View Full Version
Sabtu, 07 Mar 2020

Bertelanjang Bukan Seni

 
Oleh:
Ana Nazahah, anggota Revowriter Aceh
 
 
BARU-BARU ini jagad maya Instagram dan Twitter dibuat heboh oleh foto seksi Tara Basro. Warganet menilai foto dengan caption "Worthy of Love" tersebut mengandung unsur pornografi.
 
Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate justru menilai sebaliknya. Menurutnya foto aktris Tara Basro yang viral tersebut bukanlah pornografi. Atas dasar itu, Johnny menilai foto tersebut sama sekali tak melanggar Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
 
"Kalau itu bagian dari seni, maka itu hal yang biasa. Namanya juga seni," ujar Johnny di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020), dikutip dari Kompas.com.
 
Pernyataan Johnny, berbeda dengan yang disampaikan oleh Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu. Ferdinandus sebelumnya menyebut foto Tara telah menampilkan ketelanjangan, sehingga melanggar muatan kesusilaan yang diatur dalam pasal 27 ayat 1 UU ITE.
 
Pornografi atau seni?
 
Di dalam RUU KUHP pasal 180 disebutkan, "Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bunyi pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat," dikutip detikcom, Jumat (6/9/2019).
 
Namun, Tora Basro sepertinya tak dikenai delik ini, yang disebutkan Ferdinandus Setu, bahwa foto tersebut mengandung ketelanjangan. Karena RUU KUHP mengecualikan apabila bagian dari karya seni, budaya, hingga olahraga, maka itu dibolehkan.
 
Pertanyaannya, Kenapa bisa foto telanjang Tora Basro yang viral tersebut tidak dianggap Pornografi, namun malah dianggap seni? Nah, di sinilah letak masalahnya, saat undang-undang buatan manusia dijadikan landasan. Terlebih sekulerisme memang sangat mengagung-agungkan kebebasan berekspresi. Akhirnya, salah dan benar menjadi bias.
 
Bolehkah Bertelanjang Dalam Islam?
 
Di dalam Islam, siapapun Muslim boleh menjadi pegiat seni, mengekspresikan karya baik fisik maupun nonfisik. Selama seni tersebut tidak mengandung unsur pembodohan, khurafat, kesyirikan, kemunkaran, merendahkan Allah dan RasulNya. Serta tidak mengundang syahwat. 
 
Karenanya, seni bahkan bisa menjadi wasilah dakwah, sebagaimana dakwah para wali songo di Nusantara saat menyebarkan Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga misalnya, berdakwah menggunakan musik dan wayang kulit. Berbekal seni inilah, yang mengantarkan manusia akhirnya mengenal Tuhan, puncak dari segala keindahan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
 
إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ 
 
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, ia menyukai keindahan.” [HR. Muslim].
 
Dengan kata lain, seni adalah segala hal yang mempertemukan keindahan dengan kebenaran (Islam). Sehingga orang atau penikmat seni semakin bertambah iman dan ketakwaannya. Inilah makna seni sebenarnya di dalam Islam.
 
Sebaliknya, jika seni tersebut mengandung sesutu yang tidak mencerminkan kebenaran, mengandung kekufuran, bahkan mengundang syahwat misalnya. Maka karya tersebut tidaklah dikatogorikan seni. Melainkan sesuatu maksiat yang bahaya. Seni seperti ini, maka wajib dihilangkan.
 
Sebagimana yang dilakukan Rasulullah SAW saat Fathu Makkah. Rasulullah menghancurkan segala berhala dan segala lukisan yang mengandung kesyirikan, karena merupakan maksiat. Tak kurang 360 patung yang dimusnahkan. Sekiranya Rasul mengangangapnya sekedar seni, tentu tidak dilakukan.
 
Begitulah Islam sangat memperhtikan aqidah pemeluknya, dengan segenap syariah yang bersifat menjaga. Islam adalah satu-satunya agama sekaligus ideologi yang sempurna. Syariat Islam mampu menjadi problem solving bagi persoalan yang ada. 
 
Karenanya, mengambil hukum sekuler sebagai tolak ukur perbuatan, bisa berakibat fatal. Benar dan salah menjadi bias, karena sekulerisme menjadikan kebebasan berekpresi sebagai sesuatu yang paling diagung-agungkan. 
 
Jika kebebasan berekspresi ini semakin dibiarkan, seperti halnya budaya telanjang. Maka hanya akan membawa manusia kembali ke zaman jahiliyah. Saat manusia hidup dalam kebodohan dan jatuhnya martabat.*

latestnews

View Full Version