Oleh: Ummu Naflah (Pemerhati Ibu dan Anak)
Kecanduan animasi pada anak menjadi fenomena yang harus diwaspadai orang tua khususnya ibu. Dari anak bangun tidur hingga menjelang tidur, berbagai stasiun swasta nasional berlomba-lomba menayangkan program animasi anak. Demi rating tinggi dan pundi-pundi rupiah stasiun televisi mengesampingkan dampak negatif dari animasi yang ditayangkan.
Bahkan ada salah satu stasiun televisi yang memutar animasi buatan India yang kebanyakan bermuatan kekerasan dan jauh dari ajaran Islam. Tak sedikit pula animasi yang memuat pornografi dan pornoaksi. Lebih miris lagi, ibu sering membiarkan anaknya asyik menonton animasi dengan alasan supaya anak anteng, sementara ibu dapat mengerjakan pekerjaan rumah lainnya.
Lupa, padahal anaknya adalah peniru yang ulung dan pembelajar yang pintar. Maka jangan kaget kalau tiba-tiba anak kita berkata dan bersikap meniru karakter ataupun adegan animasi. Seperti yang diberitakan baru-baru ini, seorang bocah lelaki berusia 7 tahun asal Tiongkok selamat usai terjun dari lantai sepuluh sebuah gedung dengan menggunakan payung sebagai parasut. Bocah cilik itu menirukan adegan animasi yang dia tonton sebelumnya (sindonews.com, 20/4).
Menyikapi Perkembangan Teknologi
Bahaya lain yang harus kita waspadai adalah masuknya budaya asing, gaya hidup bebas dan paham sekular yang tidak sesuai dengan ajaran Islam ke dalam benak dan pikiran anak-anak kita. Kita patut waspada mengingat dampak negatif yang ditimbulkan akan menjadi bumerang bagi tumbuh kembang anak di masa depan. Budaya asing, gaya hidup bebas dan paham sekular yang diserap anak melalui tayangan animasi akan membentuk pola pikir dan pola sikap generasi Islam yang bebas dan sekular.
Menjadi perhatian utama kita membentengi generasi kita dari budaya asing, gaya hidup bebas dan paham sekular yang telah terbukti membentuk generasi yang jauh dari taat, mengandalkan kekerasan dalam menyelesaikan masalah, generasi pesimis dan putus asa.
Perkembangan teknologi suatu hal yang tak dapat dihindari di masa kini. Tapi bukan berarti kita sebagai manusia menelan mentah-mentah setiap teknologi yang ada. Allah SWT telah membekali kita dengan seperangkat akal dan seluruh potensi dalam diri kita. Menjadi pilihan kita dalam memanfaatkan setiap teknologi yang ada, apakah itu untuk hal yang haq ataukah yang bathil. Setiap manusia akan mendapat konsekuensi terhadap setiap pilihannya.
Dan bagi ibu yang merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya, harus cerdas dalam memanfaatkan setiap teknologi yang ada. Karena itu jangan anggap sepele ketika ibu membiarkan anak berjam-jam di depan televisi tanpa bimbingan dan pendampingan dari orang tuanya. Televisi bukan sarana yang baik untuk anak mendapatkan pendidikan dan informasi, mengingat program acara televisi saat ini jauh dari ramah anak. Menurut pakar pendidikan Kak Seto, berdasarkan data dari Kemkominfo, hanya 0,07 persen tayangan yang mendidik untuk anak (tribunnews.com, 11/1/2016).
Dalam sistem kapitalisme orientasi materi adalah tujuan utama dalam setiap aktivitas manusia, maka tidak heran jika para pemilik stasiun televisi lebih mementingkan besarnya laba dari penayangan suatu program acara daripada dampak buruk yang ditimbulkan dari tayangan tersebut. Peran negara juga tidak akan maksimal selama sistem sekularisme kapitalisme bercokol di negeri ini. Minimnya peran negara, membuat ibu harus bekerja keras membentengi anak dari rusaknya budaya asing, gaya hidup bebas dan paham sekular yang terkandung dalam tayangan animasi dan program televisi lainnya. Berikut beberapa kiat yang dapat ibu lakukan untuk mengurangi dampak negatif tayangan televisi terhadap anak.
Pertama, selalu dampingi anak dalam menonton televisi. Mendampingi anak selama menonton televisi bermaksud untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam memilih acara yang sesuai dengan usia dan tumbuh kembang anak. Selalu jelaskan dan pahamkan pula bahwa teladan terbaik bagi seorang muslim adalah Rasulullah Saw, hanya beliau sosok yang patut kita idolakan dan patut kita contoh perkataan dan perbuatannya.
Kedua, libatkan anak dalam pekerjaan rumah. Melibatkan anak dalam aktivitas ibu mengurus dan membersihkan rumah selain mengenalkan anak pada bekerjaan rumah tangga dan nama-nama peralatan rumah tangga, juga menambah bonding ibu dan anak. Anak laki-laki pun perlu juga dikenalkan dengan macam-macam pekerjaan rumah. Dengan catatan, anak jangan diberi tugas yang terlalu berat diluar kemampuannya. Perhatikan pula keamanan ketika si kecil ikut membantu ibu di dapur.
Ketiga, ajaklah anak bermain dan bereksplorasi di luar rumah. Melakukan kegiatan untuk anak di luar rumah tak harus di tempat rekreasi dan mengeluarkan banyak uang. Mulailah dari teras rumah kita dan lingkungan sekitar rumah. Kenalkan pula permainan tradisional yang sering kita mainkan di waktu kecil kepada anak ketika bermain di luar, niscaya anak akan lebih senang dan gembira karena mendapatkan pengalaman dan permainan baru. Bermain di alam terbuka juga menambah kedekatan anak kepada Al-Khaliq.
Keempat, tumbuhkan budaya bercerita dan membaca. Budaya bercerita dan membaca tanpa disadari mulai hilang dari anak-anak kita. Padahal banyak ilmu dan pelajaran berharga yang dapat diperoleh anak dari bercerita dan membaca. Mulailah sekarang juga, ibu dapat menceritakan ataupun membacakan kisah para nabi, para sahabat dan orang-orang shalih. Sehingga anak-anak kita akan mengetahui kisah Abu Bakar yang setia kepada nabinya, keadilan Umar bin Khaththab terhadap rakyatnya, Usman bin Affan yang dermawan dan Ali bin Abi Thalib yang berani dan cerdas.
Kiat-kiat di atas tentunya akan berhasil maksimal jikalau negara berperan aktif dalam melindungi rakyatnya, khususnya anak-anak kita dari ancaman virus sekularisme kapitalisme yang berbahaya. Benteng virus sekularisme kapitalisme ini hanya dapat kokoh berdiri tegak jikalau negeri ini mau menerapkan Islam secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan dengan terus mempertahankan sistem sekularisme kapitalisme yang menghantarkan kehancuran generasi dan keruntuhan negeri ini yang sudah ada di depan mata. WallLahu ‘alam bishshawwab. [syahid/voa-islam.com]