View Full Version
Sabtu, 10 Aug 2019

Ada Apa dengan Film "Dua Garis Biru"?

 

Oleh:

Jahira Salsabila Nurul Imam

Ketua Umum PP. Ikatan Pelajar Persis Putri 

 

 

BICARA tentang remaja dan pergaulan bebas yang marak terjadi di Tanah Air, akhir akhir ini publik diramaikan pula oleh Film layar lebar Dua Garis Biru produksi starvision. Sontak banyak sekali pihak yang menjadi gaduh. Bahkan sebelumnya, film Dua Garis Biru sempat mendapatkan petisi melalui situs change.org beberapa waktu lalu. Petisi tersebut bertajuk “Jangan Loloskan Film yang Menjerumuskan! Cegah Dua Garis Biru di Luar Nikah!” pada April 2019 lalu, Saat trailer film tersebut mulai dirilis. Padahal, setelah tayang, Film Dua Garis Biru ini dinilai mampu menyampaikan sex education yang selama ini hal tersebut dianggap tabu oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Untuk menjawab hal tersebut kita perlu mengetahui data tentang bahaya akibat kurangnya edukasi sex pada remaja. Dilansir dari CNN Indonesia --Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan-- PBB (UNESCO) menyarankan setiap negara di dunia untuk menerapkan pendidikan seksual yang komprehensif, termasuk Indonesia. Rekomendasi ini berdasarkan pada kajian terbaru dari Global Education Monitoring (GEM) Report, UNESCO. 

Dalam kajian itu, GEM Report mendapati 15 juta anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun setiap tahunnya secara global. Sekitar 16 juta anak berusia 15-19 tahun dan satu juta anak perempuan di bawah 15 tahun melahirkan setiap tahunnya di dunia. "Lebih dari satu dari sepuluh kelahiran terjadi di antara anak perempuan berusia antara 15-19 tahun. Ini tidak hanya berarti akhir dari pendidikan mereka, tetapi juga seringkali berakibat fatal, dengan kehamilan dan kelahiran merupakan penyebab utama kematian di antara kelompok usia ini," kata Direktur GEM Report Manos Antoninis, dalam keterangan pers yang diterima CNN Indonesia.com, Rabu (13/6).

Remaja diusia muda juga menyumbang sepertiga dari kasus infeksi HIV baru di 37 negara berpenghasilan rendah dan menengah. Ironinya, GEM Report menemukan hanya sekitar sepertiga dari orang berusia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang pencegahan dan penularan HIV. Untuk menyelesaikan masalah ini, kajian dari GEM Report menilai pendidikan seksual yang komprehensif adalah cara yang tepat. Pendidikan seksual mesti dimulai sejak dini. Anak-anak usia lima tahun misalnya, perlu memahami fakta-fakta dasar tentang tubuh mereka, keluarga, hubungan sosial, mengenali perilaku yang tidak pantas, dan mengidentifikasi pelecehan. Anak-anak dan remaja juga harus menerima pendidikan seksual komprehensif sebelum menjadi aktif secara seksual. 

GEM Report menyebut, pendidikan seks dapat membantu melindungi diri dari kehamilan yang tidak diinginkan, HIV, dan infeksi menular seksual lainnya, mempromosikan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan tanpa kekerasan dalam hubungan. Film Dua Garis Biru yang baru baru ini tayang dinilai mampu untuk mewakili penyampaikan sex education tersebut di tanah air.

Film ini mengisahkan tentang dua orang remaja baik yang berasal dari keluarga yang baik pula dan mereka tentu dicintai oleh teman temannya. Namun, mereka memilih gaya merajut kasih ala ala korea, karena Dara (sang tokoh wanita) terobsesi oleh artis korea. Sehingga kisah ini berakhir dengan tragis, Dara hamil diluar nikah dan mereka memilih untuk menanggung semua konsekuensi yang ada dengan penuh tanggung jawab.

