View Full Version
Rabu, 22 Jan 2020

IHW: Omnibus Law Tidak Hapus Kewajiban Sertifikasi Halal

JAKARTA (voa-islam.com)—Beredar draf RUU Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja yang berisi penghapusan kewajiban sertifikasi halal dalam UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengaku tak pernah mendengar wacana penghapusan kewajiban sertifikasi halal dalam UU JPH. Justru kewajiban sertifikasi halal itu sudah final dibahas 10 tahun di parlemen.

Ikhsan pun tak mengetahui dari mana sumber RUU Omnibus Law yang menyebut kewajiban sertifikasi halal dihapus dan dikutip banyak media massa.

“Tidak ada itu. Saya sudah koneksikan dengan prolegnas di Baleg, tidak ada Omnibus yang merumuskan itu (menghapus kewajiban sertifikasi halal),” jelas Ikhsan kepada Voa Islam, Rabu (22/1/2020).

Ikhsan tak menampik jika UU JPH ini menjadi salah satu UU yang akan digabungkan pada RUU Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja. UU JPH ini akan disesuaikan dengan UU yang juga mengatur tentang kehalalan produk, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan lainnya.

“Maka Omnibus Law harus dilebur menjadi 1 scope Jaminan Produk Halal,” ujar Ikhsan yang juga Staf Khusus Wakil Presiden RI ini.

Ikhsan mengungkapkan Omnibus Law ini berfungsi guna mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara cepat, efektif dan efisien. Fungsi kedua, menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun didaerah untuk menunjang iklim investasi.

Ketiga, pengurusan perizinan lebih terpadu, efisien dan efektif. Keempat, mampu memutus rantai birokrasi yang berlama-lama. Kelima, meningkatnya hubungan koordinasi antar instansi terkait karena telah diatur dalam kebijakan omnibus regulasi yang terpadu. Dan keenam, adanya jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan.

Dikatakan Ikhsan, jika dilihat pada tahun 2020 ini UU JPH belum menjadi satu undang-undang yang di usulkan ke Prolegnas.

“Berarti sementara kita anggap ini semangat awal yang bagus, karena untuk menyederhanakan ketentuan cipta kerja yang dianggap selama ini membelit investasi dan gerak ekonomi sehingga menjadi lamban,” kata Ikhsan.

Terkait sanksi, Ikhsan setuju jika sanksi pidana diganti menjadi sanksi administratif bagi pelaku usaha yang tidak menjalankan mandatori sertifikasi halal.

“Lebih baik pendekatannya sanksi administratif atau pinalti. Karena kedua sanksi tersebut bersifat edukatif, tidak dengan sanksi pidana karena bukan merupakan perbuatan kriminal,” pungkas Ikhsan.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version