View Full Version
Rabu, 22 Jun 2022

Jangan Kriminalisasi Institusi Warisan Nabi!

 

Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
(Aktivis Dakwah, Penulis Buku, dan Editor)

Narasi radikalisme tak pernah sepi disuarakan ke telinga umat. Tak luput pula narasi tersebut disandingkan dengan institusi Nabi bernama Khilafah, yang kemudian disebut sebagai ideologi Ormas tertentu yang dicap radikal. Demikianlah tudingan miring terhadap Khilafah terus digaungkan, sehingga masyarakat awam terjangkiti islamofobia, bahkan membatasi diri dengan kegiatan-kegiatan pengajian yang terindikasi menyampaikan ajaran Khilafah. Bahkan beberapa waktu lalu, muncul rilis nama-nama penceramah yang terkategori radikal dan layak diwaspadai, tersebar luas di media sosial. Parahnya, salah satu indikator yang menjadikan mereka dilabeli radikal adalah menyerukan Khilafah dalam ceramahnya. Sungguh memprihatinkan!

Demikianlah dahsyatnya stigma negatif yang dibangun tentang Khilafah. Menjadikan islamofobia di tengah umat terus bertumbuh. Akhirnya pengemban dakwah yang menyuarakan Khilafah dikriminalisasi bahkan dipersekusi. Menteri Agama pun membuat regulasi yang sangat berpotensi memecah belah umat Islam, yakni sertifikasi ulama. Seolah para ulama akan terkotak-kotakan menjadi ulama pelat merah dan ulama pelat hitam.

Ulama yang mendapat sertifikat tentu saja yang lolos seleksi sesuai standar penguasa. Dan standar tersebut tidak jauh dari proyek moderasi beragama, yakni wajib menempatkan ajaran Islam dengan penuh toleransi terhadap nilai-nilai Barat, tidak anti-Pancasila, dan menjunjung tinggi NKRI. 

Perjuangan Institusi Ini Bukan Ideologi

Sejatinya tudingan bahwa Khilafah adalah ideologi merupakan kesalahan fatal yang perlu diluruskan. Khilafah bukanlah ideologi, melainkan ajaran Islam. Khilafah merupakan institusi warisan Rasulullah saw. Sedangkan Rasulullah adalah suri teladan bagi umat manusia. Segala perkataan, amalnya, bahkan diamnya bersumber dari wahyu.

Allah Swt berfirman:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab : 21)

Salah satu wasiat Rasulullah saw menjelang wafatnya adalah,  "Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya." (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah akan membawa keselamatan kepada kita, selama kita berpegang teguh kepada keduanya. Adapun berpegang teguh pada keduanya tak  hanya mampu dilaksanakan dalam skala individu saja, melainkan juga butuh peran negara untuk mengimplementasikan syariat Islam secara kaffah sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Qur'an.

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan) dan janganlah ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (TQS.Al-Baqarah: 208)

Oleh karena itulah, Rasulullah saw menegakkan daulah Islam di Madinah. Di bawah naungannyalah, syariat Islam diberlakukan kepada seluruh rakyatnya. Dengan pengaturan berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, Daulah Islam mampu menjalankan fungsinya sebagai pemelihara urusan rakyat secara adil dan mampu menciptakan kesejahteraan yang merata, baik kepada muslim maupun nonmuslim. Lebih daripada itu, Daulah Islam mampu menciptakan suasana kehidupan yang diliputi ketakwaan kepada Allah Sang Pencipta Semesta.

Sementara itu, pasca wafatnya Rasulullah, ada banyak para Khalifah. Sedangkan institusinya disebut Khilafah yang artinya pengganti. Khilafah sering juga disebut imamah. Para Sahabat Rasulullah saw, yakni para Khulafaur Rasyidin adalah para Khalifah yang menjalankan roda pemerintahan di bawah naungan institusi Khilafah.

Setelah masa itu, hadir para Khalifah lainnya yang dibaiat oleh kaum muslimin untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah, mulai dari masa Kekhilafahan Bani Umayah, Bani Abassiyah, hingga Bani Utsmaniyah yang beribu kota di Istambul, Turki. Selama kurun 1300 tahun itulah, umat Islam memiliki kekuatan karena adanya junnah (perisai). Keberadaan umat Islam begitu disegani di segala penjuru negeri, karena memiliki institusi yang memancarkan keagungan dan kekuatan ke seluruh dunia.

Dengan demikian, keberadaan institusi Islam, yakni Khilafah, wajib adanya. Karena hanya dengan Khilafahlah, syariat Islam secara kaffah dapat diterapkan secara sempurna. Jelaslah bahwa Khilafah merupakan ajaran Islam, bukan ideologi Ormas tertentu sebagaimana yang dituduhkan.

Kriminalisasi Institusi Nabi Bagian dari Proyek Global

Upaya mengkriminalisasi Khilafah merupakan bagian dari proyek global mengadang kebangkitan Islam. Sebagaimana diketahui bahwasannya Barat memiliki agenda besar 'war on terorism' yang kemudian menjelma menjadi 'war on radikalism'. Agenda ini kemudian menjadikan proyek moderasi beragama yang dimasifkan ke tengah umat, satu wujudnya adalah menstigmanegatifkan ajaran Islam, seperti Khilafah dan jihad.

Oleh karena itu, umat harus waspada terhadap proyek moderasi beragama ini, karena akan memelintir kebenaran dan menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang kaffah. Umat digiring untuk berislam ala Barat, yakni ramah terhadap nilai-nilai liberal dan mendistorsi Islam sebatas ibadah ritual semata. Jadi, umat Islam harus memiliki prinsip yang kokoh sebagai muslim. Jangan mudah terbawa arus yang sengaja dicipatakan Barat untuk memecah belah dan membendung kebangkitan Islam. Bagaimana pun, Khilafah adalah institusi warisan Nabi, layak diperjuangkan sampai mati. Wallahu'alam bis shawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version