View Full Version
Rabu, 22 Jan 2020

Kontroversi Jilbab, Kewajiban dan Makna Sebenarnya

 

Oleh:

Iliyyun Novifana, S.Si

Guru Homeschooling

 

BARU-BARU ini sedang ramai diperbincangkan tentang pemakaian jilbab. Bermula dari pernyataan Sinta Nuriyah, istri mendiang Gus dur yang menyatakan bahwa wanita muslimah tidak wajib memakai jilbab. Walaupun penjelasan yang dijelaskannya begitu keblibet-blibet pada channel youtube Dedy Corbuzer itu, dengan pede pernyataan itu dilontarkannya. Maksud jilbab dalam pernyataannya adalah penutup kepala (kerudung) dengan kata lain menurut Sinta Nuriyah bahwa wanita muslimah tidak wajib menutup kepala yang merupakan aurat itu dengan jilbab.

Menentukan sesuatu apakah dihukumi wajib atau tidak, bukanlah sesuatu yang main-main. Sumber yang digunakan adalah kitabullah (Al Quran) dan al hadits. Tidak semua orang bebas mengartikannya tanpa ilmu dan tuntunan. Jika tak punya ilmu, maka bertanyalah kepada yang memilikinya. Siapa? Para ulama salafus sholih. Kitab-kitab mereka ada banyak. Sungguh tidak pantas jika penentuan wajib tidaknya suatu hukum atas dasar minimnya ilmu agama pada diri seseorang. Apalagi berhukum dengan cara anggapan, "si fulanah yang anaknya pak kyai saja tidak berjilbab, berarti jilbab itu tidak wajib kan". Hal itu sandaran hukum yang sangat lemah. Lebih-lebih jika memang ada keinginan dalam diri untuk tidak berjilbab, tentu akan dicari-cari berbagai dalih ketidakwajiban berjilbab menurut hawa nafsu mereka.

Adapun mengenai istilah jilbab, hal ini masih terjadi kesalahpahaman (kebingungan) di kalangan umat Islam khususnya muslimah. Masyarakat umum di Indonesia mengartikan jilbab sebagai kerudung. Penggunaan istilah jilbab untuk menunjukkan makna kerudung seperti ini tidak tepat. Karena sebenarnya terdapat perbedaan antara kerudung dengan jilbab.

Kerudung dalam Al Qur`an disebut dengan istilah “khumur” (plural dari khimaar) bukan dengan istilah ”jilbab”. Kata “khumur” terdapat dalam firman Allah SWT (artinya), "Dan hendaklah mereka (para wanita) menutupkan kain kerudung ke dada mereka.” (Arab : walyadhribna bi-khumurihinna ‘ala juyuubihinna).” (QS An Nuur [24] : 31). Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud “khimaar” adalah apa-apa yang digunakan untuk menutupi kepala (maa yughaththa bihi ar ra`su) (Tafsir Ibnu Katsir, 4/227). Dengan kata lain, tafsir dari kata “khimaar” tersebut jika dialihkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah kerudung. Inilah yang saat ini secara salah kaprah disebut “jilbab” oleh masyarakat umum Indonesia.

Adapun istilah “jilbab” dalam Al Qur`an, terdapat dalam bentuk pluralnya, yaitu “jalaabiib”. Ayat Al Qur`an yang menyebut kata “jalaabiib” adalah firman Allah SWT (artinya), ”Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Arab : yudniina ‘alaihinna min jalaabibihinna). (QS Al Ahzab [33] : 59). Menafsirkan ayat ini, Imam Al Qurthubi berkata, "Kata jalaabiib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu baju yang lebih besar ukurannya daripada kerudung (akbar min al khimar). Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa jilbab artinya adalah ar ridaa` (pakaian sejenis jubah/gamis).  Pendapat yang sahih, jilbab itu adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub alladzy yasturu jamii’ al badan).” (Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 14/107).

Dalam kitab kamus Al Mu’jamul Wasith, disebutkan jilbab adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub al musytamil ‘ala al jasadi kullihi). Jilbab juga diartikan apa-apa yang dipakai wanita di atas baju-bajunya seperti milhafah (mantel/baju kurung) (maa yulbasu fauqa tsiyaabiha ka al milhafah). (Al Mu’jamul Wasith, hlm. 126). Senada dengan itu, menurut Syekh Rawwas Qal’ah Jie, jilbab adalah suatu baju yang longgar yang dipakai wanita di atas baju-bajunya (baju kerja/rumah) (tsaub wasi’ talbasuhu al mar`ah fauqa tsiyaabiha) (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 126). Demikian juga menurut Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya At Tafsir Al Munir fi Al ‘Aqidah wa Al Syari’ah wa Al Manhaj, beliau memberikan makna serupa untuk kata jilbab. Jilbab menurut Syekh Wahbah Zuhaili adalah baju panjang (al mula`ah) yang dipakai perempuan seperti gamis, atau baju yang menutup seluruh tubuh. (Wahbah Zuhaili, At Tafsir Al Munir, 22/114).

Kesimpulannya, kerudung itu berbeda dengan jilbab. Jilbab artinya bukan penutup kepala, melainkan baju terusan yang longgar yang dipakai di atas baju rumah.

Demikianlah para ulama memberikan penjelasan dalil terkait jilbab. Bagi muslimah yang sadar tentu akan bersegera mengenakan. Tanpa tapi tanpa dalih dalam mewujudkan ketaqwaan kepada Rabbnya.*


latestnews

View Full Version