View Full Version
Selasa, 07 Feb 2023

Utang Menggunung, Negara Kapitalis tak akan Mampu Membendung

 

Oleh: Khaziyah Naflah

 

Wibawa Indonesia dianggap semakin turun di mata dunia internasional karena utang semakin tak terbendung. Bahkan, utang Indonesia yang semakin besar dianggap sebagai salah satu kriteria kegagalan pemerintah dalam mengelola negara.

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengungkapkan, jika pemerintah benar-benar hebat, maka tidak akan terjadi utang yang semakin membengkak seperti saat ini. Di mana, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah per 30 Desember 2022 sebesar Rp 7.733,99 triliun.

Jumlah itu mengalami kenaikan sebesar Rp 179,74 triliun jika dibandingkan dengan posisi utang pada bulan sebelumnya yang sebesar Rp 7.554,25 triliun ( rmol.id, 20/01/2023).

Disisi lain, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini juga mengungkapkan bahwa bisa jadi Jokowi nanti akan mewariskan utang belasan ribu triliun kepada pemimpin-pemimpin berikutnya. Pasalnya, tahun 2024 posisi kepemimpinan akan berganti, sedangkan utang terus membengkak. Dia juga mengungkapkan jika posisi utang yang kian membengkak ini akan berimplikasi kepada APBN ke depan yang akan habis untuk bayar utang dan utang akan masih banyak. 

Didik menilai hal ini terjadi karena buruknya sistem politik di Indonesia, sehingga perencanaan keuangan negara menjadi sangat buruk (harianSIB.com, 06/01/2023).

Tak dipungkiri, jika sistem perpolitikan di negeri ini nyatanya tidak mampu membawa rakyat pada kesejahteraan, yang ada justru rakyat senantiasa merasakan penderitaan akibat berbagai kebijakan yang kontra terhadap rakyat. Hal ini  juga akibat dari bahaya utang itu sendiri yang berasas pada ribawi. Dimana bahaya utang luar negeri tersebut akan melemahkan anggaran belanja negara pengutang dan membuat negara pengutang tidak mampu lagi melunasi utang-utangnya, pada saat inilah negara kreditor akan memaksakan keinginannya dengan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan mereka dan jelas merugikan  negara pengutang. Hal ini membuat kedaulatan negara tersandera di tangan para kreditor yakni para pemilik modal.

Disisi lain membengkaknya utang Indonesia dari tahun ke tahun juga merupakan bukti kesalahan dalam tata kelola ekonomi negeri ini. Kita bisa melihat potensi sumber daya alam di negeri ini begitu melimpah, dari mulai tambang emas, nikel, batu bara, aspal dan lainnya ditambah dengan potensi bahari yang luar biasa luas, serta kesuburan tanah yang bagus, namun mengapa bisa negeri ini justru terlilit utang yang begitu fantastis? Padahal jika sumber daya alam tersebut dikelola negara dengan baik, maka mampu mensejahterakan rakyat dan negara tidak perlu berutang pada para pemilik modal.

Namun apalah daya, inilah gambaran buruk sistem kapitalisme sekuler yang mana agama dipisahkan dalam tata kelola kehidupan manusia. Alhasil, semua kebijakan dibuat oleh akal manusia yang lemah dan terbatas, sehingga menimbulkan kesengsaraan. 

Negara yang terkungkung oleh ideologi kapitalisme membuat negara tersebut hanya berfungsi sebagai fasilitator dan regulator semata. Fasilitator yang memberikan hak bagi korporat untuk mengkomersialisasi komoditas SDA yang melimpah di negeri ini dan juga sebagai regulator agar untuk mengukuhkan kepentingan para korporat ini terjamin dengan berbagai kebijakan yang ada.

