View Full Version
Jum'at, 20 Nov 2020

Panggillah Anakmu dengan Namanya

 

Oleh: Nur Devi Rasita

Suatu hari, anak salah seorang sahabat hilang. Sang ayah mencarinya ke sana kemari. Dan akhirnya ia menemukan anaknya, sedang bermain bersama sekelompok anak. Saat itu Rasulullah ﷺ sedang duduk tak jauh dari anak-anak itu, mengamati dengan suka cita mereka bermain.

Ayah sang anak mendekati Rasulullah ﷺ dan meminta izin memanggil anaknya pulang. Rasulullah ﷺ melarangnya dan berkata, "Biarkan ia bermain lebih lama lagi," sambil mata beliau terus tertuju kepada anak-anak tersebut.

Beberapa saat kemudian sang ayah kembali lagi, dan meminta izin mengajak anaknya pulang. Dan jawaban Rasulullah ﷺ masih sama.

Kemudian ia kembali lagi dan bertanya lagi dan kali ini Rasulullah ﷺ mengizinkannya memanggil anaknya untuk pulang. Tapi Rasulullah ﷺ meminta memanggil anaknya dengan namanya bukan dengan sapaan "anakku". Kala itu, lazim menyapa buah hati dengan anakku ketimbang nama sang anak.

Ayah sang anak bingung dan bertanya, "Wahai Rasulullah ﷺ apakah menyapa dan memanggil anakku sendiri dengan *anakku* adalah suatu hal yang terlarang?"

Rasulullah ﷺ menjawab bahwa itu tidak dilarang. Tapi kali ini beliau minta sang ayah memanggil anaknya dengan namanya saja, karena diantara anak-anak yang sedang bermain dengan anaknya tersebut, ada anak yatim. Jika dia memanggil dengan sapaan, "Anakku ayo pulang!" maka anak-anak yang lain akan menengok dan merasa sedih. Sedih karena teringat mereka sudah tidak mempunyai ayah.

Sahabat ini tertegun dan terdiam, lalu dia bertanya, "Wahai Rasulullah ﷺ boleh aku tahu, sedang apakah sedari tadi engkau mengamati anak-anak ini bermain?"

"Aku mengamati mereka dari sini, agar mereka merasa aman dan nyaman bermain. Meskipun sudah tidak ada orang tuanya, mereka tahu rasulNya sedang menjaga mereka." Rasulullah ﷺ mengatakan hal tersebut sambil menangis, mengingat dirinya yang juga tidak mempunyai orang tua.

(diterjemahkan dari thread Shaykh Abu Yusha Yasin)

Dari ilustrasi tersebut, kita bisa merasakan betapa tingginya kepedulian Rasulullah ﷺ terhadap yatim dan piatu. Pengalaman hidup selalu membuatnya makin peduli terhadap sesama.

Bagaimana dengan kita? Hanya karena dulu kita ada pengalaman hidup yang pahit dan buruk, bukannya makin baik dan manis memperlakukan orang, kita seringnya memilih balas dendam. Kita merasa perlu membuat mereka merasakan apa yang pernah kita alami dulu, bahkan lebih buruk lagi. Sungguh berbeda dengan akhlak Rasulullah. 

Indahnya akhlaq Rasulullah ﷺ, adalah seindah-indahnya akhlaq muslim. Mereka yang mengaku Muslim tapi masih buruk akhlaqnya, seharusnya malu. Seharusnya yang dilakukan adalah memperbaiki akhlak diri, bukan malah aturan Islam yang dikritisi. Lebih baik mengaku saja kalau belum bisa taat, bukan malah menyalahkan syariat. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version