View Full Version
Rabu, 04 Nov 2015

Wanita Pun Bisa Berjihad

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ؟ قَالَ: نَعَمْ،

عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha , beliau berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah `, ‘Apakah ada kewajiban berjihad bagi kaum wanita? Rasulullah menjawab, ‘Ya, ada kewajiban jihad bagi kaum wanita, jihad tanpa peperangan, yaitu haji dan umrah. (HR. Ahmad no. 25322)

Pelajaran apa yang bisa diambil dari pertanyaan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha ini?

Jawabannya adalah semangat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk beramal saleh. Disebutkan dalam riwayat al-Bukhari (no. 2876), Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk berjihad, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa jihad kaum wanita adalah haji. Para sahabat radhiyallahu ‘anhum tahu bahwa keutamaan jihad sangat besar sehingga mereka berlomba-lomba untuk meraihnya.

Kaum wanita dari kalangan sahabat pun tidak ketinggalan, ingin berperan dalam amalan ini. Jihad adalah amalan tertinggi dalam Islam, sebagaimana halnya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ

Puncak tertinggi dalam Islam adalah jihad. (HR. at-Tirmidzi no. 2616)

Allah l berfirman,

 

“Janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapat rezeki.” (Ali Imran: 169)

Ayat di atas menunjukkan keutamaan jihad, yaitu orang-orang yang meninggal karena berjihad fi sabilillah hakikatnya tidaklah mati, tetapi hidup di sisi Rabb mereka dan mendapatkan rezeki.

Ayat ini ditafsirkan oleh hadits,

أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ، ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمُ اطِّلاَعَةً فَقَالَ: هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا؟ فَقَالُوا: أَيُّ شَيْءٍ نَشْتَهِي وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا؟ فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا قَالُوا: يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنَّ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى. فَلَمَّا رَأَى أَنْ لَيْسَ لَهُمْ حَاجَةٌ تُرِكُوا

“Ruh-ruh mereka berada pada perut burung hijau. Mereka mempunyai lentera-lentera yang tergantung di ‘Arsy. Mereka bersenang-senang memakan segala makanan yang ada di surga, mengelilingi surga, kemudian kembali ke lentera-lentera tersebut. Suatu hari Rabb mereka melihat dan bertanya, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab, ‘Keinginan apa lagi? Kami telah mendapatkan kesenangan semau kami.’ Rabb mereka bertanya lagi sampai tiga kali. Karena merasa disuruh untuk harus meminta, mereka pun meminta, Ya Rabb, kami ingin dikembalikan ke jasad-jasad kami sampai kami terbunuh lagi di jalanMu. Tatkala Allah melihat bahwa mereka tidak menginginkan sesuatu yang lain, mereka pun dibiarkan (bersenang-senang di surga). (HR. Muslim no. 1887)

Seseorang yang berjuang di jalan Allah subhanahu wa ta’ala berlandaskan keimanan, Allah subhanahu wa ta’ala menjamin dia akan masuk surga. Kalau masih hidup, dia mendapatkan pahala yang banyak dan ghanimah.

Luka seorang yang mati di jalan Allah (di hari kiamat) berbau wangi walaupun berbentuk luka dan darah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ingin berjihad di posisi depan sampai wafat, kemudian dihidupkan kembali, lalu terbunuh lagi, lalu dihidupkan kembali, lalu terbunuh lagi. Semua keutamaan di atas disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim (no. 1876).

Hakikat Jihad

Ukhti muslimah, ketahuilah bahwa makna jihad bukan sebatas perang fisik di medan pertempuran melawan orang-orang kafir. Pengertian jihad secara menyeluruh diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

الْجِهَادُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَاجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ وَرَسُولُهُ

“Mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh (memerangi nafsunya) untuk taat kepada Allah; dan muhajir (orang yang berhijrah) adalah yang meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan RasulNya.” (HR. Ahmad 6/21)

Oleh sebab itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa haji dan umrah adalah jihad kaum wanita, jihad tanpa peperangan.

Perlu kita ingatkan kepada kaum wanita yang ingin melakukan haji dan umrah, hendaknya mereka pergi menunaikannya disertai oleh mahramnya. Sebab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ، وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ. فَقَامَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، إنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَإِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا. فَقَالَ: انْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ

“Janganlah seorang laki-laki bersendiri dengan seorang perempuan kecuali perempuan tersebut bersama mahramnya. Seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali bersama mahramnya. Berdirilah seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku keluar pergi haji, sedangkan aku telah ditunjuk dalam perang ini dan itu. Rasulullah menjawab, “Pergilah engkau dan hajilah bersama istrimu. (HR. al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 1341)

Mahram adalah kerabat laki-laki yang mempunyai hubungan nasab, seperti bapak, paman—baik dari pihak ayah maupun ibu—, saudara, anak ,keponakan, dan lain-lain. Mahram juga bisa terjadi karena pernikahan, seperti suami, mertua, menantu, anak bawaan suami. Selain itu, mahram juga bisa terjadi karena persusuan.

 

Tingkatan Jihad

I. Jihadun Nafsi (memerangi hawa nafsu)

Maksud dari jihad ini adalah menaklukan hawa nafsu kita untuk tunduk dan patuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam empat hal berikut ini.

a. Menaklukkan hawa nafsu sehingga mau menuntut ilmu dan mempelajari petunjuk agama Islam.

Sebab, tidak ada keberuntungan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat, kecuali dengan ilmu. Apabila tidak melakukan salah satu dari kedua hal ini, seseorang akan celaka di dunia dan di akhirat.

b. Menaklukkan hawa nafsu sehingga mau mengamalkan ilmu yang telah dia pelajari.

