View Full Version
Senin, 15 Jun 2020

Inilah 5 Tips Berbakti pada Mertua agar Disayang Suami

 
Oleh: Najah Ummu Salamah
 
Ibu mertua kami telah pergi menghadap illahi. Banyak kenangan dan teladan kebaikan yang beliau wariskan. Teladan dalam ibadah Nafilah, sedekah dan menolong sesama tanpa memandang latar belakangnya. Bahkan sejak muda hingga menjelang wafatnya, beliau masih aktif di organisasi jamaah haji dan muslimat tingkat kecamatan. Prinsip hidup beliau cuma satu, lakukan jika menurut agama dibenarkan.
 
Kami sebagai anak menantu sangat menghormati beliau. Bahkan tidak pernah ada konflik di antara kami.Selain itu Islam adalah agama yang mengajarkan menantu berbakti kepada mertua selayaknya orangtua. Bahkan dalam Islam tidak ada yang namanya mantan mertua, meskipun terjadi perceraian dalam rumah tangga anaknya. Buktinya adalah bahwa mertua dan menantu selamanya tidak boleh menikah. Karena hubungan pernikahan, menjadikan menantu dan mertua sebagai mahram selamanya. 
 
Sayangnya, kita menemui tidak sedikit terjadi perselisihan antara menantu dan mertua. Hal ini dikarenakan sedikitnya ilmu agama dari kedua belah pihak. Lebih parah lagi, dalam sistem kapitalis seperti saat ini standar penilaian seseorang bergantung pada materi. Apalagi jika mereka tinggal serumah. Hal-hal kecil akan menjadi gesekan yang berarti. Dan jika tidak segera diselesaikan akan menjadi bom waktu pada masa yang akan datang. Agar seorang menantu bisa tulus berbakti kepada mertua maka Islam mengajarkan banyak hal diantaranya:
 
1. Memahami posisi dan hirarki ketaatan dalam keluarga.
Lebih-lebih jika posisi kita adalah menantu wanita yang tinggal bersama mertua. Maka telah jelas ketaatan kita yang utama adalah kepada suami, sedangkan ketaatan suami adalah kepada orangtuanya, setelah Allah SWT dan RosulNya. Selanjutnya, berbakti kepada mertua adalah bentuk realisasi berbakti pada suami tercinta. Hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
 
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
 
2. Menyayangi mertua seperti orangtua sendiri.
Allah SWT menjadikan berbakti kepada orangtua sebagai aktifitas yang bernilai pahala besar di sisiNya. Bahkan mendurhakai orangtua terkategori dosa besar. Menyayangi mertua porsinya sama dengan menyayangi orangtua sendiri. Jangan sampai sebagai menantu, hanya mau anaknya tanpa mau orangtua suami. Dari Abdullah bin ’Amru radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
 "Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.”
 
3. Menjadi pendengar yang baik untuk mertua.
Siapapun kita, meskipun sudah beranak-pinak, selama masih ada orangtua, maka kita adalah anak baginya. Baik orangtua ataupun mertua akan sangat senang jika nasihat dan kisah-kisah hidupnya didengar oleh menantu atau anaknya. Jangan pernah menyepelekan perkataan dan petuahnya, selama masih dalam ketaatan pada sang Kuasa.
 
4. Menjadi problem solving bagi mertua.
Tidak bisa dipungkiri meskipun sudah banyak makan asam garam kehidupan, mertua juga pasti punya masalah. Entah masalah dengan sanak-kerabat, tetangga bahkan teman sejawatnya. Maka, mertua akan merasa lega jika menantu mampu memberikan solusi bahkan menjadi penengah atas kesalahpahaman yang tengah terjadi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
 "Yang menyambung silaturahmi itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus”. (Muttafaqun ‘alaihi).
 
5. Mengingatkan konsep iman, ilmu dan amal.
Tentunya hal ini dilakukan dengan bahasa yang baik dan tidak menggurui. Lebih-lebih jika mertua sudah lanjut usia dan banyak penyakit yang mulai diderita. Maka motivasi ruhiyah dan energi positif harus banyak menenangkannya, menguatkan aqidahnya, dan menambah ilmu agama, agar di usianya beliau selalu mendapat taufiq dan hidayah.
 
Tidak ada keberkahan dari sebuah pernikahan tanpa ridho kedua orangtua dari dua belah pihak. Maka sudah sepatutnya sebagai anak dan menantu harus selalu menunjukkan bakti kepada kedua orangtua secara tulus hanya karena Allah SWT. Orangtua dan mertua adalah ladang pahala kita untuk meraih syurga. Wallahu a'lam bi ash-showab. (rf/voa-islam.com)
 
Ilustrasi: Google

latestnews

View Full Version