JOMBANG (voa-islma.com) - Sempat gonjang-ganjing Muktamar NU, akibat perselisihan diantara para kiai dan tokoh NU, soal tata cara pemilihan pimpinan, akhirnya berakhir dengan tampilnya 'duet' KH.Ma'ruf Amin dan Said Agil Siraj. NU tetap menjadi rebutan berbagai kepentingan politik.
Apalagi, di era demokrasi ini, para kiai dan tokoh NU, mereka bermain di berbagai partai politii, dan para tokoh partai juga memanfaatkan para kiai dan tokoh NU untuk memberikan dukungan kepada mereka. Termasuk menjelang pemilihan presiden 2014 kemarin. Kemenangan Jokowi tak lepas dari dukungan kalangan Nahdiyyin. Maka, sekarang NU diganjar dengan kursi di kebinetnya Jokowi.
Paling sedikit sekarang ada lima tokoh dari kalangan Nahdiyyin yang duduk di dalam pemerintahan Jokowi. Tentu, yang paling utama, kursi jabatan kementerian agama dipegang tokoh muda NU, Lukman Hakim Saefuddin, anak dari Saefuddin Zuhri yang juga pernah menjadi menteri agama. Pondasi pemerintahan, dibangun antara PDIP dan NU, mirip di zaman Soekarno dulu yang membangun koalisi NASAKOM, di mana duduk tokoh NU, yaitu Idham Calid.
Dalam pertarurangan di Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang Jawa Timur akhirnya memutuskan Rois Aam KH Ma'ruf Amin dan Ketua Umum Tanfidziyah KH Said Aqil Siradj. Tantangan berat di depan mata siap menghadang duet ini. Sebelumnya terjadi sengkarut diantara para kiai dan tokoh NU. Bahkan, sebelumnya muktamar NU terancam deadlock.
Terpilihnya KH Ma'ruf Amin sebagai Rois Aam PBNU menggantikan KH Mustofa Bisri karena mengundurkan diri serta terpilihnya KH Said Aqil Siradj menjadi puncak hajatan lima tahun di organisasi maassa Islam terbesar di Indonesia itu.
Namun sebagian peserta muktamar yang berkumpul di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Rabu (5/8/2015) malam yang tergabung dalam Forum Lintas Wilayah dan Cabang menilai produk Muktamar 33 Nahdlatul Ulama (NU) tak perlu diakui.
Katib Syuriah PBNU periode 2010-2015 KH Afifuddin Muhajir menilai penyelenggaraan Muktamar 33 tidak beradab. Oleh karenanya segala produk Muktamar tidak perlu diakui.
"Mungkinkah Muktamar yang seperti ini menghasilkan produk untuk memperbaiki hal-hal yang tidak baik? Oleh karena itu, produk Muktamar yang tidak bisa memperbaiki situasi dan kondisi baik Indonesia maupun dunia tak perlu diakui," kata Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyyah Syafi'iyyah Situbondo Jawa Timur itu, Rabu (5/8/2015) malam.
Realitas itu tentu tidak bisa diabaikan begitu saja oleh stakeholder Nahdlatul Ulama. Pekerjaan rumah pertama yang harus dilakukan oleh Rais Aam KH Ma'ruf Amin serta Ketua Umum Tanfidziyyah KH Said Aqil Siradj mengkonsolidasikan seluruh komponen NU pasca-muktamar yang berjalan dinamis dan nyaris bergesekan itu.
Persoalan lainnya yang tak kalah krusial tentang independensi NU dari kepentingan politik praktis harus ditegaskan dan dipastikan duet Kiai Ma'ruf Amin dan Kiai Said. Rumor soal intervensi kekuatan partai politik dalam Muktamar NU kali ini harus ditepis dengan praktik di lapangan selama lima tahun ke depan.
Di atas semua itu, komitmen Kiai Said Aqil tentang tiga prioritas program yang akan dilakukan selama lima tahun ke depan harus dibuktikan di lapangan. Tiga lapangan yang dimaksud di adalah bidang pendidikan, bidang kesehatan dan bidang ekonomi kerakyatan harus diimplementasikan. Karena memang, mayoritas nahdliyyin memiliki persoalan akut di tiga hal tersebut.
"Pengembangan program ekonomi kerakyatan. Bentuknya koperasi kerakyatan dengan menggandeng semua pihak di setiap daerah," tandas Kiai Said usai terpilih menjadi Ketua Umum PBNU periode 2015-2020. Begitulah jika NU tidak dijadikan berkhidmat untuk menegakan Islam, hanya menjadi ajang mencari kekuasaan, pasti timbulnya perpecahan dan sengkarut. (dita/dbs/voa-islam.com)