Film ini menekankan pada persoalan dan konsekuensi dari sebuah kesalahan besar yang dilakukan yang berujung pada pemberian sanksi sosial oleh masyarakat, Resiko hamil pada usia muda dari segi kesehatan, dan konsekuensi lainya yang akan ditanggung setelah melakukan kesalahan tersebut yang sebelumnya tak pernah terbayang oleh remaja pada umumnya.

Beberapa fakta kritik sosial yang disuguhkan pada film ini pun yang cukup menarik. Seperti nyinyiran tetangga ketika telah mengetahui apa yang terjadi secara kasat mata tanpa memperhatikan dampak positif dan negatif dari nyinyiran tersebut. Kurang adilnya pihak sekolah dalam mengeluarkan siswanya, padahal mereka berdua memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Perbedaan status sosial yang kerap menjadi tembok besar dalam pergaulan, yang kaya punya kuasa untuk selalu mengangkat harkat dan martabat pun menjadi salah satu kritik sosial yang disuguhkan dalam film ini.

Praktik Aborsi yang kerap menjadi pilihan bagi mereka yang hamil di luar nikah, meski sebagian besar memilih menikah dan membesarkan bayi. Aborsi juga masih jadi topik hangat di masyarakat. Padahal, praktik aborsi membahayakan sang ibu, di samping menghilangkan nyawa seseorang juga bukan hal positif, terlebih bagi siswa hal ini tidak layak bagi mereka sebagai kaum terpelajar. Dalam film ini Dara dan Bima (kekasih dara) sempat berpikir untuk melakukan aborsi, namun setelah Dara melihat jus stroberi sebagai simbol kasih sayang, menunjukan besar bayi berusia 10 minggu dan melihat bagaimana aborsi bekerja, mereka lebih memilih untuk tidak melakukan hal tersebut.

Film inipun memberikan pesan bahwa ketika dua orang remaja menjadi orang tua, itu artinya mereka telah mendapat amanah sepanjang hidup. Tidak hanya mengandung selama 9 bulan 10 hari, tapi harus siap menempuh berbagai proses kehidupan. Lebih dari itu, menjadi orang tua berarti harus siap mendidik dan mengarahkan pada masa depan yang cerah, siap memberikan perhatian, dan siap dari berbagai aspek kehidupan seperti kematangan mental, emosional, dan kemapanan finansial. Bahkan sampai strata sosial pasangan yang tidak sepadan yang dapat memicu konflik pun harus siap dihadapi secara dewasa. Hal hal tersebutlah yang harus disiapkan ketika kita memilih untuk menikah dan membangun keluarga.

Pada satu sisi film tersebut memberikan edukasi mengenai seks pada usia remaja, dimana terkadang permasalahan seks ini tabu untuk dibahas atau didiskusikan oleh banyak orang. Namun jika tidak dibahas oleh kita selaku generasi muda, hal ini akan berujung pada kesalahan fatal yang akan berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya pada diri, tapi kondisi anggota keluarga lain selain orang tua pun akan ikut terpengaruh.

Disisi lain, dalam film ini pun setidaknya menyuguhkan beberapa adegan yang menampilkan kedekatan yang sangat intim antar lawan jenis, yang ini dapat berpengaruh pada sikap para remaja indonesia yang selalu menjadikan idolanya sebagai panutan. Untuk mengetahui hal tersebut, sebuah penelitian berjudul “Psychologists Study Media Violence for Harmful Effects” oleh Psychological Assosiation (APA) pada tahun 1995 mengatakan bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik, dan tayangan yang kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk berperilaku buruk. Intinya perilaku buruk yang dilakukan seseorang dapat berasal dari tontonan mereka sejak kecil.

Terkadang tidak sedikit para remaja yang jika tanpa arahan malah meniru hal buruk dari tayangan tersebut, bukan meniru yang hal baiknya. terlebih film ini dapat ditonton mulai dari 13 tahun keatas. Para orang tua harus melakukan pendampingan terhadap anaknya ketika hendak mengizinkan menonton film ini.

