View Full Version
Selasa, 13 Apr 2021

Eror, Kini Muslimah Terseret Aksi Teror

 

Oleh:

Fita Rahmania, S. Keb., Bd.

 

AKSI terorisme yang terjadi di Indonesia bak tumbuhnya jamur di musim hujan. Selalu ada rentetan aksi teror dalam waktu berurutan yang cukup mengundang perhatian seluruh komponen masyarakat dari mulai penguasa hingga kalangan bawah.

Seperti yang sedang terjadi saat ini, Indonesia sedang diberondong aksi teror di beberapa wilayah dalam waktu berdekatan. Yang pertama, pada Minggu (28/3/2021), telah terjadi peristiwa ledakan bom di depan Gereja Katedral Makassar. Melansir pemberitaan Kompas.com, ledakan di Gereja Katedral Makassar terjadi pada pukul 10.28 Wita. Pastor Wilhelmus Tulak dari Gereja Katedral Makassar menuturkan, ledakan terjadi sesaat setelah ibadah misa kedua digelar.

Akibat kejadian itu, dua orang yang diduga pelaku dilaporkan tewas diketahui merupakan pasangan suami istri, serta 20 orang terdiri dari warga, petugas keamanan gereja, dan jemaat mengalami luka akibat ledakan. Peristiwa itu, kata pengamat, dilakukan sebagai "aksi balas dendam atas penangkapan puluhan terduga teroris" oleh Densus 88 Antiteror Polri dan diduga sebagai amaliyah atau aksi menjelang bulan Ramadan.

Yang kedua, ialah aksi penyerangan Mabes Polri, Jakarta Selatan, oleh seseorang bersenjata pada Rabu (31/3/2021) sore. Rekaman CCTV yang disiarkan Kompas TV memperlihatkan seorang perempuan berpakaian hitam dan kerudung biru mengacungkan senjata dan disebutkan melepaskan beberapa tembakan di area kompleks Mabes Polri. Tak lama berselang, pelaku penyerangan berhasil dilumpuhkan dengan timah panas polisi. Peluru yang menembus jantungnya mengakibatkan pelaku tewas di tempat.

Hasil penyelidikan polisi menunjukkan bahwa pelaku adalah seorang perempuan muda bernama Zakiah Aini (25). Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan, Zakiah adalah pelaku penyerangan tunggal, atau dikenal dengan istilah lone wolf. Ia secara terang-terangan mendukung organisasi teror ISIS. (kompas.com)

Dari dua kasus di atas didapatkan bahwa 2 orang dari pelaku aksi teror tersebut adalah berjenis kelamin perempuan. Bahkan salah satunya, Zakiyah, sempat membuat surat wasiat yang berisi tentang permintaan maaf kepada orang tuanya, menyuruh keluarganya untuk meninggalkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan Islam, meninggalkan riba di bank dan menolak demokrasi. Seolah menjelaskan bahwa Zakiah adalah seorang muslimah yang taat.

Berbagai pihak pun memberikan reaksi keras mengutuk aksi terorisme ini dan tidak sedikit yang akhirnya menuding ajaran Islam sebagai pemicunya. Mengingat banyaknya temuan pelaku teror adalah berasal dari kalangan muslim.

Namun, pandangan lain diungkapkan Peneliti hukum dan HAM LP3ES sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Milda Istiqomah perihal motivasi di balik keputusan perempuan-perempuan yag bergabung dalam aksi terorisme, Milda menyontohkan black widow di Rusia usai kejadian Moscow Theater Hostage 2002. Saat itu, banyak perempuan melakukan aksi bom bunuh diri setelah menjadi korban pemerkosaan tentara dan pelecehan seksual. Artinya, Milda menyoroti kurangnya perhatian dalam mengungkap alasan mereka bergabung dengan jaringan terorisme di Indonesia, selain konteks jihad.

Milda menambahkan, "Kalau kita melihat tren yang ada di internasional, salah satu penyebab perempuan gabung jadi teroris itu karena ada perasaan-perasaan yang terpinggirkan, diskriminasi, tidak mendapat keadilan."

Berkaca dari hal ini, masyarakat perlu memahami dengan saksama tentang permasalahan keterlibatan seorang muslimah dalam kasus terorisme. Berhenti mengeneralisir bahwa seorang yang belajar Islam dengan mendalam lebih dari orang pada umumnya dapat mendorong seseorang melakukan tindak terorisme sebagai ajaran Islam. Cap orang berpaham radikal pun acapkali tersemat bagi mereka.

Sesungguhnya dalam ajaran Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dan berbuat kriminalitas. Bila radikalisme diidentikkan dengan bom bunuh diri, aksi teror, dan kekerasan di tengah massa, maka radikalisme yang seperti ini layak untuk ditinggalkan. Pasalnya, ajaran Islam tentang jihad yang dianggap sebagai pemicu munculnya aksi radikalisme bahkan terorisme, jauh dari gambaran tersebut.

Jihad dalam ajaran Islam yang  memiliki makna syara’, yakni pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan, ataupun yang lainnya (Al Kasani dalam kitab Bada’i as-Shana’i).

Jihad dilakukan dalam rangka menjaga wilayah dan kehormatan kaum muslimin serta untuk menghilangkan hambatan dakwah dalam menerapkan sistem Islam. Banyak syarat-syarat tertentu yang perlu dipenuhi dalam rangka jihad, harus sesuai hukum syara’ dan tidak serampangan begitu saja. Salah satunya, jihad memiliki adab yang mulia, seperti tidak boleh membunuh perempuan  anak-anak, orang tua, dan para pemuka agama.

Demi memahami Islam yang utuh dan tidak menyimpang, masyarakat perlu melakukan pengkajian mendalam dan memilih sumber ajaran Islam serta sumber hukum yang benar, yakni Al Qur’an, As Sunah, Ijma’, dan Qiyas. Apalagi bagi seorang muslimah yang memiliki tugas utama sebagai al umm warabatul bait (ibu dan sekaligus pengatur rumah tangga) selayaknya mengoptimalkan apa yang menjadi tanggung jawabnya tersebut dan menyampaikan kebenaran Islam demi mencegah saudara-saudara muslimah yang lain terjerumus dalam  paham Islam yang salah.*


latestnews

View Full Version