Sebab, ilmu yang tidak disertai oleh amal tidak akan bermanfaat dan justru mencelakakan dirinya.

c.  Menaklukkan hawa nafsu sehingga mau mendakwahkan dan mengajarkan ilmunya kepada manusia.

Sebab, seorang yang telah berilmu lantas tidak mau mengajarkan dan mendakwahkannya, dia termasuk orang-orang yang mendapatkan murka Allah subhanahu wa ta’ala karena menyembunyikan ilmu.

d. Menaklukkan hawa nafsu sehingga selalu bersabar menghadapi kesulitan-kesulitan ketika berdakwah, bersabar terhadap cemoohan manusia, dan segala gangguan yang menyakitkan hati ketika berdakwah di jalan Allah.

Jika seseorang telah menyempurnakan jihad yang pertama ini dengan mengamalkan empat aspek di atas, dia mendapatkan gelar rabbani (pendidik sejati).

 II. Jihad asy-Syaithan (memerangi setan)

Memerangi setan ini dilakukan dengan dua cara.

a. Menolak bisikan-bisikan setan yang akan menghilangkan keimanan dan keyakinan.

Jika seorang muslim berhasil dalam mengalahkan setan dari sisi ini, ia akan terhindar dari kesyirikan, keraguan dalam ibadah, kebid’ahan, dan kerancuan dalam hal memahami agama. Pemahamannya terhadap agama Islam benar, sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.

b. Menepis bujukan-bujukan setan yang selalu mengajak berbuat maksiat, membisikkan keinginan-keinginan buruk, dan menyuruh manusia mengumbar hawa nafsunya.

Apabila seorang muslim berhasil mengalahkan setan dari sisi ini, ia disebut shabir (orang yang sabar).

Cara Mengalahkan Setan

Cara mengalahkan setan sangatlah mudah, yaitu keyakinan yang kuat terhadap ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala dan selalu meminta pertolongan kepada-Nya. Setelah yakin dan sepenuhnya meminta pertolongan kepada Allah, ucapkanlah bismillah (dengan menyebut nama Allah). Sesungguhnya setan akan menjadi kecil seperti seekor lalat.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Kisahnya, suatu hari ketika dia memboncengkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , tunggangannya tergelincir. Dia lantas mengatakan,

تَعَسَ الشَّيْطَانُ

“Celaka setan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihati, “Jangan engkau katakan itu, karena setan akan menjadi besar dan berkata, ‘Dengan seluruh kekuatanku, aku akan banting dia.’ Akan tetapi, kalau engkau mengucapkan bismillah, setan akan menjadi kecil seperti seekor lalat. (HR. Ahmad 5/59/72)

Jihadun nafsi (memerangi hawa nafsu) dan jihad asy-syaithan (memerangi setan) hukumnya adalah fardhu ‘ain (wajib) bagi setiap individu. Hal ini dinyatakan oleh Ibnul Qayyim dalam Kitabul Jihad.

III. Jihadul kuffar wal munafiqin (memerangi orang-orang kafir dan munafik)

Jihad ini dilakukan dengan empat tahapan.

a. Yang pertama, jihad dengan hati, yaitu berniat untuk bisa berjihad melawan mereka dan menanamkan permusuhan sampai mereka mau memeluk agama Islam.

b. Yang kedua, jihad dengan lisan, yaitu mendakwahi mereka dengan lemah lembut. Apabila tidak bisa dengan lemah lembut, beralih ke cara yang lebih tegas, yaitu dengan adu hujah, membantah, dan membongkar kesesatan mereka.Jihad dengan lisan terarah kepada orang-orang munafik. Adapun terhadap orang-orang kafir, tahapan yang kedua adalah berjihad dengan tangan, yakni dengan peperangan.

c. Yang ketiga, jihad dengan harta benda, yaitu menginfakkannya di jalan Allah.

d. Yang keempat, jihad dengan jiwa raga.

Berjihad terhadap orang-orang kafir dan munafik hukumnya fardhu kifayah (apabila sudah ada sebagian kaum muslimin yang melakukannya, gugur kewajibannya dari yang lain).

IV. Jihad melawan orang-orang zalim, pelaku kebid’ahan, dan pelaku kemungkaran

Jihad jenis ini dilakukan dengan tangan jika memungkinkan dan ada kemampuan. Apabila tidak mampu, dengan lisan. Apabila masih tidak mampu, dengan hati.

Hukum jihad ini adalah fardhu kifayah, kecuali pengingkaran dengan hati yang setiap orang mampu melakukannya. Karena itu, pengingkaran dalam hati hukumnya fardhu ‘ain.

Jika ingin benar-benar berjihad, cukup bagi Anda jihad yang pertama dan yang kedua, yaitu jihadun nafsi (memerangi hawa nafsu) dan jihad asy-syaithan (memerangi setan).

Jika melakukan dua jihad ini sebaik-baiknya, seseorang akan mendapatkan janji Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu selalu mendapat petunjuk dari-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ﭽ ﮠ   ﮡ ﮢ ﮣ ﮤﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ   ﭼ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(al-Ankabut: 69)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ اللهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللهُ مَنْزِلَةَ الشُّهَدَاءِ وَلَوْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

“Barang siapa meminta syahadah (mati syahid) kepada Allah dan berusaha mencarinya dengan jujur, Allah akan menempatkannya pada derajat para syuhada, walaupun dia mati di atas ranjangnya. (HR. Muslim no. 1909)

Mudah-mudahan Allah memberikan pahala syahid kepada kita semua.

Wallahu a’lam bish-shawab.[protonema/qonitah/voaisam]

 
 
 
 

latestnews

View Full Version