Dalam film inipun yang harus digaris bawahi adalah jangan sampai kita sebagai generasi muda terjerumus pada hal hal yang tidak diinginkan yang bermula ketika kita memperturutkan hawa nafsu dengan berkhalwat dengan lawan jenis, yang jelas itu diharamkan dalam islam. Jangankan untuk berkhalwat, memandang lawan jenis sekalipun tanpa syahwat tetap harus dijaga. Sebagaimana perintah mengenai menundukan pandangan dalam Al-Qur’an Surah An-Nur [24] ayat 30,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” 

Perintah untuk menundukkan pandangan pun tidak hanya diperintah kepada laki laki beriman, namun kepada perempuan pun hal ini diperintah pula dalam Al-Qur’an Surah An nur [24] ayat 31,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِناتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا ما ظَهَرَ مِنْها وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبائِهِنَّ أَوْ آباءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنائِهِنَّ أَوْ أَبْناءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَواتِهِنَّ أَوْ نِسائِهِنَّ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلى عَوْراتِ النِّساءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ ما يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Katakanlah kepada perempuan yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya. Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung”.

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata,

هذا أمر من الله تعالى لعباده المؤمنين أن يغضوا من أبصارهم عما حرم عليهم، فلا ينظروا إلا إلى ما أباح لهم النظر إليه ، وأن يغضوا أبصارهم عن المحارم

“Ini adalah perintah dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya yang beriman untuk menjaga (menahan) pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atas mereka. Maka janganlah memandang kecuali memandang kepada hal-hal yang diperbolehkan untuk dipandang. Dan tahanlah pandanganmu dari hal-hal yang diharamkan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/41)

Menundukkan pandangan mata merupakan dasar dan sarana untuk menjaga kemaluan. Oleh karena itu, dalam ayat ini Allah Ta’ala terlebih dulu menyebutkan perintah untuk menahan pandangan mata daripada perintah untuk menjaga kemaluan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda,

النَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومَةٌ فَمَنْ تَرَكَهَا مِنْ خَوْفِ اللَّهِ أَثَابَهُ جَلَّ وَعَزَّ إِيمَانًا يَجِدُ حَلَاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ

”Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberi balasan iman kepadanya yang terasa manis baginya” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 7875).

Dalam hadits tersebut Rasulullah SAW menyampaikan bahwa kita harus berhati hati dalam memandang lawan jenis, karena segala hal itu bermula dari pandangan, yang dilanjutkan pada proses selanjutnya dan akhirnya dapat terjerumus pada jurang kenistaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يخلون أحدكم بامرأة فإن الشيطان ثالثهما

“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban [lihat Shahih Ibnu Hibban 1/436], At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awshath 2/184, dan Al-Baihaqi dalam sunannya 7/91. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah 1/792 no. 430)

    و عن ابن عباس قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (لايخلون احدكم بامرأة الا مع ذي محرم) فقام رجل, فقال يارسول الله ان امرأتي خرجت حاجة، واني اكتتبت في غزوة كذا وكذا، فقال : (انطلق، فحج مع امرأتك) متفق عليه

Dari Ibnu Abbas, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kacuali jika bersama dengan mahrom sang wanita tersebut.’ Lalu berdirilah seseorang dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, istriku keluar untuk berhaji, dan aku telah mendaftarkan diriku untuk berjihad pada perang ini dan itu,’ maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Kembalilah!, dan berhajilah bersama istrimu.'” (HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim 2/975).

Secara pasti bahwa tujuan yang ingin dicapai islam dari perintah menundukan pandangan dan menjaga agar tidak terjadi khalwat (berdua-duaan) adalah untuk membentuk masyarakat yang bersih, yang tidak mengumbar nafsunya setiap saat, dan tidak mengikuti hasratnya setiap waktu.