Negara dengan politik demokrasi hanya melegitimasi kepentingan para korporat saja dengan beragam produk hukum dan kebijakannya. Sehingga kepemimpinan hanya dijadikan sebagai ladang bisnis berbasis politik. Penguasa tak ubahnya seorang sales untuk mempromosikan bisnis-bisnis ekonomi para pemilik modal. Sehingga yang terjadi bentuk tanggungjawab negara dan para politisi terganti dengan adanya pengaruh para penguasa korporasi. Termaksud, dalam liberalisasi SDA yang melimpah ruah di negeri ini yang justru dinikmati oleh para korporat sedangkan  penguasa justru mengambil utang sebagai solusi defisit anggaran. Alhasil, negara ini harus tercengkram oleh para korporasi.

Rakyat akan selalu nya menjadi korban dalam sistem kapitalis demokrasi, sebab dasar kepemimpinan bukan riayatul suunil ummat, melainkan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Selain itu juga utang akan terus menggunung jika masih tetap berada dalam kungkungan kapitalis sekuler. Karena sistem ini meniscayakan kerusakan dalam berbagai ranah kehidupan manusia. Sehingga butuh regulasi dan solusi agar tata kelola negara berjalan lurus dan mampu mensejahterakan rakyat, semua itu hanya terdapat dalam sistem Islam.

Sistem perpolitikan dalam Islam berlandaskan pada prinsip riayatul suunil ummah (melayani urusan rakyat), dengan kata lain kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama dalam pengambilan kebijakan. Penguasa pun benar-benar menjalankan amanahnya untuk melayani rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Sebab khalifah paham bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat oleh Allah. Rasulullah saw. bersabda “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Kemudian "Imam/Khalifah adalah pengurus rakyat. Dia bertangungjawab atas urusan rakyatnya"(HR. Bukhari).

Selain itu, Islam juga memiliki sistem ekonomi yang kuat, dimana mata uangnya berupa dinar dan dirham yang terbukti stabil selama kurang lebih 14 abad masa kejayaan Islam. Kemudian, mekanisme pengelolaan APBN negara Islam berpusat pada baitul mal. Baitul mal itu sendiri adalah pos yang mengatur pemasukan dan pengeluaran pembelanjaan negara sesuai dengan hukum syara dari segi pengumpulan, penjagaan, dan pembelanjaannya.

Baitul mal memiliki tiga pos pemasukan, yakni pos pemasukan dari kepemilikan negara, dari kepemilikan umum dan dari zakat. Pos pemasukan dari kepemilikan negara berasal dari dua pemasukan. Pertama, pos pemasukan secara tetap yang berasal dari harta kharaj, jizyah, seperlima rikas, fai, usyur, ghanimah, dan ghulul. Sedangkan kedua, pos pemasukan yang tidak tetap berasal dari pajak (pemungutan pajak dilakukan jika baitul mal betul-betul dalam keadaan kosong sedangkan negara membutuhkan pendanaan untuk kemaslahatan rakyat).

Jalur pemasukan negara secara tetap akan memberikan sumbangsih harta yang besar yang dialokasikan untuk keperluan negara, seperti pembiayaan jihad dan dakwah, administrasi negara, mengaji para pegawai seperti guru, tentara, polisi, membangun insfratruktur dan lainnya.

Kemudian, pos pemasukan dari kepemilikan umum diperoleh dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang dikelola secara langsung oleh negara, seperti tambang batu bara, nikel, emas dan lainnya. Harta ini digunakan untuk kemaslahatan umat atau menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, seperti pembiayaan pendidikan, kesehatan, keamanan, pemberian subsidi BBM, listrik, dan lainnya.  Sedangkan pos zakat didapatkan dari zakat mal, zakat fitra, shadaqah, infaq, dan wakaf. Pos ini disalurkan kepada delapan asnaf yang tertera di dalam al-qur'an, diantaranya fakir, miskin dan ibnu sabil. Dan negara dilarang menyalurkan selain kepada delapan asnaf tersebut.

Dengan berbagai pemasukan tersebut maka negara akan mampu terhindar dari jerat utang yang akan menggerus kedaulatan negara, dan jika terjadi goncangan ekonomi, maka negara Islam akan secara memperbaikinya dengan cepat sesuai dengan syariat. Inilah indahnya jika Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan manusia. Rakyat sejahtera dan akan meraih berkah dari Sang Pencipta dan Pembuat hukum. Wallahu a'alam Bissawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version