View Full Version
Ahad, 27 Sep 2020

Kesetaraan Upah, Ilusi Kapitalis bagi Perempuan

 

Oleh: Emil Apriani, S.Kom 

Untuk pertama kalinya Indonesia dan seluruh dunia memperingati Hari Kesetaraan Upah Internasional (Equal Pay Day) pada 18 September lalu. Perayaan hari internasional ini menandai komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.

Hari peringatan ini dilatarbelakangi dari data global yang dikeluarkan oleh International Labour Organization (ILO) dan UN Women yang menunjukkan bahwa perempuan masih dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen. Perempuan memperoleh 77 sen dari satu dolar yang diperoleh laki-laki untuk pekerjaan yang bernilai sama. Angka ini sudah dihitung dengan kesenjangan yang bahkan lebih besar bagi perempuan yang memiliki anak. (Bisnis.com, 21/09/2020)

Sedangkan di Indonesia sendiri, data menunjukkan perempuan memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki. Posisi perempuan di dunia kerja juga masih kurang akurat. Hingga saat ini kebanyakan perempuan masih banyak berada di pekerjaan informal. Menurut Kementerian Keuangan, kurang dari 50 persen perempuan yang bekerja sebagai profesional dan hanya 30 persen yang menduduki posisi manajerial dimana mereka dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Saat pandemi menyerang seperti sekarang ini, tak sedikit perempuan yang harus hidup tanpa memiliki asuransi kesehatan dan perlindungan sosial. Belum lagi perempuan yang bekerja dalam sektor-sektor perekonomian lainnya seperti akomodasi, makanan, penjualan dan manufaktur. Mereka ini paling terdampak dengan kehadiran Covid-19.

Seharusnya peringatan Hari Kesetaraan Upah Internasional ini tidak hanya sekadar seremoni dan basa-basi. Harus ada solusi untuk menyelesaikan masalah kaum perempuan dalam jeratan sistem sekuler-kapitalis saat ini.  

Kesetaraan upah dianggap bisa menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi perempuan. Padahal kondisi perempuan tidak akan jauh berbeda, tetap berada dalam pusaran eksploitasi ekonomi dan menjadi tumbal kerakusan kaum kapitalis. Ide kesetaraan upah ini hanyalah ilusi, faktanya justru akan berujung pada eksploitasi bagi perempuan demi kepentingan bisnis dan keuntungan materi.

Dalam sistem kapitalisme seperti sekarang ini, perempuan akan diposisikan sama seperti laki-laki, dieksploitasi secara fisik meski harus mengorbankan kehormatan dan peran utamanya sebagai pengasuh dan pendidik generasi. Mereka terpaksa ikut membantu perekonomian suami untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai kesejahteraan bagi keluarganya. Dan negara seakan lepas tangan terhadap tanggung jawabnya menyejahterakan dan menjamin kebutuhan perempuan.

Hal ini tidak terjadi dalam sistem Islam. Islam memberikan jaminan terhadap hak-hak ekonomi perempuan, di mana negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu dengan pemenuhan yang menyeluruh. Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut sampai pada tataran perempuan mendapatkan pemenuhan dalam makanan, tertutup auratnya dan mendapatkan tempat tinggal. Dan perempuan diberikan hak yang sama dengan laki-laki, mendapatkan kewajiban seperti yang diwajibkan kepada laki-laki, kecuali apa yang dikhususkan atasnya.

Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan bahwa peran utama perempuan secara khusus adalah pencetak dan penjaga generasi, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummun wa rabbah al-bayt). Kalaupun mereka bekerja semata mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat. Sementara tanggung jawab sebagai istri dan ibu juga tetap terlaksana. Jenis pekerjaannya pun adalah yang tetap menjaga kehormatan dan kemuliaan perempuan. Negara Khilafah akan menutup semua jenis pekerjaan yang mengeksploitasi perempuan.

Bekerja bagi seorang perempuan hanya sekadar pilihan bukan tuntutan keadaan. Pilihan ini bisa diambil secara leluasa karena negara menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah ada pada suami atau ayah, kerabat laki-laki bila tidak ada suami atau ayah, atau mereka ada tapi tidak mampu. Bila jalur kekerabatan dan perwalian tersebut tidak ada, maka negara akan mengambil alih. Perempuan tidak perlu bersusah payah bekerja ke luar rumah dengan menghadapi berbagai risiko sebagaimana yang dialami dalam sistem kapitalis sekarang ini.

Demikianlah sistem Islam memiliki aturan menyeluruh yang menjamin kesejahteraan bagi siapa pun, termasuk perempuan. Aturan yang bersifat tetap dan sempurna, memuliakan dan menjaga kehormatan perempuan dalam kehidupan. Perempuan hidup berdampingan secara harmonis dan damai dengan laki-laki dalam kancah kehidupan, tanpa memihak salah satunya seraya mengabaikan yang lainnya. Wallahu’alam bishowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version