Terus mengikuti dorongan syahwat akan memicu manusia menjadi makhluk pengumbar nafsu yang tidak bisa terbendung dan tidak pernah merasa puas. Pandangan yang memancing, gerakan yang merangsang, dandanan yang menonjolkan kecantikan, dan tubuh yang mengumbar aurat semua itu dibuat hanya untuk membangkitkan nafsu yang menggila. Dan salah satu sarana islam untuk membentuk masyarakat yang bersih adalah dengan menghalangi atau mencegah hal hal yang dapat memancing nafsu. Selain itu juga tetap menjaga dorongan fitrah yang terdapat antara dua insan yang berbeda dan tidak terpengaruh oleh dorongan yang dibuat buat.

Pandangan, gerakan, tawa dan canda tersebut dapat merangsang syahwat. Padahal cara yang terbaik adalah dengan meminimalkan semua rangsangan tersebut sambil menjaga agar ketertarikan terhadap lawan jenis itu tetap pada koridornya, tetap alami yang nantinya disalurkan pada cara yang syar’i, yaitu melalui pernikahan. Rasulullah SAW bahkan pernah melarang pada seorang laki laki yang hendak membujang karena ingin fokus ibadah, lalu Rasul bersabda bahwa menikahpun salah satu dari Sunnah Rasul. Inilah cara yang dipilih oleh islam mengenai seks agar manusia dapat meraih ketenangan jiwa dan pikiran dan menjaga hubungan yang baik antar individu manusia.

Dalam pandangan Islam sebagai risalah dakwah yang syumul wal mutakammil yang mengatur seluruh seluk beluk kehidupan, Pendidikan seks yang tepat harus dimulai sejak dini. Mulai dari anak berusia 7-10 tahun dengan memisahkan tempat tidur anak dengan orang tua, mengajarkan anak etika meminta izin untuk masuk ke kamar orang tua pada watu tertentu dan etika melihat lawan jenis. Lalu ketika anak beranjak pada usia 10-14 tahun anak dijauhkan dari segala hal yang mengarah kepada seks, dan pada akhirnya ketika anak berusia 15 tahun keatas ketika sudah masuk usia baligh anak harus mulai diajarkan tentang fungsi alat reproduksi, etika berhubungan dengan lawan jenis yang mahram dan bukan mahram, hukum hukum ketika sudah menginjak masa baligh, cara menjaga kehormatan diri dan menahan diri ketika belum sanggup untuk menikah dan lain sebagainya.

Respon sebagian masyarakat atas film ini menunjukkan betapa gugupnya kita ketika dihadapkan pada isu yang dianggap tabu. Kita tidak dapat mengelak bahwa pendidikan seks harus dimulai sejak usia remaja. Karena dipungkiri ataupun tidak percepatan pendewasaan kini menjadi tuntutan bagi kita, dan jika tidak dilakukan dengan bijak maka bisa jadi akan menjadi bom waktu.

Namun, penyampaian pendidikan seks inipun harus dilakukan dengan bijak dan dengan cara yang halus, tidak dengan memperlihatkan atau mengumbar kedekatan antar lawan jenis secara berlebihan, terlebih dengan mempertontonkan kemesraan pasangan dibawah umur yang terkadang malah dijadikan panutan. Maka pendampingan terhadap remaja diusia ini menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh berbagai pihak. Begitupula, sudah saatnya kita sebagai generasi muda lebih terbuka pada hal yang dianggap tabu agar tidak gagap dan salah bertindak dalam menghadapi berbagai isu dan problematika yang ada. Dan sebuah keharusan bagi kita agar tetap menjaga kehormatan diri dengan aturan islam yang menenangkan, mengisi masa muda dengan hal yang postif yang lebih produktif, dan tidak selalu memperturutkan hawa nafsu yang dapat membawa pelaku nya pada jurang kenistaan.*

Sumber: Persis.or.id


latestnews

View Full Version