View Full Version
Sabtu, 02 Nov 2019

Kapitalisme Menggerus Peran Keibuan

 

Oleh:

Siti Masliha S.Pd,Aktivis Muslimah Peduli Generasi

 

 

SEORANG ibu NP (21) menggelonggong anaknya ZNL (2,5) dengan air galon hingga tewas. NP mengaku menyiksa anaknya lantaran stres diancam akan diceraikan oleh sang suami. “Istrinya stress diancam diceraikan apabila anaknya ini dalam kondisi kurus tidak bisa gemuk,” kata Kanit Reskrim Polsek Kebon Jeruk AKP Irwandhy Idrus kepada wartawan di kantornya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (25/10/2019). Irwandhy menyebutkan, karena ancaman sang suami, NP menjadi tertekan hingga mengambil jalan pintas untuk ‘menggemukkan’ anaknya dengan cara digelonggong air minum. Bagaimana bisa membuat gemuk dari masalah ekonomi, dalam rumah tangganya emang tidak mempunyai gizi yang cukup. Pelaku mengambil jalan pintas akan terlihat gemuk dengan memasukkan sejumlah air setelah di isi akan terlihat gemuk, pikirannya pelaku,” jelas Irwandhy (Islampos).

Kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia angkanya cukup tinggi. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat ada peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi sejak 2016 sejumlah 25 kasus, lalu meningkat pada 2017 menjadi 81 kasus, dan puncaknya pada 2018 menjadi 206 kasus. “Hampir tiap Minggu, setidaknya ada 4 kasus kekerasan seksual yang kami putuskan (tangani), angkanya dari 2016-2019 terus meningkat secara signifikan berdasarkan jumlah pemohon LPSK. Kami yakin angka-angka itu hanya puncak gunung es, belum angka dan jumlah riil korban kekerasan seksual, kami mengkhawatirkan fakta di lapangan jauh lebih besar yang tidak sampai ke LPSK." kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat konferensi pers di gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (24/7/2019). (detiknews.com)

Himpitan ekonomi menjadi salah satu penicu kekerasan pada anak. Minimnya lapangan pekerjaan membuat para suami menganggung tidak mendapatkan pekerjaan. Akibatnya para suami tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Dari sinilah timbul masalah-masalah rumah tangga. Karena masalah rumah tangga ini tidak kunjung selesai maka anaklah yang menjadi pelampiasan.  Anak yang tidak berdosa menjadi pelampiasan orang tuanya untuk meluapakan kegundahannya. 

Tidak ada lingkungan yang aman bagi anak. Rata-rata pelaku kekerasan pada anak adalah orang-orang terdekat. Hubungan keluarga, guru, bahkan yang paling menyedihkan adalah orng tuanya sendiri. Anak-anak merasa dekat dengan orang-orang tersebut namun faktanya orang-orang itulah yang melakukan kekerasan. Anak-anak merasa sudah tidak ada lagi tempat yang aman untuk dia bermain, untuk berkeluh kesah. Lingkungan sekitar mereka sudah menjadi “neraka” bagi mereka sendiri. Lingkungan di luar rumah pun sama dengan lingkungan disekitar rumahnya sudah tidak aman lagi bagi mereka.

Dari kasus kekerasan yang menimpa anak-anak Indonesia ini kita belajar. Bahwa rakyat semakin tertekan dengan keadaan sekarang. Ini karena watak kapitalisme yang menempatkan keuntungan materi diatas segalanya. Kekayaan negeri kita diangkut ke luar negeri sementara rakyat hidup kelaparan, bak ayam mati di atas lumbung padi. Pekerja asing benbondong-bondong masuk ke negeri kita, sementara rakyat Indonesia menjadi “kuli” di negeri orang. Kapitalisme telah merenggut peran keibuan. Selayaknya seorang ini menjadi pengasuh dan pengayom bagi anak-anaknya. Namun karena kapitalismelah peran itu tidak dirasakan oleh anak-anak Indonesia.  

 

Islam Menjamin Kebutuhan Pokok Setiap Rakyat

Salah satu bagian terpenting dari aturan Islam adalah adanya aturan-aturan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan pokok bagi rakyatnya. Jaminan pokok tersebut antara lain berupa pangan, pakaian, papan dan lapangan pekerjaan. Dalam hal memenuhi kebutuhan pokok ini Islam telah mewajibkan kaum laki-laki untuk bekerja. Hal ini dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya, sanak kerabatnya yang tidak mampu, serta istri dan anak-anaknya. Allah berfirman:

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya" (al baraqah: 233).

Bagi orang yang tidak mampu bekerja, Islam telah menetapkan nafkah mereka akan dijamin oleh sanak kerabatnya. Jika sanak kerabatnya juga tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka beban menafkahi diserahkan kepada negara. Negara Islam dengan baitul maalnya akan menanggung nafkah bagi orang-orang yang tidak mampu bekerja dan berusaha. Rasulullah SAW bersabda:

"Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnha, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Negara selayaknya juga menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya, agar rakyat bisa bekerja dan berusaha. Rasulullah SAW pernah memberi dua dirham kepada seseorang dan bersabda: "Makanlah dengan satu dirham dan sisanya berikanlah lapak lalu gunakanlah untuk bekerja"

Negara juga harus mendorong rakyatnya untuk giat bekerja agar mereka bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Rasulullah pernah mencium tangan Sa'ad bib Muadz tatkala beliau SAW melihat bekas-bekas kerja pada tangan Mu'adz.  Belia bersabda: "Dua tangan yang dicintai Allah"

Jika negara tidak mampu maka seluruh kaum muslimin wajib menanggungnya. Ini direfleksikan dengan cara penarikan pajak oleh negara dari orang-orang yang mampu, lalu didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan.*


latestnews

View Full Version