View Full Version
Senin, 10 May 2021

Peran Orang Tua dan Negara Menyikapi Parodi Sujud “Free Style”

 

Oleh: Henyk Widaryanti

Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah. Di bulan ini seluruh aktivitas kita dilipatgandakan. Begitu pun saat beribadah, Allah memberikan pahala yang berlipat-lipat. Sayangnya tak semua kaum muslimin memahaminya. Ada sekelompok anak yang menganggap ibadah sebagai permainan. Mereka dengan bangganya melakukan gerakan di luar tuntunan salat di saat tarawih.

Gerakan itu dikenal dengan nama sujud “free style”. Seperti yang telah ramai di sosial media, sujud dengan mengangkat kaki ke atas menjadi perbincangan. Setelah diusut ternyata posisi seperti itu dicontoh dari salah satu gaya di game “Free Fire”.

Hakikat Seorang Anak

Mengapa anak-anak dapat dengan mudah menjadikan ibadah jadi bahan bercanda? Bukankah mereka tahu seberapa pentingnya bulan Ramadan bagi kaum muslim? Bisa jadi mereka memang tahu, tapi hanya sekadar mengetahui, bukan memahami. Sebagaimana video yang tersebar, pelaku sujud “free style” adalah anak-anak. Bisa saja tingkah seperti itu mereka lakukan karena keinginan eksis. Hanya sekadar main-main, karena di Game Free Style tertulis kalimat “lakukan di mana saja” gaya free style.

Anak-anak zaman sekarang, sangat mudah menerima sesuatu yang baru. Apa pun itu, asal menarik dan menantang adrenalin akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan nalurinya. Tanpa memahami apakah yang dilakukan itu benar atau salah. Siapa yang bertanggung jawab atas hal ini? Menjadikan ibadah sebagai senda gurau bukanlah sesuatu yang benar. Jika mereka telah balig, maka dosa itu akan ditanggung sendiri. Namun, jika mereka belum balig, bagaimana?

Butuh Peran Orang Tua

Sebagai orang tua, kita tak boleh tinggal diam dengan kesalahan anak. Saat anak belajar ataupun bermain seharusnya orang tua mendampingi. Dari kecil hingga besar sekalipun, peran orang tua sebagai pendidik tetap harus berjalan. Karena anak adalah amanah. Amanah akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt.

Abdullah Bin Umar pernah berkata,

“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.” (Tuhfah al Maudud)

Dalam riwayat yang lain, Allah Swt berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)

Artinya, sebagai orang tua kita tak boleh main-main dalam mendidik anak. Apalagi saat ini, ujian mendidik anak begitu banyak. Seiring dengan kecanggihan teknologi, anak mengenal permainan daring. Ternyata sebagian besar permainan itu telah terpengaruh dengan pemikiran barat. Seperti cara berpakaiannya, campur baur laki-perempuan, perkataan yang jorok hingga memunculkan paham kebebasan. Jika orang tua “gaptek” alias gagap teknologi, maka tidak dapat memahami kebutuhan anak. Anak bermain, dibiarkan. Asalkan anak-anak diam di rumah dan tidak terpengaruh kenakalan di luar.

Jangan salah, saat ini pengaruh negatif kepada anak dapat masuk lewat televisi ataupun internet. Maka orang tua harus waspada dan senantiasa mengontrol permainan anak dan berusaha menjadi teman mereka. Agar anak merasa dekat, mudah diberi nasihat dan mau terbuka dengan orang tua.

Lebih dari itu, sebenarnya masyarakat dan negara juga ikut berperan dalam menjaga tingkah laku anak. Saat anak bergaul di masyarakat, nilai-nilai keislaman yang terbentuk di lingkungan akan membentuk keimanannya. Begitu juga dengan negara, hanya pemegang kebijakan yang dapat mengontrol tontonan dan game online. Tanpa peran serta mereka, pendidikan anak sulit untuk berhasil. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version