View Full Version
Ahad, 30 Aug 2020

Menjadikan Suami sebagai Sahabat, Bisakah?

 

Oleh: Ashaima Va

Jadi perempuan itu tidak enak. Saat tidak berdaya secara finansial rentan diinjak-injak pasangan. Saat suami superior, istri mesti nrimo dalam rangka taat. Saat suami leluasa keluar rumah, istri nguplek di dapur ngulek sambel dan beberes rumah. Jangan lupa juga perempuan itu kerap dipersalahkan atas ketidakberesan rumah dan anak-anak.

Begitulah berbagai keluhan yang dihadapi para perempuan sebagai istri di era mutakhir. Budaya patriarki yang sudah mendarah daging di masyarakat dianggap biang keladi penderitaan kaum perempuan. Budaya patriarki adalah sikap mengutamakan laki-laki di atas perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu (KBBI). Namun sayangnya Islam kembali dituduh menjadi bagian yang menumbuhsuburkan budaya patriarki. Bahkan lebih parah menuduh Allah SWT lebih mengunggulkan laki-laki dari pada perempuan.

Benarkah demikian?

Syariah Islam sesuai Sunnatullah

Laki-laki memiliki peran di luar rumah sebagai pencari nafkah. Sebaliknya, perempuan lebih didominasi oleh peran domestik mengingat perannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sekilas pembagian tersebut terkesan tidak adil, lebih mengutamakan dan memberi kebebasan kepada laki-laki dan mengekang perempuan. Namun sadarkah kita, Allah membagi peran demikian telah sesuai dengan sunnatullah.

Kita lihat kini semakin banyak wanita-wanita karir yang menyadari bahwa fitrah mereka berada di rumah. Keberadaan mereka di luar rumah telah menggadaikan kesucian harkat dan martabat sebagai perempuan. Pada masyarakat kapitalis, keberadaan perempuan di sektor publik tak bisa lepas obyek seksualitas semata. Mereka menyadari juga bahwa fitrah mereka adalah sebagai seorang ibu untuk mendidik anak-anak penyejuk mata.

Maka saat Islam membagi peran laki-laki sebagai pencari nafkah itu sudah sesuai dengan sunnatullah. Bukan semata karena kemampuannya melakukan pekerjaan berat, tapi juga mampuan laki-laki untuk menanggung beban.

Sedangkan perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga sudah sesuai dengan qodarnya yang bisa melahirkan dan menyusui. Islam memberi balasan berupa pahala yang berlimpah pada perempuan yang bersungguh-dungguh menjalankan peran dan kewajibannya. Islam juga menganggap keberadaan perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga adalah sebuah kemuliaan bukan diskriminasi seperti yang dituduhkan oleh Barat terhadap Syariat Islam.

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa masing-masing diberi amanah sesuai dengan segala potensi yang melekat. Pembagian peran sudah sesuai fitrah. Dengannya manusia.dimanusiakan. saat suami menjalankan kewajibannya di situlah istri mendapatkan hak-haknya begitu pula sebaliknya saat istri menjalankan kewajibannya di situlah hak-hak suami terpenuhi saat suami menjalankan kewajibannya disitulah istri mendapatkan haknya begitu pula sebaliknya saat istri menjalankan kewajibannya disitulah hak-hak suami terpenuhi.

Hanya saja saat masing-masing menjalankan fungsinya, bukan berarti tugas mereka berhenti sampai di situ. Ada kewajiban lain, yaitu untuk memberikan pergaulan yang baik satu sama lain. Karena kehidupan mereka adalah kehidupan persahabatan bukan kehidupan kemitraan atau atasan bawahan.

وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ

“Bergaullah kalian (wahai para suami) dengan mereka (para istri) dengan cara yang makruf.” (An-Nisa: 19)

Seorang suami tidak boleh bermuka masam sedangkan istrinya tidak melakukan satu kesalahan pun. Suami pula harus memperlakukan istrinya dengan penuh kasih sayang. Tak pelit dalam bersenda gurau. Jangan lupa pula, saat suami istri selaksa sahabat, maka akan terbentuk ta'awun atau kerjasama. Suami tak ragu membantu meringankan tugas-tugas istri.

Rasulullah adalah teladan yang baik bagi para suami. Dalam sirah diceritakan beliau adalah sebaik-baik laki-laki yang dalam memperlakukan keluarganya. Sebagaimana yang tertera dalam hadist.

"Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku." (HR Tirmidzi)

Sungguh akan menjadi rumah tangga yang indah jika masing-masing menjalankan fungsinya dengan keikhlasan. Suami terpenuhi haknya, begitu pula istri terpenuhi haknya. Dengan kehidupan persahabatan, suami dan istri akan menjalankan kewajibannya  tanpa beban. Saat semua taat syariat, badai rumah tangga apapun akan dihadapi berdua. Proses mendidik anak-anak pun berjalan sebagaimana mestinya. Alhasil ketahanan keluarga lebih terjaga, darinya akan dilahirkan generasi Islam yang mumpuni. Bukan generasi produk rumah tangga broken home. Wallahu a'lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version