View Full Version
Kamis, 30 Apr 2020

Negara Kepulauan Indonesia, Rumah Ideal Persembunyian Virus?

 

Oleh: Vivin Indriani

 

“Siapa yang ‘menguasai’ jantung arsipel Indonesia akan menguasai arterinya dan siapa yang ‘menguasai’ arteri akan berdaulat atas keseluruhan Negara- Bangsa Indonesia.” -Daoed Joesoef-

Sesungguhnya potensi geografis antara negara kontinental dengan negara kepulauan tidak sama. Keduanya memiliki perbedaan yang signifikan dalam urusan pengendalian dan peta sebaran wabah. Negara kontinental lebih mudah menjadi sasaran empuk penyebaran virus dalam waktu singkat dikarenakan salah satunya oleh padatnya jumlah penduduk dan wilayahnya yang menyatu, tidak tersekat oleh perairan kepulauan dan maritim kepulauan.

Negara kontinental adalah negara yang memiliki wilayah benua yang luas, umumnya dengan lokasi jauh dari lautan atau samudera. Kebalikan dari negara kontinental adalah negara kepulauan. Negara kepulauan adalah negara yang terdiri dari kumpulan pulau besar dan kecil yang terdiri atas daratan dan lautan dan membentuk satu kesatuan wilayah. Dalam urusan wabah, penyebaran lebih mudah diminimalisir asal penanganannya betul-betul terarah dengan baik.

Dalam tinjauan geostrategi, ada beberapa kelemahan dan kelebihan negara kepulauan dalam perang melawan wabah. Dalam pembahasan hari ini, wabah yang muncul adalah berasal dari virus Severe Acute Respiratory Syndrome-Related Coronavirus 2 atau SARS-CoV-2.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi potensi keterpencilan dan keterisolasian dari sekian banyak pulau-pulau yang dimilikinya. Inilah alasan bagi Nusantara menjadi begitu rentan terhadap kerusakan akibat wabah. Muhammad Zulfikar Rakhmat dan Dikanaya Tarahita dari South China Morning Post menyatakan, virus akan menyebar ke pulau-pulau terpencil untuk bersembunyi, berpotensi tidak ditemukan dan tidak terobati selama bertahun-tahun mendatang.

Seperti halnya manusia purba dari Flores yang terkubur selama bertahun-tahun, maka keberadaan Virus Corona sesungguhnya dapat hidup di Indonesia untuk sekian lama setelah menghilang dari seluruh dunia. Pulau-pulau terpencil di Indonesia berpotensi menjadi tempat yang sempurna bagi penyakit untuk bersembunyi jika pemerintah gagal bertindak cepat.

Adapun kelebihan yang dimiliki wilayah kepulauan adalah disebabkan mata rantai pergerakan manusia tidak seaktif di wilayah kontinental, di mana kepadatan penduduk di masing-masing pulau begitu terbatas. Tidak sebanyak di pulau besar. Hanya saja ini merupakan kelemahan tersendiri dikarenakan stok suplai makanan tidak sepenuhnya bisa mereka produksi sendiri, melainkan lebih banyak mendapat suplai dari luar pulau.

Beberapa catatan penting mengenai pola interaksi di wilayah kepulauan diantaranya adalah ketergantungan yang tinggi pada suplai logistik, ini memungkinkan adanya multi interaksi antara penduduk lokal pulau dengan luar pulau. Dalam urusan penanganan wabah, hal ini cukup dibatasi dan diatur secara ketat, sehingga penularan virus dari luar ke dalam pulau bisa dihambat.

Ada empat skala interaksi wilayah kepulauan diantaranya intra(4 provinsi dari Selat Karimata), inter(antar kawasan selain wilayah Indonesia), ekstra(jalur perdagangan internasional antar provinsi) dan supra(jalur-jalur perdagangan di luar kawasan yang hanya bisa melewati selat). Posisi interaksi antara supra dengan ekstra jauh lebih besar, dikarenakan pergerakan ekonomi dan perdagangan jauh lebih banyak tersedot keluar.

Maka dari sini, diperlukan cara pandang inward looking (mawas ke dalam) dan outward looking (mawas ke luar) dalam mengelola berbagai skala interaksi di wilayah kepulauan. Tanggap terhadap apapun yang terjadi di dalam maupun di luar teritorial wilayah, sehingga mampu mengelola setiap potensi yang mungkin hadir seiring dengan penyebaran virus secara pandemik.

Pilar-pilar penting yang menyangga ketahanan interaksi wilayah kepulauan adalah visi ekonomi, politik, hankam, penguasaan konstelasi global dan ketahanan umat(citizen resilience). Sehingga amat penting bagi operator negara kepulauan untuk memiliki cara pandang wilayah kepulauan(inward maupun outward), serta harus memahami peta geopolitik yang terjadi di wilayahnya.

