View Full Version
Senin, 16 Mar 2020

Perempuan, Perlukah Equalitas untuk Berkualitas?

 

Oleh:

Ririn Hidayati

Praktisi Pendidikan

 

MOMENTUM  tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional oleh beberapa negeri termasuk negeri Muslim. Secara histori, kemunculan perayaan Hari perempuan internasional  dimulai sekitar tahun 1909 di Amerika Serikat oleh partai sosialis untuk menghormati pemogokan para pekerja garmen tahun 1909 di New York. Pada waktu itu para buruh wanita memprotes kondisi kerja mereka. Dari sini, kita mengetahui bahwa perayaan ini tidak lahir pada masa peradaban Islam yaitu masa kekhilafahan. Namun justru terjadi di belahan negara lain yang bersistem demokrasi kapitalisme. Tak heran perempuan turut dijadikan komoditas sebagai roda penggerak ekonomi bagi negara kapitalis. Sehingga muncul penindasan dan ketidakadilan bagi perempuan.

Sangat berbeda sekali dengan peradaban Islam justru perempuan sangat dimuliakan. Salah satunya yaitu ketika ada satu muslimah yang dilecehkan oleh Yahudi maka kholifah pada saat itu yaitu khalifah Mu’ tashim Billah beserta pasukannya memerangi satu yahudi tadi hingga kepala barisan pasukan dan ekor barisan pasukan di kota yang berbeda. Sangat panjang hingga tak terlihat. Sungguh pada masa peradaban kekhilafah Islam, perempuan sangat dimuliakan dan terlindungi hak-haknya.

Lalu bagaimana fenomena perayaan Hari Perempuan Internasional hari ini? Hari Perempuan Internasional merupakan perayaan pada pencapaian wanita secara global dan seruan untuk kesetaraan gender. Hari perempuan internasional tahun ini mengusung tema “I am Generation Equality: Realizing Women’s Right” atau “Saya Generasi Setara: Menyadari Hak Perempuan.” Tema ini sejalan dengan kampanye baru UN Women, Generation Equality. Tema itu menandai peringatan 25 tahun Beijing Declaration and Platform for Action (BPfA) , peta panduan bagi pemberdayaan perempuan di seluruh dunia. (www. Kompas.com). Lalu apakah solusi kesetaraan gender dan peta panduan (BPfA) pada hari ini benar-benar mampu menyelesaikan problematika perempuan di alam demokrasi hari ini?

Bicara problematika perempuan di sistem liberal demokrasi kapitalisme bak fenomena bola salju. Bukankah berbagai rekomendasi dunia (PBB) seperti dalam BPfA dan Cedaw menawarkan solusi atas ini? Namun faktanya, hingga hari ini belum mampu mengatasi persoalan perempuan sampai akar masalahnya. Sehingga masalah yang sama terus berulang. Bahkan rekomendasi dunia terkait gaung kesetaraan gender justru memunculkan masalah baru.

Contoh problematika perempuan sudah tidak hanya menjangkiti perempuan dewasa namun sudah mengancam generasi terutama anak-anak perempuan. Menurut Komnas Perempuan mencatat terjadi kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP). Sepanjang tahun 2019, Komna mencatat terjadi 2.341 kasus atau naik 65 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.417 kasus (www. Tempo.co) Ternyata kasus kekerasan terhadap anak perempuan paling banyak adalah inses (hubungan sedarah).

Pelecehan seksual juga menimpa perempuan di sosial media yang meningkat hingga 300 persen. Ternyata penyebabnya adalah mengemukanya pinjaman online yang mengintimidasi korban perempuan dan dipaksa membayar dengan cara pelecehan seksual. Atau meminta mengirimkan video porno yang kemudian disebar lewat sosial media. (www.kompas.com)

Berbagai kebijakan dan gerakan mengangkat kesetaraan gender, tidak menyurutkan jumlah dan jenis persoalan yang dihadapi perempuan seperti eksploitasi ekonomi, komersialisasi di media, kekerasan seksual, dan lain-lain.

Solusi yang dibangun atas dasar sekulerisme dan liberalisme pasti tidak akan menuai solusi tuntas justru akan memunculkan masalah baru. Seperti kesetaraan gender. Sebagai seorang muslim harusnya kita mensandarkan solusi kepada Islam, apakah dalam Islam ada kesetaraan gender (Equality)?

Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan dilihat secara proporsional, Dan tidak secara subjektif atau asumtif sebagaimana pandangan para feminis. Setara bukan berarti sama antara peran laki-laki dan perempuan. Allah SWT  adalah sang Kaliq (pencipta) dan al-Mudabbir (pengatur). Pasti syariat Islam telah mengatur kehidupan manusia secara adil dan seimbang; adakalanya Allah memberikan beban yang sama antara laki-laki dan perempuan dengan memandangnya sebagai manusia (insan); adakalanya pula Allah memberikan beban yang berbeda kepada keduanya, karena sifat dan tabiat khususnya sebagai laki-laki dan perempuan. Maksudnya Islam tidak pernah mendiskriminasi antara perempuan dan laki-laki. (MuslimahNews.com) Takaran kemuliaan di sisi Allah adalah ketaqwaan bukan kualitas dan kualifikasi yang dibuat manusia seperti standart materi (income). Sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Hujurat ayat 4

 “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.

Secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa, dari sisi insaniyahnya, mereka –laki-laki dan perempuan– dipandang secara sama karena keduanya memiliki akal dan potensi hidup yang sama. Kesamaan inilah yang memungkinkan bagi keduanya diberi beban hukum yang sama, semisal sama-sama wajib beriman kepada apa-apa yang wajib diimani, beribadah, berdakwah, menuntut ilmu, dibolehkan bekerja, mengembangkan harta, dan lain-lain. Hanya saja ketika Allah memberikan aturan yang sama kepada laki-laki dan perempuan tidak dikatakan sebagai kesetaraan, akan tetapi memang demikianlah aturan yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan. Sehingga ketika seorang muslim atau muslimah memahami syariat Islam maka mereka tidak akan terjadi kecemburuan sosial antara laki-laki dan perempuan serta mengangap syariah Islam itu tidak adil pada perempuan.

Janganlah kalian iri hati dengan apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain (karena) bagi laki-laki ada bagian yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. (QS an-Nisa’: 32).

Islam tidak menafikan adanya perbedaan jenis yang realitasnya membawa konsekuensi pada perbedaan peran sosial sebagaimana yang dinafikan kalangan feminis. Realitas bahwa perempuan punya alat reproduksi dan karenanya berkemampuan untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan sebagainya, mengharuskan adanya hukum-hukum yang berbeda dengan laki-laki. Termasuk ketika perempuan akhirnya diberi peran sosial khusus sebagai istri dan ibu, sementara laki-laki diberi peran khusus sebagai kepala keluarga berikut hak dan kewajiban, serta aturan-aturan menyangkut relasi keduanya yang berbeda. Jelas sekali tidak ada kesetaraan gender dalam Islam. (MuslimahNews.com)

Para aktivis feminis yang mengaungkan kesetaraan gender selalu menyerang beberapa syariat Islam seperti dalam masalah faraid (waris), menilai bahwa ranah perempuan di domestic justru menghambat kemajuan peran perempuan di ranah public. Justru ketika perempuan lupa akan fitrah dan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri. Dan lalai akan kewajiban yang diamanahkan Allah kepada perempuan justru disharmonisasi dalam keluarga terjadi. Dan sering berujung kepada keretakan rumah tangga karena peran antara istri dan suami tidak maksimal. Maka semustinya kita harus sadar bagaimana harusnya menerapkan syariat Islam untuk menyelesaikan segala problematika hidup. Bukan malah mengadopsi solusi dari ide liberal demokrasi. Jelas ide kesetaraan gender muncul dari ide sekuler barat sesuai kelahiran gerakan ini.

Dan justru dalam peradaban kekhilafahan Islam terbukti memuliakan perempuan. Perempuan juga tidak kalah berdaya sebut saja sosok seorang Muslimah bernama Fatimah Al-fihri seorang muslimah yang membangun sebuah universitas bernam Al-qawariyyin di Fez Maroko. Itulah bukti bahwa perempuan tetap berkiprah di ranah publik tanpa meninggalkan fitrah sebagai madrasatul ula (pendidik yang pertama bagi generasi) dan ummu warabatul bait (sebagai istri yang menjadi manager rumah tangga). Jelas tidak ada kesetaraan gender dalam Islam. Dan kualitas seseorang baik laki-laki maupun perempuan hanya ditentukan oleh ketaqwaan kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bi ash-showab


latestnews

View Full Version