View Full Version
Senin, 15 Jul 2024

Hati-hati Narasi Penormalan LGBTQ+ seolah Membela Palestina

 

Oleh: Natasya

Di tengah-tengah ramainya aksi boikot terkait isu Palestina, baru-baru ini, brand biskuit terkenal, Oreo, menyatakan dukungannya terhadap komunitas LGBT. Bukan hal baru, ada banyak sekali perusahaan raksasa, khususnya di Amerika, yang menyatakan secara terang-terangan dukungan mereka terhadap komunitas LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Bi, Trans, Queer, Questioning, and Ace). Sebut saja Walt Disney, Coca Cola, Apple, Starbucks, dan lain-lain.

Usut punya usut, ternyata dukungan tersebut dikarenakan kaum LGBTQ+ digadang-gadang sebagai masa depan ekonomi Amerika. Bagaimana tidak? Komunitas LGBTQ+ menempati urutan ke-tiga pasar terbanyak dari segi daya beli. Lebih dari setengah konsumen LGBTQ+ (yakni sekitar 55%) akan memilih berbisnis dengan perusahaan yang mendukung keragaman dan kesetaraan terhadap komunitas LGBTQ+. 78% orang dewasa dari komunitas LGBTQ+ beserta teman, keluarga, maupun kerabat mereka, akan beralih kepada brand yang dikenal ramah terhadap LGBTQ+.

Dampak dari maraknya kampanye ini sendiri adalah penggiringan opini yang akan menciptakan pandangan baru masyarakat terhadap LGBTQ+. Smakin banyak orang yang mendukung, maka akan semakin banyak orang yang terbiasa dengan hal tersebut, sehingga otomatis menjadi kesalahan yang akan dinormalisasi. Selayaknya pacaran dan seks bebas di Indonesia, yang dulunya sangat keras diharamkan, namun semakin ke sini semakin normal dan biasa saja.

Ditambah lagi dengan narasi alasan mereka (perusahaan-perusahaan di atas) mendukung komunitas LGBT+ itu sendiri adalah tentang hak dan kemanusiaan. Padahal perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan pendukung no. 1 Israel yang kini sedang diboikot massal karena membiayai persenjataan genosida Israel terhadap Palestina, yang membunuh bayi, anak-anak, perempuan, orang tua, dan rakyat sipil.

Percaya bahwa mereka memang mendukung LGBTQ+ dengan alasan hak dan kemanusiaan adalah hal yang bodoh sekali, apalagi sampai tersentuh karenanya. Satu-satunya alasan mereka mendukung komunitas tersebut tak lain dan tak bukan karena sifat kapitalisasi mereka yang sudah mendarah daging.

Komunitas LGBTQ+ sendiri banyak sekali yang menyuarakan isu Palestina yang mana mereka menunjukkan dukungan mereka terhadap Palestina dan mengutuk perbuatan Israel yang membantai rakyat Palestina habis-habisan. Hal ini dijadikan celah bagi para pendukung zionis untuk mengadu domba antara Palestina dan kaum LGBTQ+ mengingat larangan Islam terhadap LGBTQ+.

Tak sedikit dari mereka yang menuduh bahwa Palestina akan melempar mereka dari gedung yang tinggi untuk menghabisi kaum LGBTQ+. Dan karena hal ini jugalah yang membuat perusahaan-perusahaan raksasa itu berusaha untuk menarik kembali perhatian para pelaku LGBTQ+ ini. Para perusahaan raksasa itu sedang memutar otak untuk mempertahankan nilai mereka karena pemboikotan yang sedang terjadi.

Permasalahan yang sangat kompleks karena tidak adanya satu pun pemimpin negara muslim yang berani mengambil langkah untuk memperjuangkan kebenaran di atas muka bumi ini dengan membawa nama Allah dengan tegas. Saat ini, kaum muslimin keyakinannya dibuat seabu-abu mungkin sehingga yang bathil dan yang haq bercampur aduk dan ditoleransi.

Astaghfirullah... terlalu banyak propaganda, terlalu banyak subliminal kesesatan ideologi yang bertebaran yang membuat kacaunya dunia saat ini. Dukungan kita terhadap saudara kita di Palestina sebegitu lemahnya sampai kita harus bingung terhadap dukungan kaum tersebut, dengan akan menoleransi perbuatan mereka ataukah tidak.

Dalam Islam sendiri, LGBTQ+, bagaimana pun bentuknya adalah haram. Allah mengutuk keras kaum tersebut. Mau bagaimana pun propaganda dan narasi penormalan terhadap LGBTQ+ di masa depan nanti, jangan sampai kita benarkan. Jika kita belum bisa berbuat apa pun untuk memusnahkan hal tersebut, setidaknya hati kita masih menentang kebathilan itu. Semoga segera, pemimpin yang dapat menyatukan semua umat Islam dan menerapkan syariat Allah dengan sempurna itu datang. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version