Catatan dalam penanganan kasus Covid-19 di Indonesia yang merupakan negara kepulauan besar diantaranya adalah lemahnya outward looking, seperti hilangnya mawas terhadap apa yang tengah terjadi di Laut China Selatan, dan sebagainya), kurangnya visi pengurusan oleh kenegaraan, resiko terisolasi akibat diputusnya mata rantai suplai (pergerakan manusia) yang mengakibatkan banyak pulau-pulau terisolasi dengan kondisi stok pangan dan infrastruktur kesehatan yang kurang memadai. Hingga yang terakhir adanya resiko kelaparan dan kemiskinan yang meluas hingga ke pulau-pulau terpencil.

Lalu bagaimana sesungguhnya ruh geopolitik dalam Islam terkait dengan penanganan wabah di wilayah kepulauan? Dalam konteks keummatan, Islam memiliki aturan dalam pengelolaan ruang hidup umat, baik di darat, laut, udara maupun ruang angkasa. Dalam konteks politik, sesungguhnya politik dalam Islam adalah riayatus su'unil ummah (pengaturan urusan umat). Ini bisa dilakukan oleh siapapun baik penguasa, partai ataupun politisi.

Riayah su'unil ummah di sini meliputi khorijiyah(luar negeri) maupun dahiliyah(dalam negeri) di mana tersedia jaminan terhadap harta, darah, nyawa dan juga kehormatan kaum muslimin dan negeri kaum muslimin. Maka dibangun mentalitas penakluk sebagai bagian dari upaya perlindungan politik keummatan. Namun mentalitas penakluk di sini dibangun bukan dalam rangka sekedar hanya untuk mendapatkan kalkulasi materi atau angka statistik yang kosong. Namun setiap upaya penaklukan adalah bagian dari syiar Islam untuk menjalankan politik luar negeri Islam yakni dakwah dan jihad.

Sehingga kita bisa mendapati bahwa setiap upaya penaklukan yang dilakukan pasukan Islam di masa silam selalu membawa kebaikan bagi wilayah yang ditaklukkan. Pertumpahan darah, nyawa dan kehormatan demikian dihindari. Berbeda dengan penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh penguasa-penguasa di luar Islam. Di mana mereka seringkali membumi-hanguskan wilayah jajahannya dan memeras wilayah yang ditaklukkan sampai titik darah penghabisan. Seperti kita lihat dalam proses penaklukan wilayah Andalusia(Spanyol) oleh pasukan Inggris yang sangat terkenal dengan pengadilan inkuisisi yang kejam.

Fungsi negara dalam syariat Islam adalah menjalankan fungsi dasarnya sebagai pelaksana Maqashid Syariah Islam yakni penjagaan agama(hifdzun ad diin), penjagaan jiwa(hifdzun an naas), penjagaan akal(hifdzun aql), penjagaan keturunan(hifdzun nasb), serta penjagaan harta(hifdzun maal). Inilah sesugguhnya karakter kepemimpinan yang hari-hari ini kian dibutuhkan oleh umat, sosok pemimpin yang peduli kepada rakyat bukan karena materi dan kebutuhan pribadi.

Umat membutuhkan seorang pemimpin yang memperlakukan kehadiran wabah ini sebagai masalah kemanusiaan yang lebih penting di atas segalanya. Terlepas dari suku, agama, madzab dan golongan apapun. Umat membutuhkan sosok pemimpin yang tidak memandang masalah wabah ini sekedar masalah ekonomi utilitarian semata, atau hanya sekedar kalkulasi angka-angka statistik saja.

Maka dari sini, perhatian terhadap tinjauan geostrategi dalam Islam harus memperhatikan komponen-komponen dalam berpikir geostrategis. Diantaranya inward looking(mawas ke dalam) dan outward looking(mawas ke luar). Mawas ke luar dengan cara mengenali ruang, isu dan musuh di luar wilayah geo politik Islam. Sehingga pengamatan terhadap dinamika geopolitik yang terjadi tidak sampai terlewatkan.

Mawas ke dalam dengan cara mengenali umat dan mengenali siapa kita. Bahwa kita adalah umat Islam, yang memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan kepada umat apa yang sesugguhnya menimpa mereka dan bagaimana solusinya dalam Islam. Dan bahwa Islam memiliki visi jihad yang kelak akan menjadi perspektif bernegara karena dia adalah bagian dari siyasah khorijiah (politik luar negeri Islam). (rf/voa-islam.com)

*Catatan geopolitik kelas IMUNE "Analisis Kerentanan Wilayah Kepulauan Indonesia dalam Penyebaran COVID-19 - Tinjauan Kebijakan Strategi Islam.


latestnews

View Full Version