View Full Version
Selasa, 22 Mar 2016

Kasus Siyono, Pakar Hukum Unpad Sarankan Densus 88 Diadili

BANDUNG (voa-islam.com) - Aksi Detasemen Khusus Anti Teror (Densus 88) kembali menuai kecaman. Untuk kesekian kalinya unit elit POLRI itu disebut melakukan tindakan melanggar hukum, membunuh terduga teroris.

Siyono, warga Klaten, Jawa Tengah meregang nyawa setelah dianiaya anggota Densus 88. Berbagai pihak mendesak agar Densus 88 dievaluasi, bila perlu dibubarkan.

Pakar Hukum Unpad, Atip Latifulhayat mengatakan, tindakan sewenang-wenang Densus 88 tidak dibenarkan dan termasuk perbuatan melanggar hukum. Tindakan anggota Densus 88 yang menawaskan Siyono, kata dia, termasuk pembunuhan.

Dia (Densus 88) sangat melanggar hukum. Siyono kan baru terduga, bukan teroris. Kalau terduga, namanya terduga berarti dia belum bisa dieksekusi, baru bisa diselidiki,” terang Atip

“Dia (Densus 88) sangat melanggar hukum. Siyono kan baru terduga, bukan teroris. Kalau terduga, namanya terduga berarti dia belum bisa dieksekusi, baru bisa diselidiki,” terang Atip seperti dikutip dari laman persisalamin.com.

Tindakan Densus 88, sambung Atip, termasuk pelanggaran berat. Sebab, demikian Atip, mereka menghilangkan nyawa seseorang yang keselamatannya dijamin undang-undang. Membunuh seseorang yang dijamin keselamatannya oleh negara, adalah perbuatan melanggar hukum.

“Bagaimanapun kasus Siyono ini merupakan pembunuhan,” tegasnya.

Atip menjelaskan, dalam kasus Siyono terdapat beberapa aspek yang dilanggar Densus 88. Namun yang paling berat adalah pelanggaran terhadap konstitusi. Padahal, UUD terutama pasal 28 B ayat 2 secara jelas menjamin hak hidup seseorang.

“Pertama pelaggaran HAM. Orang yang sudah dinyatakan salah saja masih dilindungi hak hidupnya. Ini belum dinyatakan bersalah, baru terduga sudah dihabisi. Ini melanggar HAM, pelanggaran yang sangat berat,” katanya.

Kedua, masih kata Atip, yang dilanggar Densus 88 adalah undang-undang antiterorisme. Tindakan Densus 88, ujar Atip, menyalahi SOP yang diatur undang-undang antiterorisme. Dia menilai tindakan Densus 88 sering mengabaikan Standar Operasional dan Prosedur (SOP), sehingga sering merugikan masyarakat.

Densus 88 bukan hanya harus dibubarkan, tetapi POLRI harus dievaluasi kinerjanya dalam menganggulangi terorisme,”

“Kewenangan yang dimilikinya dan dinikmatinya itu melampaui batas. Densus 88 bekerja tanpa pengawasan, seenaknya saja, menganiaya, lalu membunuh,” katanya.

Karena itu, dia menyarankan agar Densus 88 diadili. Kasus Siyono, menurut Atip, harus diadili di pengadilan HAM. Terlebih kasus serupa yang masuk ke Komnas HAM mencapai 18 laporan. Namun Densus 88 tidak pernah diadili.

“Densus 88 bukan hanya harus dibubarkan, tetapi POLRI harus dievaluasi kinerjanya dalam menganggulangi terorisme,” tegasnya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version