View Full Version
Kamis, 30 Apr 2020

Nasi Anjing, antara Memberi Bantuan dan Penodaan terhadap Umat Islam

 

Oleh:

Siti Hajar, M. Sos

Aktivis Dakwah dan Fasilitator Tahfidz

 

NASI bantuan berlogo kepala anjing telah viral di media sosial baru-baru ini membuat warga heboh. Sejumlah gerakan sosial dari pihak oknum tertentu yang membagikan bantuan berupa nasi bungkus yang dibagikan terhadap warga muslim di Jakarta Utara. Hal tersebut membuat kericuhan dan membuat pihak kepolisian ikut turun tangan.

Dikutip dari Detik.com Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyebut Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara telah menyelidiki kasus nasi anjing itu. Polisi juga sudah mendatangi lokasi pembuatan nasi anjing itu.

"Mendapati bahwa pembuatan nasi dengan bahan halal," kata Yusri Yunus dalam keterangannya, Senin (27/4/2020).

Yusri menyebut pembuat nasi bungkus itu juga telah menjelaskan alasan memilih diksi 'nasi anjing'. Yusri menyebut 'nasi anjing' dipilih karena anjing dianggap hewan yang setia.

"Istilah yang digunakan dengan nama anjing karena menganggap anjing hewan yang setia dan nasi anjing karena porsinya lebih besar sedikit dari nasi kucing dan diperuntukkan untuk orang kecil untuk bertahan hidup," ucap Yusri.

Yusri lalu menjelaskan isi lauk pauk di dalam bungkusan nasi anjing itu. "Bahan yang digunakan adalah cumi, sosis sapi, teri, dan lain-lain," sebut Yusri.

Tanggapan lain seperti yang dikutip pada laman REPUBLIKA.CO.ID  bahwa  Majelis Ulama Indonesia (MUI) prihatin dengan pembagian nasi bungkus pada warga sekitar Masjid Babah Alun, Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ahad (26/4) dini hari. Pasalnya, nasi bungkus itu dianggap mengandung pelanggaran etika pada umat Islam. MUI menyayangkan insiden yang terjadi pada bulan suci umat Islam itu. Seharusnya tiap umat agama menunjukkan rasa hormat pada Muslim yang beribadah.

Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi menyampaikan; “Pembagian nasi bungkus dengan label anjing sebetulnya sebuah pelanggaran terhadap etika bermasyarakat dan sekaligus penghinaan kepada masyarakat fuqoro masakin yang kebetulan adalah umat Islam. Apalagi, pembagian terjadi di bulan suci Ramadhan ".

Hal ini membuat banyak umat Islam menjadi merasa terhina dan marah. Islam sendiri menempatkan hewan anjing adalah salah satu hewan yang diharamkan untuk dimakan, otomatis dengan membaca tulisan yang tertera dibungkus nasi maka umat Islam akan membayangkan bahwa daging yang ada di dalam nasi itu tentu saja daging anjing. Walaupun akhirnya dijelaskan oleh sang donatur, isi menu itu halal, dan nama itu hanya sebagai padanan seperti halnya "nasi kucing."

Para  pelaku beralasan  Disebut "nasi anjing" karena ini porsinya lebih besar dibanding nasi kucing yang kita kenal, juga dipilih karena anjing dianggap hewan yang setia.  Namun, penjelasan ini otomatis tidak masuk akal dan tidak dapat diterima. Kenapa tidak diberi nama nasi sapi saja sekalian? Toh sapi  lebih besar dari anjing jika itu alasannya adalah ukuran porsinya. Lagi lagi ini merupakan sebuah dalih yang bertujuan  penodaaan dan penghinaan terhadap umat Islam.  Jika memang tujuannya untuk memberi bantuan terhadap orang yang membutuhkan seharusnya tidak diberi simbol “kepala anjing bertulisan nasi anjing”. Maka, sudah seharusnya tidak asal memberi nama. Kalau dia Muslim, harus memberi nama makanan dengan yang baik-baik agar mengundang selera. Islam juga melarang  memberi nama yang mengolok-olok agama lain.

Berbeda dengan penamaan nama nasi kucing, itu jelas tidak bisa disamakan. Konotasinya berbeda, bukan dari kuantitas banyak atau sedikit nasinya, tapi dari sosiolinguistik dimana penamaan nasi kucing diberikan penamaannya oleh konsumennya, bukan si pembuatnya.

 Kita ketahui bersama bahwa negara Indonesia sedang ditimpa pandemik wabah Covid-19, tentu tidak seharusnya memancing di air keruh. Jika niatnya ingin memberi bantuan, bantu saja tanpa harus membuat amarah yang tentunya akan meresahkan serta memantik kegaduhan di antara kalangan umat beragama.

Dalam Islam sendiri  telah mengajarkan kebersihan dan benar benar menjaga asal usul darimana makanan diperoleh, bagaimana proses memasaknya dan memastikan suci semua alat memasak dan alat makannya. Nama nama makanannya pun dibuat sedemikian indah hingga menggugah selera dengan disertai tempat penyajian yang menarik dan suci. Begitulah indahnya syariat Islam.

Tidak hanya mengatur tentang makanan, Islam telah mengatur bagaimana adab memberi bantuan terhadap orang yang tidak mampu.  Istilah memberi bantuan dalam Islam disebut sedekah. Islam mengajarkan untuk menyisihkan sebagian harta yang dimiliki umatnya, salah satunya melalui sedekah.  Sedekah bertujuan untuk menyucikan harta, membantu sesama serta bekal pahala di akhirat kelak.

Seperti yang tertulis dalam Hadis Riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda, "Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah dan kepada kerabat ada dua (kebaikan), yaitu sedekah dan silaturrahim."

Dalam bersedekah, umat Islam dianjurkan untuk tidak menyakiti perasaan orang yang diberi sedekah serta lebih baik menyembunyikan amalan sedekahnya tersebut. Hal ini untuk menghindari sifat riya yang dapat menghapus pahala sedekah.

Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 264, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah."

Sebagaimana sesama manusia  Untuk itu, Islam melarang untuk menyakiti hati orang lain khususnya sesama muslim. Sedangkan menyakiti hati orang lain adalah sesuatu yang mudah kita lakukan. Maka janganlah kita asal berbicara atau melakukan sesuatu tanpa pernah dipikirkan terlebih dahulu.

Dari penjelasan diatas Islam telah mengajarkan umat Islam ketika memberi bantuan atau bersedekah tidak boleh menyakiti perasaan si penerima apalagi sampai menghinanya dan merendahkan martabatnya.

Sudah saatnya kita sebagai umat manusia tidak saling menyakiti dan ikhlas dalam memberi tanpa ada unsur lain. Jika seseorang tujuannya adalah berbuat kebaikan maka dalam pemberian label khususnya  terhadap makanan haruslah diberi dengan nama yang baik dan indah, sehingga si penerimapun senang dan merasa berterimakasih terhadap pemberian yang kita berikan, bahkan mendoakan kebaikan terhadap pemberi tersebut.*


latestnews

View Full Version