View Full Version
Senin, 29 Jul 2019

Mengakhiri Derita Kaum Hawa

 

Oleh:

Yuyun Rumiwati

Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban

 

 

BERBAGAI predikat mulia nan mempesona Allah sematkan bagi hamba-Nya yang Ia ciptakan dari tulang rusuk Adam.  Sebaik-baik perhiasan dunia dialah wanita shalihah (Al-hadist). Surga berada di bawah telapak kaki ibu". Bahkan nama surat khusus An-Nisa' tercantum dalam Kalam-Nya. 

Segala predikat tadi serasa teori yang menggelantung di langit. Betapa,  fakta di bumi berbagai problem perempuan kian hari kian bertambah. Di antaranya Trafiking (perdagangan manusia). Berbagai tipu muslihat digunakan para pelaku pedagang manusia ini. Di antara dengan menjanjikan menikahkah dengan lelaki kaya. Begitu yang dialami Mon,  korban Trafiking asal Kalimantan Barat yang berhasil pulang dari Cina (Kompas.com,  27 Juni 2019).

Lagi-lagi alasan ekonomi dan harapan meningkatkan posisi hidup menjadi faktor mudahnya korban terbujuk.  Didukung dengan keterbatasan ilmu dan wawasan yang membuat para korban mudah dibohongi. 

Sampai kapan fakta serupa berakhir? Apa sebab dan solusinya? 

Berbagai pemikiran muncul sebagai solusi atas masalah kaum hawa.  Di antaranya gerakan para feminis dengan kesetaraan gendernya.  Yang menganggap segala problem wanita karena diskriminasi posisi kaum hawa oleh para laki-laki.  Sehingga gerakan ini menuntut 50:50 peran wanita dan laki-laki di sektor publik.  

Yang mencemaskan dalam upaya pencapaian target penyetaraan tadi gerakan ini banyak menggugat aturan agama,  yang dijadikan kambing hitam sebagai salah satu faktor penyebab ketidaksetaraan ini.  Maka muncullah gugatan anti poligami,  hukum waris, larangan suami memaksa ke istrinya dan lainnya. Alih-alih menyelesaikan masalah,  malah problem perempuan tambah meningkat.

Ide kesetaraan yang berasas liberal Menambah deretan masalah bagi perempuan.  Mulai dari hubungan suami istri yang rawan retak.  Karena egoisme untuk kepentingan individu menonjol dari pada kesadaran menunaikan perannya.  Perceraian pun meningkat.  Hak anak terbengkalai. Efek broken home berbuah pada kenakalan remaja.

Karenanya perlu ada analisis mendalam dan cemerlang memandang masalah Trafiking.  Kasus Trafiking adalah salah satu kasus dari ribuan kasus buah dari penerapan sistem kapitalis Demokrasi.  Masalah sistem ini secara umum dialami baik kaum Adam pun Hawa. 

Ketika pengelolaan negara berbasis kapitalis.  Sektor kekayaan umum "digarong" swasta aseng pun asing.  Hak umat terbengkalai.  Kaum hawa pontang panting dalam memenuhi kewajiban nafkahnya.  Anggota keluarga tidak terpenuhi kebutuhannya. Kaum hawa pun harus rela menjadi pihak penopang kehidupan keluarga. Bahkan lebih parah kapitalisme memposisikan perempuan sebagai komoditi untuk mengokohkan ekonomi kapitalis. Baik sebagai tenaga butuh murah pun pangsa pasar bagi produk negara kapitalis. 

Gaya hidup materialistik buah kapitalisme.  Membawa magnet tersendiri bagi kaum hawa untuk menambah peran di sektor publik untuk memenuhi gaya hidup era kapitalis. Terlebih kecenderungan perempuan untuk terlihat "wah",  menjadi lahan basah bagi produk kapitalis. 

Karena masalahnya sistemik tiada jalan lain solusi tuntas nya juga sistemik.  Mengembalikan pengaturan sistem kenegaraan pun harus kembali kepada aturan sang Maha pencipta Adam dan Hawa. Sehingga keduanya bisa memainkan perannya sesuai tuntunan Islam. Dengan penjagaan dan dukungan sistem Islam yang pas.  

Dengan sistem ini peran perempuan sebagai istri pengokoh suami terealisasi. Peran sebagai ibu tak terbengkalai.  Nuansa sakinah mawadah wa rahmah terwujud.  Fungsi perempuan sebagai tiang peradaban pun optimal. Karena kebutuhan asasi terpenuhi  baik oleh para walinya ataupun dengan realisasi sistem yang mendukung.*


latestnews

View Full Version