View Full Version
Jum'at, 14 May 2021

Makin Kalap Israel, Makin Hancur Lobinya di Indonesia

 

Oleh:

Dr. Adian Husaini || Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia

 

HARI-HARI ini, umat Islam di Indonesia terus disuguhi tontonan kebiadaban Israel terhadap warga Palestina. Umat Islam yang sedang beribadah di Masjid al-Aqsha diserang. Ratusan orang luka-luka. Kini, Jalur Gaza kembali diserang Israel. Alasan klasiknya, Israel membalas serangan roket dari Gaza.

Selasa (11/5/2021), situs berita sindonews menurunkan berita berjudul: “Israel Kalap, 20 Warga Palestina Tewas Dibombardir Termasuk 9 Anak.” Disebutkan bahwa sebanyak 20 warga Palestina di Gaza telah terbunuh setelah dibombardir militer Israel dari udara pada hari Senin (10/5/2021). Dari 20 korban meninggal itu, 9 di antaranya anak-anak.

Data itu diumumkan Kementerian Kesehatan Gaza. Israel bertindak kalap setelah roket—untuk pertama kalinya sejak 2014—ditembakkan dari wilayah Gaza ke Yerusalem. Kementerian Kesehatan Gaza, dalam sebuah pernyataan yang dilansir Russia Today, mengatakan beberapa korban luka juga dirawat di Rumah Sakit Beit Hanoun di utara Gaza.

Sebelumnya, Hamas mengaku bertanggung jawab atas serangan roket hari Senin di Jerusalem. Serangan itu dikatakan merupakan tanggapan atas kekerasan oleh pasukan Israel, termasuk penggusuran paksa keluarga Palestina dan bentrokan di Masjid Al-Aqsa. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, Israel lalu menggunakan alasan itu untuk membantai warga Palestina secara besar-besaran,

*****

Seperti tahun-tahun sebelumnya, umat Islam Indonesia segera memberikan reaksi keras terhadap aksi kekejaman Israel. Berbagai aksi solidaritas digelar. Mungkin tanpa disadari oleh Israel, aksi-aksi kekejaman dan kebiadaban Israel semakin menyulitkan lobi-lobi Yahudi di Indonesia.

Sudah bukan rahasia lagi, Israel terus berusaha menjalin hubungan erat dengan negeri muslim terbesar ini. Pasalnya, Indonesia memang sangat aktif dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Tahun 1955, Presiden Soekarno memelopori Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang mengutuk Zionisme sebagai bentuk penjajahan yang paling jahat.

Dikutip dari www.liputan6.com, bahwa Presiden Soekarno memiliki sikap tegas terhadap Israel. Setelah penyelenggaraan KAA, Bung Karno menolak kehadiran atlet Israel di Asian Games tahun 1962, di Indonesia. Akibatnya, keanggotaan Indonesia di Komite Olimpiade Internasional (KOI) dicabut. Tetapi, Presiden Sukarno justru makin bersikap keras terhadap Israel.

"Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel," ucap Bung Karno.

Sikap tegas Bung Karno terhadap Israel masih berlanjut. Tahun 1957, Timnas Indonesia lolos penyisihan zona Asia untuk melenggang di Piala Dunia 1958 di Swedia. Namun, Timnas memilih tidak tampil di Piala Dunia ketimbang beradu di satu lapangan dengan Israel.

Maulwi Saelan, kiper Timnas Indonesia yang juga ajudan Bung Karno, mengatakan, mundurnya Timnas Indonesia karena perintah Bung Karno. "Itu sama saja mengakui Israel," ujar Maulwi menirukan omongan Sukarno, seperti dikutip dari Historia.

Hingga masa akhir kekuasaanya, Bung Karno tetap pada pendiriannya untuk terus berjuang untuk kemerdekaan Palestina. Dalam pidatonya pada HUT RI ke-21, Presiden Sukarno menyatakan alasannya selama ini konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

"Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa antiimperialisme, tetapi juga konsekuen terus berjuang menentang imperialisme," kata Bung Karno.

"Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel..." Bung Karno menandaskan. (https://www.liputan6.com/.../sukarno-cerita-anti-israel...).

*****

Di masa Orde Baru, Israel juga berulangkali berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia. Tahun 1993, dua petinggi Israel hadir dalam sidang WTO (World Tourism Organisation) di Bali. Lalu, pada 15 Oktober 1993, PM Israel Yitzak Rabin mampir ke Jakarta dan menemui Presiden Soeharto di Jalan Cendana. Dikabarkan, bahwa Yitzak Rabin mendesak Indonesia agar bersedia membubuka hubungan dengan Israel.

Pada 22 Februari 1994, lima senator AS berkunjung ke Jakarta dan mendesak agar Indonesia membuka hubungan dengan Israel. Setelah itu, sejumlah tokoh Indonesia diundang ke Israel untuk memperkuat lobi Israel. Tekanan demi tekanan terhadap Indonesia terus dilakukan agar Indonesia mau membuka hubungan dengan Israel.

Menyikapi hal itu, pada 19 September 1993, sekitar 15.000 kaum muslimin Indonesia melakukan protes anti-Israel di halaman Masjid Agung al-Azhar Jakarta. Kedatangan Yitzak Rabun di Jakarta juga disambut aksi demo oleh HIPMAZ (Himpunan Pemuda dan Mahasiswa Anti Zionis).

Akhirnya Mensesneg Moerdiono ketika itu menjelaskan, bahwa Presiden Soeharto menerima kedatangan Yitzak Rabin, bukan sebagai Presiden RI, tetapi sebagai Ketua Gerakan Non-Blok. Begitu juga dikatakan Menkopolkam Soesilo Soedarman, bahwa kedatangan pejabat Israel ke Bali adalah atas undangan WTO. Di masa Presiden Abdurrahman Wahid, usaha untuk membuka hubungan dagang dan diplomatik dengan Israel makin gencar. Tetapi, usaha itu pun kandas.

Tokoh Katolik Indonesia, Dr. Soedjati Djiwandono, menulis sebuah artikel berjudul ”Hubungan Dagang dengan Israel” di Majalah Katolik ”HIDUP” (edisi 14 November 1999), yang menyalahkan kebijakan politik luar negeri Indonesia terhadap Israel. Soedjati menulis: ”Tetapi, mengapa kita hanya mendukung bangsa Palestina dan tidak mendukung Israel? Apakah bangsa Yahudi bukan suatu bangsa yang juga mempunyai hak menentukan nasib sendiri? Kalau kita secara mutlak hanya memikirkan bangsa Palestina, lalu mau diapakan bangsa Israel?

Hingga kini, secara umum, sikap politik pemerintah Indonesia tidak berubah. Indonesia menolak hubungan diplomatik dengan Israel. Pada 30 November 1987, Presiden Soeharto pernah berpidato, bahwa konflik Timur Tengah hanya dapat diselesaikan jika rakyat Palestina mendapatkan kemerdekaan untuk mendirikan negara berdaulat di tanah airnya yag dicaplok oleh Israel. Presiden menegaskan, Israel harus angkat kaki dari wilayah yang didudukinya dalam Perang tahun 1967, termasuk Jerusalem.

Jadi, akar masalah di Masjid al-Aqsha dan Palestina secara keseluruhan adalah penjajahan Israel atas Palestina. Bukan masalah roket Hamas. Penjajahan dan kekejaman Israel itu yang harus segera diakhiri. Itulah sikap resmi bangsa Indonesia sejak dulu hingga kini.

Kebiadaban demi kebiadaban Israel terhadap rakyat Palestina akan semakin menghancurkan lobi Yahudi di Indonesia dan memperkokoh komitmen bangsa Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina. Wallahu A’lam bish-shawab.*


latestnews

View Full Version