View Full Version
Jum'at, 29 Apr 2022

Konflik Palestina dan Kuatnya Dukungan Amerika

 

Oleh: Rismayanti Nurjannah

 

Konflik lama yang tak terselesaikan terus berulang, konflik Palestina dan Israel. Dunia pun bergeming, tak ada aksi nyata dari para pemimpin di berbagai belahan dunia, terutama negara-negara muslim. Bungkam, sibuk dengan urusan dapurnya. Padahal, saudaranya tengah diluluhlantakkan oleh Israel laknatullah. Paling banter, sekadar kecaman yang minus aksi nyata.

Terbaru, penyerangan terjadi pada Jumat (15/4/2022) di kompleks Masjid al-Aqsa Yerusalem. Polisi kompleks Masjid al-Aqsa Yerusalem bahkan memasuki tempat suci tanpa melepas alas kaki dan menyerang orang-orang Palestina menggunakan peluru, granat kejut, tongkat polisi, gas air mata, dan sebagainya. (Kompas.com, 16/04/2022)

Menurut data Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) sebagaimana dirilis katadata.co.id (18/4/2022), sejak 2008 hingga awal April 2022 tercatat total penduduk Palestina yang tewas akibat konflik dengan Israel sudah mencapai 6.014 orang. Sementara itu, selama periode yang sama OCHA mencatat hanya ada sekitar 265 korban jiwa dari pihak Israel. Jelas ini menunjukkan tidak imbangnya kekuatan militer antara Palestina dan Israel.

Saat ini kita dipertontonkan ketidakadilan dunia menyikapi konflik di berbagai negara. Tatkala Rusia melakukan invasi ke Ukraina, ramai dunia mengecam. Tapi saat Israel membabi buta, dunia tak mengindahkannya. Tak hanya itu, kita pun dipertontonkan “standar ganda” ala Barat. Saat Rusia menginvasi Ukraina, Barat menjatuhkan sanksi atasnya. Tapi ketika Israel yang melakukannya, Barat mengabaikan kejahatannya terhadap Palestina.

Dunia pun seolah mengaminkannya, tak ada protes. Padahal, pendudukan terlama pasca-perang dunia yakni pendudukan yang dilakukan Israel atas Palestina. Bagaimana tidak, Israel bisa melenggang dengan bebas tentu atas dukungan dari negara adidaya saat ini. Tahun lalu saja dikabarkan, saat Israel membunuh ratusan orang Palestina di Gaza, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dikabarkan mau menjual senjata berpemandu canggih buatan Boeing senilai USD 735 juta atau setara Rp10,4 triliun ke Israel. Bahkan, AS disebut-sebut sebagai pendukung kuat Israel yang terus menggelontorkan bantuan masif dari negara lain. (tempo.co.id, 20/05/2021)

Komitmen AS terhadap keamanan Israel didukung oleh kerja sama pertahanan yang kuat dan Memorandum of Understanding (MoU) 10 tahun senilai US$ 38 miliar (Rp543,8 triliun) yang ditandatangani oleh AS dan Israel pada tahun 2016. Sesuai dengan MoU tersebut, maka Amerika Serikat setiap tahunnya menyediakan US$ 3,3 miliar (Rp47,2 triliun) dalam pembiayaan militer asing dan US$ 500 juta (Rp7 triliun) untuk program kerja sama guna pertahanan rudal.

74 tahun berlalu, negara-negara muslim hanya jadi penonton atas kekejaman Israel terhadap Palestina. Diamnya negara-negara kaum muslim atas kekejian ini karena memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap AS. Sehingga, Palestina tidak memiliki dukungan politik dan strategi perjuangan yang kuat layaknya Israel.

Kondisi ini akan terus berlanjut hingga ada kekuatan politik yang seimbang yang mampu melepaskan Palestina dari jajahan Israel dan terlepasnya negara-negara kaum muslim dari ketiak Amerika. Negara Arab yang posisinya dekat dengan Palestina pun sama kondisinya, tak ada taring untuk menggigit. Lihat saja bagaimana Liga Arab bekerja, yang tujuan pembentukannya untuk mencegah negara Yahudi eksis di Palestina, justru tak memiliki peran signifikan dalam upaya pembebasan Palestina.

Selagi AS menjadi negara superpower dan negara-negara kaum muslim memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap AS, maka Israel tak akan angkat kaki dari Palestina sedikit pun. Bahkan, bisa jadi perlahan Palestina sepenuhnya dikuasai Israel laknatullah. Eksistensi Israel atas Palestina sejatinya bisa lenyap jika ada negara superpower yang posisi politiknya bisa setara dengan AS, bahkan lebih. Hanya saja, itu tidak akan teraih selama negara-negara kaum muslim masih berpijak pada asas yang diemban AS, Kapitalisme-Sekularisme.

Dari sinilah urgensinya sebuah negara berpijak pada ideologi yang jelas dan benar. Ideologi tersebut tak lain bersumber dari wahyu, yakni Islam. Tidakkah cukup keheroikan Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi jadi potret kegemilangan peradaban Islam melahirkan pribadi-pribadi pembebas yang memerdekakan Palestina? Mereka terbentuk karena Islam telah terinternalisasi dalam pribadi-pribadi kaum muslim kala itu. Semangat dakwah dan jihad jadi orientasi hidup mereka.

Hakikatnya, Israel tak mengenal bahasa damai. Israel hanya mengenal bahasa jihad. Jihad yang akan menggentarkan musuh-musuh Islam dan menjaga izzah kaum muslimin. Pengusiran Israel dari tanah Palestina tak lain hanya bisa dilakukan dengan mengirimkan militer di bawah payung jihad dan ini hanya akan terjadi jika seluruh negara kaum muslim bersatu di bawah satu payung yang sama, berpijak pada satu asas yang sama yakni Islam dalam bingkai institusi Khilafah Islamiyyah. Wallahu a’lam bi ash-shawwab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version