View Full Version
Selasa, 09 Sep 2014

Pemerintahan Jokowi-JK Akan Terseok-Seok Selama Lima Tahun

JAKARTA (voa-islam.com) - Sudah dapat diprediksi dari awal pemerintahan Jokowi-JK bakal menghadapi masala besar, dan terseok-seok selama lima tahun. Tidak bakal efektif. Karena, pemerintahan Jokowi lemah dukungannya di parlemen. Jokowi-JK hanya didukung kurang 40 persen suara di parlemen.

Apalagi, sikap Mega, Jokowi, JK dan PDIP nampak terlalu percaya diri, dan tidak menunjukan sikap rendah hati. Semuanya dianggap akan beres dengan sendirinya, bersamaan dengan berjalannya waktu.

Kurang nampak usaha-usaha yang bijak, membangun komunikasi politik dengan partai-partai lainnya. Apalagi, Mega yang sangat pendendam, tak mau mengakomodasi SBY, menambah kesulitan besar bagi Jokowi di masa. Rumah transisi yang usai pilpres, tekanan terhadap SBY untuk menaikkan BBM, dan manuver Ketua PDIP Muarar Sirait, yang melontarkan gagasan menjual pesawat kepresiden, sebuah pelecehan terhadap SBY. Ini menambah polarisasi yang menyulitkan Jokowi-JK.

Partai-partai politik pendukung presiden Prabowo-Hatta yang tergabung dalam koalisi MERAH PUTIH bakal mengepung pemerintah Jokowi-JK. Koalisi MERAH PUTIH, sekarang sedang berjuang  menguasai posisi strategis di DPR dan mendominasi suara mayoritas DPRD.

"Kami akan sapu bersih", kata Bambang Soesatyo, anggota Fraksi Golkar, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 6 September 2014. "Kami tetap solid di DPR", tegas Bambang.

Koalisi MERAH PUTIH sudah mencoba berbagi kursi di DPR dan MPR. Golkar menplot menduduki kursi Ketua DPR. "Pastinya Golkar akan menjadi Ketua DPR," kata juru bicara koalisi sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal Golkar, Tantowi Yahya.

Ketua MPR akan ditunjuk dari Partai Demokrat. Paket wakilnya diambil dari Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan.

Sesuai dengan tata tertib dan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), pimpinan dan alat kelengkapan DPR dan DPRD dipilih melalui sistem paket. Nama lima calon diusung oleh fraksi-fraksi yang berbeda dan dipilih melalui voting.

Sekalipun, PDIP masih berjuang di MK, dan berharap belas kasihan dari uji materi yang mereka ajukan ke MK, seperti terjadi keajaiban saat sengketa pilpres lalu. PDIP ingin penentuan pimpinan DPR kembali ke aturan lama, yakni dijabat oleh peraih suara terbanyak dalam pemilu legislatif. 

Secara hitungan matematis, kursi koalisi PDIP tak melampaui kubu koalisi MERAH PUTIH. PDIP yang didukung tiga Partai PKB, Partai Hanura, dan Partai Nasdem totalnya memiliki 207 dari 560 kursi DPR. PDIP perlu satu partai lagi untuk memenuhi syarat paket lima orang pimpinan DPR. Demokrat memiliki 61 kursi netral. Tapi, SBY nampaknya sudah talak dengan Mega, dan sulit akan mendukung PDIP di parlemen. Sisa kursi lain diisi koalisi MERAH PUTIH. Inilah konstalasi politik yang riil di parlemen nantinya, yang akan dihadapi oleh Jokowi-JK.

Koalisi MERAH PUTIH tidak hanya mendominasi DPR, tapi juga posisi stategis DPRD. Dari hasil pemilu lalu, koalisi MERAH PUTIH menguasai kursi DPRD 31 provinsi. Padahal pemilihan kepala daerah dirancang melalui mekanisme DPRD, bukan oleh rakyat secara langsung. Di atas kertas, koalisi MERAH PUTIH bakal menduduki posisi di 31 kepala-kepala daerah seluruh Indonesia. 

Meskipun, Jokowi khawatir koalisi MERAH PUTIH menjadi mayoritas di DPR. Jokowi tak menyiapkan strategi khusus, karena koalisi adalah urusan partai dan tak menjamin programnya berjalan mulus. "Prinsipnya, saya terbuka saja. Kalau ada yang mau gabung, ya, silakan," katanya.

Sementara itu,  JK justru tak merasa ada hambatan terhadap pemerintah muncul dari DPR. Lembaga legislatif dia yakini akan menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan secara proporsional. “Kalau fungsi itu dijalankan secara baik, tak ada upaya menjegal,” tuturnya, Rabu pekan lalu.

Begitu besar problem yang akan dihadapi pemerintahan baru Jokowi-JK, dan tidak mudah menyelesaikan. Apalagi, sikap Jokowi-JK yang terlalu percaya diri, dan ditambah Mega yang pendendam. Tak luwes dan sangat kaku, terlalu merasa besar partainya PDIP, padahal hanya mendapatkan suara 18 persen.

Ditambah dengan banyaknya friksi di dalam pendukung Jokowi. Termasuk di Rumah Transisi, karena berbagai kepentingan yang muncul, sesudah mereka menang. Kelompok kiri 'kiri' yang menjadi tulang punggung, mereka menagih janji, dan ingin mendapatkan perhatian dari Jokowi. Meraka yang tergabung sebagai 'relawan' itu, akhirnya muncul menjadi faktor konflik baru di internal PDIP dan 'Rumah Transisi'.

Dibagian lain, Jokowi-JK dalam pilpres lalu, hanya mendapatkan dukungan  52 persen suara. Tidak sampai mayoritas. Sementara Prabowo-Hatta mendapatkan dukungan 47 persen. Jadi selisih sangat tipis. Jadi legitimasi Jokowi-JK sangat rendah.

Jika tidak ada terobosan politik oleh Mega, Jokowi, JK dan PDIP, maka pemerintahan baru akan macet dan terseok-seok selama lima tahun ke depan. [jj/dbs/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version