View Full Version
Selasa, 06 Aug 2019

#NoMarriage jadi Pilihan, Generasi Diambang Kepunahan

Oleh:

Sartinah

Komunitas Peduli Umat, Member Akademi Menulis Kreatif

 

KOREA SELATAN merupakan salah satu negara yang memiliki keindahan dan budaya luar biasa. Pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi negeri ginseng tersebut juga sangat mengagumkan. Tak dinyana, negeri yang dijuluki sebagai "keajaiban Asia Timur" ini, memiliki problem kemanusiaan yang memprihatinkan.

Baru-baru ini, gerakan #NoMarriage menjadi banyak diperbincangkan, setelah seorang YouTuber Korea Selatan bernama Baeck Ha-Na secara terang-terangan membuat konten soal isu anti-pernikahan di kanal YouTube miliknya.

“Lingkungan membuat saya merasa gagal karena di usia 30 tahun belum menjadi seorang istri atau ibu. Daripada menjadi milik seseorang, saat ini saya memilih fokus dengan tujuan dan ambisi untuk masa depan saya sendiri,” ungkap Baeck seperti dikutip Fox News. (Kumparan.com, 31 Juli 2019).

Tak hanya gerakan #NoMarriage saja, isu soal pernikahan ini juga mendasari terbentuknya komunitas Elite Without Marriage, I am Going Forward (EMIF) yang digawangi oleh Kang Han-byul, perempuan muda asal Korea Selatan yang peduli soal isu-isu perempuan. Komunitas ini menjadi tempat para bi-hon, sebutan untuk perempuan yang tidak mau menikah dan tidak mau punya anak, untuk saling berbagi pengalaman dan apa yang mereka rasakan ketika mendapat tekanan dari lingkungan soal statusnya yang belum menikah. Kedua komunitas ini memiliki misi yang sama, yaitu untuk menyuarakan bahwa perempuan tidak harus menikah untuk bisa dikatakan sukses. (Kumparan.com, 31Juli 2013).

 

Sekularisme Penyebab Terciptanya Masyarakat Sakit

Realitas kehidupan di negeri ginseng Korea Selatan ternyata tak seindah di dalam drama. Negeri itu tengah menghadapi ancaman kepunahan populasi. Hal ini ditengarai dari banyaknya perempuan Korea yang enggan menikah atau mengurus anak. Apalagi banyak di antara mereka yang menganggap bahwa menikah tak lebih sekadar menjadi mesin pencetak anak. Tekanan kehidupan yang berat menjadi problem tak terbantahkan, hingga banyak perempuan yang lebih menyukai berkarir di ruang publik, daripada berkutat di ranah domestik, yakni keluarga.

Ditambah lagi dengan adanya kebijakan  ala kapitalisme bagi perempuan, yang memberi standar nilai  jika mereka memiliki pekerjaan. Hal ini mengakibatkan  munculnya gelombang pekerja wanita secara besar-besaran. Alhasil, banyak perempuan yang kehilangan gairah untuk menjalani peran mulianya, yakni sebagai istri dan ibu pendidik generasi.

Dengan adanya problem tersebut, banyak perempuan Korea Selatan dan perempuan di seluruh dunia pada umumnya memiliki rasa  ketidakpercayaan pada pernikahan, enggan memiliki anak, bahkan menganggap anak sebagai beban. Kapitalisme juga berhasil mengarahkan manusia agar lebih mencintai materi dan gaya hidup hedonis. Kemudian melalaikan kebahagiaan dan kecintaan pada keluarga demi menjaga pelestarian ras manusia.

Konsekuensi dari seluruh problem tersebut yakni resiko punahnya populasi manusia. Hal ini ditandai dari terus menurunnya angka kelahiran, serta tingginya angka bunuh diri yang kian mengkhawatirkan. Bahkan, anjloknya  angka kelahiran di Korea Selatan telah mencapai titik terendah, yakni pada poin 1,19 tiap perempuan. Demikianlah, tingkat kemajuan ekonomi dan perkembangan teknologi yang tumbuh pesat, nyatanya selalu beriringan dengan munculnya krisis sosial, keruntuhan institusi keluarga, tingginya kekerasan pada perempuan dan anak, dan lain-lain.

 

Islam Menempatkan Wanita Sebagai Penjaga Peradaban

"Jika Amerika menghabiskan ratusan juta dolar dalam mengatasi problem sosial di masyarakatnya, maka Islam melenyapkan kebiasaan yang telah mengakar di masyarakat jahiliah hanya dengan beberapa lembar ayat Alquran." Sayyid Quthb.

Sebagai agama yang haq, Islam memiliki solusi fundamental dalam menjaga perempuan agar tetap berada diposisinya yang mulia dan sangat urgen, yakni sebagai penjaga peradaban. Semua tertulis secara sempurna dalam lembaran Alquran yang mulia. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan peradaban Barat dalam memperlakukan perempuan.  Karakter masyarakat barat yang sekuler, pragmatis, dan hedonis membawa perempuan jauh dari kedudukannya yang mulia.

Islam memiliki seperangkat aturan untuk menciptakan dan menjaga masyarakat yang sehat jiwanya. Sejak kelahirannya, Islam telah menorehkan prestasi yang luar biasa dengan keluhuran peradabannya. Sebab, akidah dan hukum-hukumnya memiliki maqashid syariah yang akan menjaga 5 (lima) hal terhadap manusia, yakni memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta benda. Penjagaan ini akan membuat modernitas dan kemajuan zaman yang terus terjadi, tidak menyebabkan gangguan sosial di masyarakat.

Menurut Islam, posisi utama kaum wanita adalah sebagai pendidik generasi masa depan. Menjadi ibu yang beriman, cerdas, dan mengetahui di mana tugas utamanya, yakni melahirkan generasi-generasi cemerlang. Dengan kemuliaan Islam, kaum wanita tidak akan memiliki fobia terhadap pernikahan. Demikian juga tidak akan tercipta masyarakat sakit seperti yang terjadi di dunia Barat.

Demikianlah penjagaan Islam yang sempurna terhadap kaum muslimah. Penerapan Islam secara kaffah dalam semua dimensi, akan mengembalikan fitrah mulia wanita yang telah direnggut oleh Barat di bawah payung sekularisme. Dengan Islam, wanita tetap memiliki posisi terhormat, meski tak harus berkarir di ruang publik. Wallahu a'lam bi ash shawab.*

 


latestnews

View Full Version