View Full Version
Rabu, 18 Jun 2014

Voa-Islamic Parenting (15): Anak adalah Cermin Diri

“Saya heran, anak saya yang kedua itu pelitnya setengah ampun. Bila memunyai sesuatu, dia nggak mau bagi-bagi dengan kakak dan adiknya. Sudah saya nasehati tapi tetap saja, sulit sekali berubah.”

“Duh...saya sedih sekali, anak saya itu sekali mengambil barang milik orang lain terutama uang temannya. Saya sudah nasehati, bahkan menghukumnya juga. Itu kan perbuatan mencuri. Malu sekali rasanya, padahal tidak ada yang menjadi maling loh di keluarga kami.”“Anak saya itu sangat malas membaca. Capek saya menyuruhnya membaca. Pelajaran sekarang kan makin sulit, maunya mainan aja. Kalau nggak gitu tidur, nonton TV atau sibuk sama HP. Gimana sih membuat anak saya itu berubah?”

Bunda, ketiga ilustrasi di atas adalah sedikit dari curhatan ibu-ibu yang pernah saya terima. Sebagaimana judul tulisan ini ‘Anak adalah Cermin Diri’, adakalanya orang tua lupa bahwa perilaku anak adalah mengimitasi atau meniru perilaku lingkungannya. Dan lingkungan terdekat anak adalah orang tua.

Sering sekali orang tua susah untuk mengakui bahwa karakter negatif anak yang menurutnya buruk itu adalah meniru orang tuanya. Ketika nasehat, perintah, larangan, bahkan hukuman sudah tak mempan diberikan, cobalah berintrospeksi.

Sering sekali orang tua susah untuk mengakui bahwa karakter negatif anak yang menurutnya buruk itu adalah meniru orang tuanya. Ketika nasehat, perintah, larangan, bahkan hukuman sudah tak mempan diberikan, cobalah berintrospeksi. Lihatlah ke dalam diri mengapa anak berperilakuk demikian.

Bisa jadi, orang tua pernah makan sesuatu tanpa menawarkan ke anak. Atau mungkin, bahkan tega makan sesuatu menunggu anaknya lengah yaitu ketika tidur, bermain atau sekolah agar tak perlu membaginya dengan mereka. Jangan salah, ada tipe orang tua yang seperti ini. Ia merasa kenikmatannya dalam menikmati makanan kesukaannya akan terganggu bila harus berbagi dengan anak. Maka, ia pun mengambil momen dengan sembunyi-sembunyi di saat anak dianggapnya tidak tahu.

Begitu juga ketika anak suka mengambil milik orang lain khususnya uang. Si ibu lupa bahwa dia pernah melakukan hal demikian ketika suami sedang tidak di rumah. Dengan diam-diam ia berusaha mengambil uang di dompet suami yang ketinggalan.

Anak yang malas membaca akan mencontoh siapa bila bukan orang tuanya sendiri. Orang tua main perintah ke anak agar rajin membaca, padahal di saat yang sama mereka sendiri memilih duduk ngobrol nggak penting. Salah-salah malah menggunjing. Bila tidak begitu, orang tua sendiri memilih duduk manis di depan TV atau tiduran sambil malas-malasan.

Bunda, semua perilaku di atas tanpa sadar dilakukan oleh orang tua yang mengeluhkan perilaku buruk anaknya tadi. Jangan sampai buruk muka cermin dibelah. Dalam hal ini, kelakuan sendiri yang buruk dan itu ditiru oleh anak, beban kesalahan pun ditimpakan pada si anak saja. Orang tua lupa bahwa apapun kondisi anak, itu adalah cermin diri mereka. Seharusnya orang tua menjadi sadar diri bahwa ada yang salah dalam perilaku mereka yang itu akhirnya ditiru oleh si anak.

Mudah sebetulnya untuk mengubah perilaku anak di usia yang masih dini. Ubah dulu perilaku orang tua, maka anak akan mengikutinya. Mengeluh dan menyalahkan anak tidak memberi solusi, bahkan mengakibatkan anak rendah diri karena menjadi pihak yang selalu disalahkan. Selain nasihat yang terus diberikan tanpa nada menggurui, orang tua harus punya niat dan itikad baik untuk mengubah diri menjadi lebih baik pula. Langkah ini harus segera diambil sebelum akhirnya perilaku buruk ini menjadi karakter anak yang itu semua sebetulnya mencontoh dari oang tuanya.

Tentu tak ada orang tua yang ingin melihat anaknya kelak tumbuh menjadi pribadi yang pelit berbagi, menjadi pencuri dan juga malas membaca kan? Wallahu alam. (riafariana)


latestnews

View Full Version