View Full Version
Rabu, 29 Dec 2021

Tarif Listrik Kian Mencekik, Salah Siapa?

 

Oleh: Linda Ummu Khansa

Lagi, ibarat petir di siang bolong, rakyat kembali dikejutkan dengan wacana akan dinaikkannya tarif dasar Listrik pada tahun 2022.

Bagi pelanggan PLN bakal mengeluarkan biaya tambahan memasuki tahun 2022 mendatang. Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian) pada 2022 mendatang.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut jika kondisi pandemi Covid-19 membaik, maka kemungkinan besar tariff adjustment ini akan diterapkan kembali sesuai aturan awal pada 2022. (banjarmasin.tribunnews.com, 13/12/2021)

Menanggapi hal tersebut, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto mengatakan, rencana mengenai tarif adjustment ini memang sudah lama didengungkan.

"Adjustment atau penyesuaian tarif ini biasanya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kurs dollar, inflasi dan juga harga minyak dunia," kata Agus saat dihubungi Tribunnews, Jumat (3/12/2021). (tribunnews.com, 03/12/2021)

Kesekian kalinya tarif listrik dinaikkan. Sudahlah jatuh, ketimpa tangga. Berkali-kali pula. Mungkin inilah gambaran beratnya hidup di bawah sistem kapitalisme saat ini. Tidak dapat dibayangkan, semakin beratnya beban rakyat jika kebijakan ini betul-betul diterapkan pada tahun 2022 ini.

Rakyat dipaksa untuk menganggap ini sebagai perkara yang lumrah. Apalah daya, tiada pilihan lain kecuali menerima kenyataan. Para ibu harus semakin mengencangkan pinggang untuk mengatur keuangan yang tak seberapa agar dapur tetap mengepul, bahkan ikut serta menghabiskan waktu di luar rumah, untuk membantu perekonomian keluarga. Lalu bagaimana nasib anak-anak yang terurus dan tak terdidik.

 Para ayah harus bekerja membanting tulang hingga tak pelak segelintir tak lagi mempedulikan halal haram karena isteri dan anak yang kelaparan. Para pedagang harus siap-siap gulung tikar karena harga barang semakin melonjak, sedang modal semakin minim. Ekonomi sulit sangat berkorelasi dengan tajamnya kenaikan tingkat kriminal. Keamananpun semakin berkurang. Lalu siapa yang dapat disalahkan.

Ini baru sebagian kecil efek resonansi dari naiknya tarif listrik. Wajar. Karena listrik adalah salah satu kebutuhan penting umat manusia. Bahkan sangat penting untuk kemajuan dan keberlangsungan hidup rakyat. Namun sayang, sistem kapitalisme saat ini, takkan pernah mampu memberikan pelayanan terbaik serta kesejahteraan rakyatnya.

Sistem Kapitalisme adalah sebuah sistem yang berasaskan sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Aturan-aturan dalam mengatur sistem kehidupan manusia berasal dari akal manusia yang lemah dan terbatas.

Salah satu diantaranya adalah persoalan konsep kepemilikan. Sistem ekonomi kapitalisme tidak  memiliki konsep kepemilikan sehingga segala sesuatu yang bernilai boleh menjadi komoditas. KeranInvestasi dibuka sebesar-besarnya. Hingga kemudian komoditas yang penting bagi rakyat justru jadi barang dagangan. Harganya pun terus melejit.Karena itu sangat jelas sekali ada campur tangan korporasi di dalam pengelolaan hajat publik.

Penerapan sistem Kapitalis memandang kehidupan ini serba materi. Mencari manfaat / keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memandang halal dan haram. Banyaknya korporasi yang berdiri tidak  menguntungkan bagi rakyat. Seperti di bidang ekonomi, rakyat lebih banyak menjadi buruh kerja di negeri sendiri namun tak mampu menikmati hasil kekayaan alamnya sebab hasil keuntungannya bukan untuk rakyat. Keuntungan masuk ke dalam kantong pengusaha kaya yang tak peduli nasib rakyat.

Masihkah berharap pada sistem kapitalisme yang telah jelas tak mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan. Padahal ada sebuah sistem hebat yang berasal dari Tuhan Sang Pencipta, Allah Swt, yang dalam sejarahnya, ketika Islam sebagai sebuah sistem aturan yang sempurna diterapkan seutuhnya, menorehkan catatan yang gemilang dan tak tertandingi.

Islam bukan sebatas agama melainkan memiliki aturan yang kompleks terkait kebijakan publik. Pandangan Islam seperti halnya energi baik listrik, minyak, gas dan lain sebagainya merupakan kebutuhan publik yang tak boleh dikomersilkan atau diperjualbelikan. Sebab kebutuhan publik adalah kebutuhan yang sangat mendasar yang wajib dipenuhi negara bahkan secara cuma-cuma. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad : ” Manusia berserikat pada tiga hal yaiitu air, padang gembalaan (tanah)”, dan api. (HR. Abu daud, Ahmad, Ibnu majah).

Hadits diatas menunjukkan bahwa ke tiga hal tersebut tak boleh dimiliki individu/kelompok. Sebab merupakan kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi. Diantaranya adalah listrik yang termasuk harta milik rakyat, bukan milik individu atau kelompok. Negaralah yang seharusnya menjadi pengatur dan pengolah hingga menyediakannya ke tengah-tengah masyarakat secara gratis.

Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Adapun listrik termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikelola individu/swastanisasi. Pengelolaannya harus oleh negara. Jika negara mendapatkan keuntungan, harus mengembalikannya pada rakyat dalam bentuk layanan pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Sungguh, hal ini pernah diterapkan oleh para khalifah dahulu. Dengan aturan syariat Islam, mampu mensejahterakan hingga 13 (tiga belas) abad lamanya. Pandangan Islam terkait kebutuhan rakyat wajib di dahulukan baik darurat ataupun tidak. Saatnya negara meninggalkan sistem Kapitalis yang menyengsarakan beralih pada sistem Islam yang menyejahterakan. Wallahua’lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version