View Full Version
Kamis, 06 Aug 2020

Dilema Muslimah: Feminin atau Feminis?

 

Oleh:

Fatimah Azzahrah Hanifah|| Mahasiswi Universitas Indonesia

 

FEMININ atau Feminis? Kedua kata tersebut memang terlihat mirip bukan? Namun sebenarnya keduanya itu memiliki makna yang sangat berbeda. Feminin berasal dari bahasa Prancis, feminin merupakan kata sifat yang berarti “kewanitaan” atau bersifat wanita. Wujud dari sifat feminin ini biasanya ingin tampil cantik, anggun, memiliki kelembutan dan berjiwa keibuan. Sementara itu, feminis merupakan gelar yang diberikan kepada pendukung paham feminisme.

Apa itu feminisme? Feminisme berasal dari bahasa latin femina atau feminus. Fe berarti iman, sementara mina atau minus artinya kurang. Maka femina dapat diartikan sebagai kurang iman. Penamaan ini disebabkan keadaan perempuan di Barat pada saat itu dianggap sebagai makhluk yang kurang iman sehingga dianggap makhluk sekunder atau kedua setelah laki-laki. Sedangkan –isme menandakan suatu paham atau ajaran atau kepercayaan.

Maka feminisme merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan yang setara dengan laki-laki. Atau yang sering disebut sebagai gender equality.

Kata gender itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin atau sex. Pada awalnya kata sex dan gender masih sangat rancu. Di tengah maraknya gerakan feminisme, kedua kata tersebut akhirnya didefinisikan secara berbeda. Perbedaan konseptual antara gender dan sex awalnya dikenalkan oleh Ann Oakley, seorang sosiolog Inggris. Sex menurutnya merupakan pembagian jenis kelamin secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu dan tidak dapat dipertukarkan atau bahkan diganti secara permanen serta termasuk ke dalam kodrati (kehendak tuhan). Sementara itu, gender merupakan pembagian laki-laki dan perempuan secara sosial maupun kultural dan bukan termasuk dalam kodrati atau non biologis, sehingga dapat dipertukarkan.

Hal inilah yang dijadikan landasan oleh para feminis, bahwasanya gerakan gender tidak mempermasalahkan perbedaan identitas antara laki-laki dan perempuan dari segi biologisnya, akan tetapi mengkaji aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan aspek-aspek non biologis lainnya. Menurut pandangan mereka gender dianggap netral atau sama dan kondisinya dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Kenetralan gender ini tidak boleh dilanggar. Karena ketika kenetralan ini dilanggar, menurut mereka saat itulah terjadi diskriminasi wanita.

Gerakan feminisme ini berkaitan erat dengan perubahan sosial di Barat. Salah satu karya pelopor gerakan feminisme adalah tulisan Mary Wollstonecraft di Inggris melalui bukunya, “A Vindication of the Right of Women” yang terbit pada 1792. Tulisan ini muncul sebagai reaksi dari berbagai ketidakadilan yang diterima perempuan di Barat saat itu.

Sebagai contoh, pada 1840 suami-suami di Inggris masih memiliki hak untuk mengurung istrinya di rumah sekaligus mengurung kebebasannya. Perempuan Inggris harus menunggu hingga 1857 untuk dapat menyimpan penghasilannya dan dapat memiliki hak waris (untuk wanita yang bercerai) dan 1893 untuk wanita yang menikah. Perempuan Inggris pun baru mendapatkan hak pilih di 1928. Masih banyak lagi ketidakadilan yang diterima perempuan-perempuan Barat pada saat itu.

Fakta diskriminasi di Barat inilah yang menyebabkan perempuan menuntut keadilan dan kesetaraan gender. Mereka mencari kebebasan dan kemandirian, bebas dari dominasi laki laki dan mandiri dalam menentukan sikap dan mengelola hak milik mereka baik kekayaan maupun diri (tubuh) mereka sendiri.

Sementara itu, bagaimana keadaan perempuan dalam Islam? Islam telah mengangkat derajat perempuan jauh lebih tinggi dari yang dituntut oleh para feminis

Dalam QS. Al-Hujurat:13 yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan…

Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan dilihat secara proporsional, tidak secara subjektif atau asumtif sebagaimana pandangan para feminis. Allah SWT telah mengatur kehidupan manusia secara adil dan seimbang; adakalanya Allah memberikan beban yang sama antara laki-laki dan perempuan dengan memandangnya sebagai manusia (insan); adakalanya pula Allah memberikan beban yang berbeda kepada keduanya, karena sifat dan tabiat khususnya sebagai laki-laki dan perempuan.

