View Full Version
Jum'at, 03 Dec 2021

Miras di Indonesia dan Cara Islam Memberantasnya

 

Oleh: Ririn Dyah Wijayanti

Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki sumber kekayaan SDA yang dapat digunakan sebagai sumber pemasukan negara selain sektor jasa lainnya. Pemasukan negara yang berasal dari sumber yang halal tentunya akan berdampak pada semakin berkahnya negeri. Keberkahan adalah ziyadatul khoyr.

Tidak selayaknya pemasukan negara mayoritas muslim ini, bersumber dari sesuatu yang haram. Dikutip dari harian kumparan (7/11/2021), "Kerugian negara terletak pada perubahan pasal 27 Permendag tahun 2014 yang menyatakan bahwa pengecualian bawaan minuman beralkohol (minol) boleh di bawah 1000 ml menjadi longgar di Permendag No. 20 tahun 2021 bahwa minol bawaan asing boleh 2500 ml. Pastinya ini menurunkan pendapatan negara," beber Cholil Nafis.

Kebolehan membawa minuman alkohol ini untuk menarik wisatawan asing ke Indonesia. Patut kita sadari, banyak mudharat dari adanya minuman keras ini. Mabes POLRI mencatat sebanyak 223 kasus dari 2018 samapai 2020 karena meminum minuman keras ini, salah satunya pemerkosaan. Brigjen Awi mengatakan berbagai jenis kejahatan kriminal terjadi akibat dari para pelaku menenggak miras. Hasil pemeriksaan para pelaku kriminal, banyak yang mengaku dipengaruhi miras saat melakukan aksi kriminalnya (Indizone, 13/11/2020).

Di tahun 2015, detik mengungkap 23% remaja telah mengkonsumsi miras selama tujuh tahun terakhir, atau sebanyak 14,4 juta orang. Ketua Umum GeNAM (Gerakan Nasional Anti Miras) Fahira Idris dalam mengatakan, mudahnya mendapatkan miras dan longgarnya pengawasan orang tua dan lingkungan sekitar menjadi salah satu penyebab begitu tingginya persentase remaja yang pernah mengonsumsi miras. Selain itu, rasa solidaritas dan ikatan pertemanan menjadi alasan remaja mau mencoba miras.

Bisa dibayangkan, jika kebijakan dari Permendag RI No. 20 tahun 2021tersebut dijalankan, bagaimana nasib masa depan remaja kelak sebagai penerus bangsa.

Patutlah kita merenungkan Hadits Nabi:

“Allah melaknat (mengutuk) khamar, peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau penyimpannya, pembawanya, dan penerimanya.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar).

Firman Allah:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, “(QS Al Baqarah : 219)

Tidakkah cukup bencana besar yang melanda Indonesia dikarenakan ketidakberkahan pemasukan negara ini?

Sumber Pendapatan Negara

Secara garis besar, pendapatan negara yang masuk ke dalam Baitul Mal di kelompokkan menjadi 5 sumber:

Pertama: Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.

Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:

1. Fasilitas umum. Fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum; jika tidak ada dalam suatu negeri atau suatu komunitas akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketa-an. Contoh: air, padang rumput, api (energi), dll.

2. Barang tambang dalam jumlah sangat besar. Barang tambang dalam jumlah sangat besar termasuk milik umum dan haram dimiliki secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas, perak, besi, tembaga, dll.

3. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu. Ini meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya.

Kedua: Dari Harta Milik Negara dan BUMN.

Jenis pendapatan kedua adalah pemanfaatan harta milik negara dan BUMN. Harta milik negara adalah harta yang bukan milik individu tetapi juga bukan milik umum. Contoh: gedung-gedung pemerintah, kendaraan-kendaraan pemerintah, serta aktiva tetap lainnya. Adapun BUMN bisa merupakan harta milik umum kalau produk/bahan bakunya merupakan milik umum seperti hasil tambang, hasil hutan, emas, dan lain-lain; bisa juga badan usaha yang produknya bukan merupakan milik umum seperti Telkom dan Indosat.

Ketiga: Dari Ghanimah, Kharaj, Fai, Jizyah, dan Tebusan Tawanan Perang.

Keempat: Pendapatan dari Zakat, Infak, Wakaf, Sedekah, dan Hadiah.

Kelompok yang keempat ini adalah mekanisme distribusi harta atau kekayaan yang sifatnya non-ekonomi. Potensi zakat di Indonesia saat ini dengan asumsi yang minimalis diperkirakan sekitar Rp 103.5 triliun.

Kelima: Dari Pendapatan Insidentil (Temporal)

Yang masuk dalam kelompok ini adalah pajak, harta ilegal para penguasa dan pejabat, serta harta denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara terhadap aturan negara.

Berdasarkan uraian di atas, Negara Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam membiayai kegiatannya, termasuk kegiatan pembangunan. Cara-cara tersebut sangat berbeda dengan cara-cara negara kapitalis. Dalam negara kapitalis, sumber utama pemasukan negara dibebankan kepada rakyat dengan jalan menarik pajak. Jika ini tidak memadai, negara dapat mencari dana dari luar melalui utang luar negeri. Sebaliknya, Negara Islam justru terlebih dulu mengandalkan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak membebani masyarakat. Dan Miras tidak akan menjadi sumber pemasukan negara karena keharamannya. Wallahu’alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version