View Full Version
Jum'at, 12 Nov 2021

Permendikbud PPKS: Karpet Merah Liberalisasi Seksual di Perguruan Tinggi

 

Oleh: Emil Apriani, S.Kom 

Makin maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di negeri ini, sungguh sangat memprihatinkan. Kasus kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual pun terjadi di instansi pendidikan termasuk di lingkungan perguruan tinggi (kampus). Lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu untuk belajar kehidupan dan kemanusiaan justru menjadi tempat di mana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar.

Sebagai langkah pencegahan dan penanganan terkait kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi tersebut, akhirnya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) belum lama ini mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Mendikbudristek Nadiem Makarim menandatangani Permen (Peraturan Menteri) PPKS ini pada 31 Agustus 2021 dan berlaku mulai 3 September 2021 usai diundangkan.

Namun, Permendikbud No. 30/2021 ini dianggap bermasalah dan dapat menjadi polemik di tengah masyarakat. Tak ayal, Permen tersebut menjadi sorotan berbagai kalangan dan menuai beragam kritik keras. Mulai dari tokoh pendidikan, para ulama maupun organisasi keagamaan secara tegas menolak.

Permen ini penuh kontroversi, hal tersebut dikarenakan di dalamnya mengandung frasa 'persetujuan' hubungan seksual (sexual consent) yang terdapat dalam pasal 5. Disebutkan secara berulang bahwa tindakan seksual akan dianggap pelanggaran jika tidak ada persetujuan dari korban. 

Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta yang juga pakar kebijakan publik, Prof Dr Purwo Santoso mengatakan bahwa Permendikbud dibangun logika liberal. Hal itu terlihat dalam pendefinisian kekerasan seksual pada pasal 5. Yang jadi acuan perasaan dipaksa dan tidak dipaksa, consent, persetujuan. Itulah yang menjadikan ukuran-ukuran yang dipasang menjadi kontroversial.

Majelis Ormas Islam (MOI) yang terdiri dari 13 ormas Islam Indonesia pun menilai bahwa Permen tersebut secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinaan dan dengan demikian akan mengubah dan merusak standar nilai moral mahasiswa di kampus, yang semestinya perzinaan itu kejahatan malah kemudian dibiarkan. Menurut MOI, Permendikbud ini menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya (Republika, 2/11/2021)

Dalam Permen ini seolah melegalisasi perbuatan seks bebas dengan dalih persetujuan masing-masing pihak, dengan kata lain mau sama mau atau suka sama suka. Dan ini sangat berbahaya, berpotensi melegalkan dan memfasilitasi perbuatan zina dan perilaku penyimpangan LGBT di lingkungan kampus yang bertentangan dengan norma-norma agama dan nilai-nilai luhur bangsa.

Perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat lahirnya generasi yang membawa perubahan dan perbaikan bukan malah difasilitasi dengan kebijakan yang memberikan karpet merah bagi liberalisasi seksual. Inilah realitas penerapan sistem sekuler-kapitalis. Sekularisme meniscayakan agama dan menjauhkan agama dari aturan kehidupan yang akhirnya melahirkan pola pikir liberal (serba bebas), termasuk dalam instansi pendidikan perguruan tinggi.

Karenanya, meski dibuat kebijakan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi hanya melihat dari sisi kerugian materi bukan karena kekerasan seksual dipandang sebagai kejahatan seksual yang dilarang dalam agama. 

Berbeda halnya dengan Islam yang melawan segala bentuk kejahatan seksual, baik berupa perzinaan, LGBT, prostitusi, pencabulan dan hubungan seksual yang dilakukan di luar perkawinan dengan cara berganti-ganti pasangan, dilakukan atas keinginan sendiri ataupun dipaksa. Semua perbuatan tersebut termasuk ke dalam perbuatan dosa yang dilarang dan melanggar syariat Islam.  

Maka berbagai kebijakan yang menjadi perwujudan asas sekularisme dalam mengatasi persoalan di instansi pendidikan, akan memberikan karpet merah bagi beragam liberalisasi, yang melahirkan berbagai kekacauan dan menjauhkan generasi bangsa ini dari tujuan mulia pendidikan. 

Dengan gencarnya arus liberalisasi dari sistem sekularisme inilah, generasi masa depan akan kian kehilangan pegangan, karena mereka makin dijauhkan dari Islam yang justru menjadi kunci kebangkitan. Wallahu'alam bishowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: google/suara.com


latestnews

View Full Version