanpa suatu alasan yang jelas.

Kubu Prabowo: Ini Pemilu Terburuk Setelah Orde Baru

Proses sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) memunculkan banyak bukti terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.  
 
"Misalnya saksi yang diadukan oleh KPU baik Jawa Timur dan DKI Jakarta justru membenarkan pengabaian rekomendasi Bawaslu dan pelanggaran DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan) yang menjadi isu utama dalam pilpres ini," ungkap Juru Bicara Tim Advokasi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Habiburokhman kepada Okezone, Selasa (12/8/2014) malam.
 
Kondisi itu diperparah dengan tidak adanya pencoblosan di beberapa tempat.
 
"Mata kita terbuka atas apa yang terjadi di Papua, Nias Selatan dan Maluku Utara, bagaimana ketika kita sudah sekitar puluh tahun masih ada praktik pembunuhan dengan tidak ada pencoblosan, tidak ada TPS dan logistik di 14 kabupaten di Papua," bebernya.
 
Kejadian itu menurut Habib sudah cukup membuat pelaksanaan pemilu kali ini menjadi yang terburuk setelah Orde Baru (Orba).
 
"Ini tragedi dan sepanjang yang saya tahu ini pemilu terburuk setelah Orde Baru. Apa lagi yang mau dibuktikan kalau begini, kecurangan terjadi meluas," tuntasnya. [ahmedi/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version