View Full Version
Selasa, 22 Oct 2019

Tumpas Crosshijabers Hingga ke Akarnya

 

Oleh:

Fita Rahmania, S.Keb., Bd*

 

CROSSHIJABER dapat didefinisikan sebagai pria yang suka memakai baju muslim. Model yang sering kali digunakan adalah baju panjang dan lebar. Kadang, lengkap dengan hijab bahkan cadar. Sehingga tak ada yang tahu kalau sebenarnya mereka adalah pria. (liputan6.com)

Fenomena crosshijabers baru-baru ini memang tengah hangat diperbincangkan di masyarakat. Komunitas ini mulai berani menampilkan aktivitas mereka di ruang publik dengan mengunggahnya di media sosial. Tentu bukan tidak mungkin mereka melakukan hal tersebut hanya sebagai kedok untuk menutupi kejahatan yang berbau pelecehan seksual atau kejahatan lainnya kepada kaum perempuan yang menjadi tempat melancarkan aksinya. Seperti yang diberitakan oleh Tribunnews.id bahwa ada kejadian penyamaran pria berkumis yang menggunakan cadar membuat resah jamaah putri yang ada di Masjid Agung Baiturrahma Sukoharjo.

Aksi penyamaran pria tersebut akhirnya terbongkar pada Minggu (22/09/2019). Ada dua versi motif dibalik aksi pria yang menyamar jadi wanita itu. Motif pertama, bahwa aksinya merupakan modus untuk bisa foto dan memeluk jamaah perempuan. Motif kedua adalah, pria ini kepergok warga saat berupaya mencuri sepeda motor di kawasan masjid.

Crosshijabers merupakan variasi dari crossdressing atau berlintas busana, yakni sebuah tindakan memakai busana atau aksesori dari gender yang berbeda. Crossdressing sudah dipraktikkan sejak lama oleh berbagai tradisi masyarakat di seluruh dunia, mulai dari Yunani, Norwegia, dan kelompok agama Hindu. Di Asia, tepatnya di Jepang, praktik berlintas busana ini ditemukan dalam teater cerita rakyat, seperti teater Kabuki. (chanelmuslim.com)

Masyarakat tentu tidak boleh tinggal diam apalagi menutup mata dengan kejadian ini. Jika dicermati secara mendalam maka ada beberapa pokok permasalahan menyoal keberadaan crosshijabers. Pertama, crosshijabers dapat menjadi bibit perilaku penyimpangan orientasi seksual yang termasuk dalam kelmpok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). Dikatakan bibit karena berdasarkan sumber tertentu para crosshijabers tidak memiliki orientasi seksual yang menyimpang. orientasi seksual mereka tak berbeda, tetap menyukai lawan jenisnya perempuan. Sebagai heteroseksual, anggota crosshijaber tidak dianggap kebanyakan masyarakat menyimpang.

Mereka lurus (straight). Namun, perilaku yang menjurus ke penyimpangan apabila dibiarkan begitu saja tentu akan menyimpang juga. Perasaan nyaman saat mengenakan pakaian muslimah, suka melakukan hal yang dilakukan seorang muslimah, dan bangga menjadi seorang muslimah adalah perasaan-perasaan yang perlu diluruskan agar tidak terjerumus ke dalam lubang dosa. Ibnu Abbas ra. mengatakan: Rasuulullah saw. telah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Kedua, crosshijabers menggunakan atribut muslimah sekaligus sebagai kedok melakukan kejahatan. Tentu hal ini juga sangat merugikan kaum muslimin. Crosshijabers membawa stigma negatif pada muslimah yang menutup aurat secara benar. Fitnah dan saling curiga dapat terjadi diantara mereka. Islamophobia (rasa takut  akan hal-hal yang berbau Islam) pun dapat menjangkiti masyarakat secara umum. Muslimah menjadi takut atau ragu untuk berhijab sesuai dengan ketentuan syariah. Padahal ketentuan menutup aurat sudah tertera didalam al Quran surah Al Ahzab ayat 59: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ketiga, perilaku crosshijabers adalah buah kebebasan yang diusung oleh sistem demokrasi. Dengan prinsip kebebasan dan HAM-nya demokrasi memberikan ruang bagi LGBT dan kroninya tumbuh dan berkembang. Dengan demokrasi, keputusan negara hanya berdasarkan jumlah suara, bukan benar salahnya atas satu sudut pandang tertentu. Dan yang paling mendasar, demokrasi membuat agama tersingkir dari pedoman kehidupan masyarakat. Tentu hal ini yang menjadi tujuan mereka, kaum LGBT. Karena agamalah yang menghalangi eksistensi mereka. Mereka hanya menjunjung tinggi HAM untuk melegalkan perbuatan mereka.

Dengan demikian, sudah saatnya crosshijabers dan sejenisnya ditumpas sampai ke akarnya. Bagi individu yang terlanjur terjerumus menjadi crosshijabers, untuk segera taubat sebelum pintu taubat tertutup. Kontrol dan kesadaran masyarakat akan pelaku penyimpangan seperti crosshijaber harus selalu ditingkatkan hingga tidak menimbulkan celah bagi mereka tumbuh subur.

Sikap lengah dan cenderung acuh masyarakat membuat mereka tidak segan leluasa melancarkan aksi dan memperbesar tubuh mereka. Serta disinilah diperlukan Islam sebagai rujukan bagi masyarakat dalam menilai sebuah perilaku. Negara pun berkewajiban menyelamatkan seluruh masyarakat dari kejahatan para crosshijabers. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan meninggalkan sistem demokrasi bersama prinsip kebebasannya, dan beralih kepada sistem Islam yang diturunkan Allah dengan sanksi-sanksi yang tegas dan jelas. *Aktivis Fikrul Islam tinggal di Surabaya, Jawa Timur


latestnews

View Full Version