Perlu digarisbawahi bahwasanya kekhususan-kekhususan tersebut tidak bisa dipandang sebagai bentuk diskriminasi syariat Islam terhadap perempuan, sebagaimana yang ditudingkan oleh para feminis dan liberalis selama ini.

Selanjutnya, di ayat yang sama dijelaskan bahwa yang membedakan antara perempuan dan laki-laki bukanlah fungsi atau pun perannya, melainkan ketaatan mereka di mata Allah SWT. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT Surah Al-Hujurat ayat 13.  “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu,

Keadilan perempuan dalam Islam dibuktikan ketika seorang wisatawan Inggris bernama Lady Craven mengunjungi Konstantinopel Ibu Kota kekhilafahan Utsmaniyah. Di dalam bukunya yang berjudul “A Journey Through the Crimea to Constantinople” yang diterbitkan 3 tahun sebelum Marry Wollstonecraft menerbitkan bukunya. Ia menuliskan, “perlakuan orang Turki terhadap para perempuan layak dijadikan contoh oleh semua negara dan perempuan Turki dalam kehidupan sehari-hari adalah makhluk bernapas yang paling bahagia.”

Jauh sebelum itu, Islam ketika diturunkan kepada Rasulullah pun telah berhasil merubah perlakuan masyarakat Jahilliyah terhadap perempuan. Ketika masa Jahilliyah bayi-bayi perempuan dikubur hidup-hidup karena dianggap tidak berguna. Kemudian pada saat yang sama, laki-laki Makkah diperbolehkan memiliki istri sesukanya dan sebanyak yang mereka inginkan dan menceraikannya ketika sudah bosan. Kemudian janda-janda diwariskan kepada anak dari sang ayah yang meninggal. Seperti itulah gambaran perlakuan yang diterima perempuan pada masa Jahilliyah.

Setelah Islam sampai kepada Rasulullah, perempuan diangkat derajatnya dan Islam mengembalikannya menjadi seorang manusia yang sejajar dengan laki-laki. Dalam QS An-Nisa:19 Allah menghapuskan kebiasaan orang Makkah yang mewariskan perempuan. Seperti itulah Islam mengangkat derajat perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang dituntut kaum feminis.

Terdapat perbedaan konsep hak dan tanggung jawab antara pandangan Islam dan Feminisme. Para feminis memandang hak diberikan kepada perempuan tanpa batas atau bebas dan hak ini tidak diiringi dengan tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan (Allah SWT). Sehingga tidak bisa dibedakan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan dan ini berbahaya ketika diperjuangkan oleh para Muslimah.

Hal ini dapat mengakibatkan Muslimah lupa denganhakikatnya hidup di dunia yaitu untuk selalu taat kepada perintah Sang Pencipta dalam bentukberibadah.Sementara dalam pandangan Islam, hak diberikan seiring dengan tanggung jawabnya sebagaimakhluk Allah. Hak itu diberikan sesuai porsinya. Tidak lebih dan tidak kurang sehingga tidakmenjadikan salah satunya menjadi lebih rendah.

Sejak awal Islam tidak pernah membedakan antara hak yang diterima oleh perempuan dan laki-laki. Keduanya memiliki hak yang sama seperti, hak mendapat pendidikan, hak kesehatan, hakuntuk dipilih dan memilih, hak berpendapat dan sebagainya. Adapun kewajiban-kewajibanberbeda yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan bukanlah bentuk diskriminasi syariatIslam. Ini semata-mata bentuk tanggung jawabnya sebagai makhluk Allah SWT yang akandimintai pertanggungjawabannya kelak.

Maka opini yang mengatakan bahwa Islam telah menindas perempuan, adalah sebuah propaganda licik karena kebencian terhadap Islam. Jika selama masa pemerintahan Islam tidak terjadi masalah mengenai hak-hak perempuan, artinya masalah perempuan tidak ditimbulkanoleh Islam, melainkan oleh sistem selain dari Islam.Menjadi feminin adalah fitrah kita sebagai perempuan, namun menjadi feminis adalah pilihan kita. Jika Islam sudah sedemikian rupa mengatur hubungan laki-laki dan perempuan sehingga menghasilkan keharmonisan hidup. Serta Islam telah memenuhi semua hak-hak perempuan sejakawal, mengapa kita para Muslimah harus menjadi bagian dari para feminis?*


latestnews

View Full Version