View Full Version
Selasa, 07 Mar 2023

Menyoal Proyek KCJB yang Tak Kunjung Kelar

 

Oleh : Rima Septiani, S.Pd 

 

PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) bakal menambah utang sebesar US$ 550 juta atau sekitar Rp 8,3 triliun kepada China Development Bank (CDB). General Manager (GM) Corporate Secretary KCIC, Rahadian Ratry pun mengungkapkan dengan gamblang alasan penambahan utang dengan nominal tersebut. Nantinya tambahan utang baru tersebut digunakan untuk menambal anggaran proyek kereta cepat yang jebol.

Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi sempat menyampaikan, bengkak biaya proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung) adalah US$ 1,449 miliar atau Rp 22,7 triliun. Data tersebut berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per 15 September 2022. (cnbcindonesia/22/2/2023)

Pada titik ini, kisruh finansial pengerjaan KCJB kerap saja menuai polemik. Bagaimana tidak? Sudahlah skema awal B to B yang tanpa APBN tidak tercapai, biaya juga kian bengkak, dan kini Indonesia utang ke Cina untuk menambal biaya KCJB. Padahal jumlah utang Indonesia selain untuk KCJB juga tidak sedikit.

Sejak awal proyek KCJB ini sudah menuai kritikan dari berbagai tokoh. Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas juga mengkhawatirkan proyek penumpang KCJB berpotensi tak sesuai harapan dan dapat membebani keuangan Negara.

Beberapa bulan lalu,  proyek kereta api  cepat Jakarta Bandung terancam  mandek karena pembengkakan dana. Alhasil, penggunaan APBN menjadi jalan pintas yang diambil untuk melancarkan proyek ini, padahal sebelumnya  proyek ini tidak memakan dana APBN.

Di era kepemimpinan penguasa  saat ini, proyek-proyek pembangunan infrastruktur memang digencarkan. Mulai dari pembagunan jalan tol, bandara, pelabuhan, hingga IKN. Namun, di antaranya menimbulkan persoalan.

Proyek kereta cepat ini, yang merupakan bagian dari proyek Strategis Nasional (PSN), menjadi bagian tak terpisahkan dari gurita bisnis Tiongkok.  Pelaksana proyek KCIC merupakan konsorsium yang berisi empat BUMN dan perusaahan Cina. Selama beberapa tahun terakhir, otoritas Cina memang agresif mengembangkan banyak proyek di luar negeri melalui bendera Belt & Road Initiative (BRI). Termasuk pembangunan kereta cepat di Indonesia. (Katadata.co.id)

Inilah fakta lapangan yang menunjukan bagaimana ketertundukan negeri ini  terhadap penjajah. Negeri ini terkesan membebek pada kemauan asing dan aseng. Jika utang negara terus ditambah,  alhasil rakyat akan semakin menderita. Lebih dari itu, utang luar negeri juga akan menjadi jalan bagi para kapitalis untuk menjajah negeri ini. Sebab, skema utang dengan sistem ribawi adalah cara kapitalis menekan dan melakukan intervensi pada negeri lainnya.

Jika ini terus dibiarkan, maka hal ini akan berimbas pada setiap kebijkan yang dibuat pemerintah akan senantiasa memihak kepada korporasi sebagai pemilik modal. Maka tidak heran proyek kereta api cepat disegerakan tanpa mempertimbangkan  bagaimana dampaknya pada rakyat. Nasib rakyat seolah tidak lagi menjadi prioritas.

Sudah menjadi tabiat pembangunan infrastruktur dalam sistem kapitalisme. Yang selalu melibatkan swasta dalam skema investasi dan utang bunga. Jika tidak pun, pasti disertai berbagai syarat mengikat dan hal itu akan mengancam kedaulatan negeri. Dalam konsep kapitalisme tidak ada makan siang gratis, kapitalisme memberikan ruang lebar bagi swasta untuk menjadi penguasa dan pengendali kepentingan publik. Termasuk dalam hal insfrastruktur.

Kemudian, secara kedaulatan negara dalam bahaya bila kepemilikan asset strategis juga dikuasasi asing. Skema investasi dan utang kapitalisme yang berbunga  secara qath’i hukumnya haram. Islam mengharamkan bunga baik pelakuknya individu maupun negara karena termasuk riba. Ketika riba masuk dalam perekonomian maka akan rusaklah sistem  ekonomi. Dan kemudian menjadi cela bagi asing untuk mencengkaram negeri kaum muslimin.

Islam tidak mengharamkan teknologi, namun Islam memiliki cara khas bagaimana membangun infrastruktur yang independen tanpa bergantung pada dana asing dan aseng. Dengan pengelolaan yang tepat dan sesuai, maka negara akan mampu secara mandiri dalam pemenuhan kebutuhan rakyat bahkan akan mampu membiayai pembangunan infrastruktur tanpa jalan utang.

Dalam pandangan Islam, negara berkewajiban menyediakan transportasi dengan layanan terbaik. Karena Rasulullah Saw. Bersabda “Pemerintah adalah ra’in (pengurus) dan penanggung jawab urusan rakyatnya.”(HR. Bukhari)

Dalam Islam, negara wajib meningkatkan kualitas transportasi demi kepentingan rakyat. Rakyat harusnya bisa menikmati pelayanan publik  dengan  standar keamanan, keselamatan dan kenyamanan yang sesuai. Namun dengan catatan, bukan sekedar mengejar proyek mercusuar yang hanya menguntungkan aseng dan pemilik modal. Apalagi sampai kedaulatan negara terancam seperti saat ini. Wallahu alam bi ash shawwab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version