View Full Version
Senin, 21 Oct 2019

Meong Tetap Meong, Tak Akan Menggonggong

Tony Rosyid

(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

Saya kaget nonton video Rocky Gerung (RG). Dia bilang: Prabowo Subianto (PS) bla...bla... video ini keluar setelah RG ketemu PS di Hambalang dalam acara raker Gerindra.

Dalam video itu RG seolah menarik kembali semua persepsinya tentang PS dan deklarasi oposisinya terhadap PS. Kesimpulan sederhananya, RG berubah setelah ketemu PS.

Wajar! Setiap orang bisa berubah persepsinya setelah mendapat informasi baru. Ngabalin, TGB dan Kapitra adalah beberapa contoh yang paling populer. Tokoh-tokoh oposisi yang berbalik arah 180 derajat setelah mendukung penguasa. Menu istana pasti lebih lezat dari pasal pidana dan tongkat aparat yang dipakai untuk memukul para demonstran.

Sebagaimana juga RG. Setelah bertemu PS, semua persepsi terhadap langkah PS berubah. Ini menunjukkan betapa hebat PS dan timnya yang berhasil membalikkan logika manusia secerdas RG.

Soal perubahan persepsi dan pergeseran sikap itu hal biasa. Saya tak terlalu tertarik membahas itu. Tak lebih dari obrolan kacang goreng di warung kopi. Terlalu personal dan gak dibutuhkan sebagai analisis di dalam urusan negara.

Yang membuat saya tertarik justru dua pernyataan RG bahwa pertama, kehadiran PS akan membuat porak-poranda koalisi. Yes! It is ok. Setelah Gerindra masuk koalisi, peta berubah. Ketegangan dua kutub istana yaitu Teuku Umar dan Gondangdia semakin besar. Kahadiran Gerindra memperkuat posisi Teuku Umar dan membuat kubu Gondangdia dan group para jenderal (aktif dan pensiun) terdesak. PDIP diuntungkan. Apakah ini otomatis memperkuat posisi PS atau Gerindra? Ini masuk narasi kedua dari RG.

Masuknya Gerindra akan menjadi lokomotif istana di dalam kendali PS, itu logika RG. Kira-kira kesimpulannya: PS akan menjadi tokoh yang powerfull dan menentukan kebijakan istana. Oh ya? Seketika saya kaget, karena ini disimpulkan oleh tokoh sekelas RG. Hanya sebentar, lalu saya berusaha untuk senyum. Senyum beneran loh... Jangan diartikan macam-macam ya...

Namanya pendapat, boleh-boleh saja. Kendati tetap ruang demokrasi memberi celah buat saya dalam konteks ini untuk berbeda dengan RG.

Saya akan mulai dengan pertanyaan: Kira-kira, kuatan mana antara PS dengan Mega dan Budi Gunawan (BG)? Kuatan mana pengaruh antara Gerindra dengan PDIP? Mari kita diskusi.

Pertama, apa kekuatan PS dan Gerindra untuk mengendalikan Jokowi? Deket tidak, malah dua kali pilpres jadi rival.  Punya gaya dan karakter yang berbeda. Disisi lain, Jokowi kader PDIP dan jadi petugas partai.

Kedua, kursi parlemen PDIP jauh lebih besar dari Gerindra. PDIP dapat 128 kursi, sementara Gerindra 78 kursi. Soal tekan menekan, PDIP punya modal, baik jumlah kursi maupun pengalaman.

Ketiga, tak ada record yang pernah dimiliki PS sebagai tokoh yang memiliki kendali dan pengaruh kuat terhadap politik nasional di luar posisinya sebagai capres.

Keempat, posisi PS saat ini sudah banyak kehilangan konstituen dan pendukung. PS dan Gerindra justru sedang dihakimi dan dihujat oleh para pendukungnya. Dianggap berkhianat dan tak sejalan lagi dengan para pendukung. PS dan Gerindra sedang berada di titik terlemah dalam konteks dukungan massa. Mungkin ini asumsi. Kita perlu data yang lebih akurat via survei.

So, dimana kehebatan PS saat ini? Formasi parlemen misalnya. Ketua DPR diambil Puan Maharani dari PDIP. Wakil ketua DPR lepas dari Fadli Zon yang selama ini jadi icon Gerindra, selain PS sendiri. Diberikan kepada Sufi Dasco, yang dikenal sebagai agen dan orang dekat BG.

Ketua MPR diambil Bambang Soesatyo dari Golkar. Ahmad Muzani, sekjen Gerindra terlempar. Ketua komisi? Gerindra pun tak dapat jatah. 10 dari 11 ketua komisi diambil partai pengusung Jokowi. Satu diberikan kepada PAN. Ketua badan di DPR? Gak ada pengaruhnya dalam setiap keputusan politik Justru ini cara efektif membonsai pengaruh Gerindra di parlemen. Bagaimana jatah kabinet? Kita tunggu keberkahan apa yang akan disuguhkan Jokowi untuk menghibur Gerindra.

Kehadiran PS di koalisi istana tak lebih untuk memenuhi kepentingan PDIP dalam rangka menekan Jokowi agar tak lagi dalam kendali Gondangdia dan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) cs.

Kalau yang dimaksud RG bahwa kehadiran PS di istana telah menyelamatkan Jokowi dari genggaman Gondangdia dan LBP cs, this is right. Apakah kendali itu akan beralih ke PS? Sepertinya jauh panggang dari api. Sejak kapan kemampuan Gerindra melampaui manuver Golkar dan PDIP? Apalagi ada faktor BG di PDIP yang sangat jenius dan rapi dalam setiap membangun gerakan politik. Soal narasi, banyak orang belajar dari RG. Terlalu cerdas sosok satu orang ini. Kaya sekali dengan referensi. Soal gerakan politik, BG layak disebut sebagai Soeharto di era reformasi.

Mengenai rekoalisi istana, itu hak RG untuk berpersepsi dan memberikan analisisnya yang mendadak berbalik secara drastis. Tapi, dalam pandangan saya meong tetaplah meong. Tak akan bisa menggonggong meski dipaksa dan diberi kesempatan. [PurWD/voa-islam.com]

Jakarta, 20/19/2019


latestnews

View Full Version