View Full Version
Ahad, 27 Jun 2021

Hindari “Setan Gepeng” Saat Mendidik Anak

 

Oleh: Desi Wulan Sari, M.,Si.

 

Keresahan para orangtua semakin terlihat kala mereka mulai mendidik anak-anak zaman now. Anak-anak milenial yang lahir dengan tekhnologi yang sudah canggih harus berdaasaptasi dengannya. Terasa berbeda cara pengasuhan orangtua dulu dengan orangtua sekarang. Bebannya pun terasa lebih berat saat ini, karena lingkungan telah mampu membentuk kepribadian anak dengan apa yang disukainya.

Faktanya banyak ruang interaksi anak, membuat orangtua bukan lagi pendidik tunggal atas mereka, tetapi banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakter dan kualitas generasi kita hari ini. Lihatlah betapa banyak media teknologi yang bertebaran seperti akses internet, Handphone, TV, game online, dan teknologi sejenis lainnya. Iinilah yang disebut “setan gepeng” dalam kehidupan anak-anak dan orang dewasa.

Interaksi anak-anak yang berlebihan terhadap “setan gepeng” menjadi tanda tanya buat kita, apakah yang mereka cari dari semua gadget itu?

Bisa jadi anak-anak merasa bahagia dengan dunianya tersebut. Sebaliknya para orangtua merasa prihatin dan khawatir, bagaimana anak-anak mereka akan tumbuh, berkembang dan menjadi karakter yang tidak diharapkan. Karena sesungguhnya apa yang anak-anak rasakan seperti kebahagiaan, kesenangan yang dirasakan mereka sebatas semu belaka.Bisa jadi hal tersebut dilakukan karena ingin lari dari persoalan, tidak mendapatkan kasih sayang di rumah, bahkan tidak mendapatkan pendidikan yang baik dari orangtua.

Jangan lupa juga bahwa sistem sekuleris dan liberalis yang diadopsi hari ini telah banyak berkontribusi atas kerusakan moral, kesedihan, kekecewaan dan kemunduran sebuah generasi. Generasi yang tidak memiliki visi hakiki untuk membangun sebuah peradaban gemilang. Padahal anak-anak kita berhak mendapat kebahagiaan dan kecemerlangan hakiki dalam dirinya sendiri. Lalu apa yang harus kita lakukan demi mewujudkan kualitas anak sesuai harapan?

Stop “Setan Gepeng”

Kunci Kebahagiaan anak adalah orangtua. Bagaimana orangtua membersamai anaknya dengan mendidik, mendampingi dan mengisi pemikiran, memberi pemahaman serta  pendidikan sejak usia dini menjadi prioritas utama. Dan orangtua yang mampu memberikan pendidikan tersebut adalah orangtua yang belajar dan berilmu dalam mengasuh anak.

Dalam Islam, Rasulullah saw telah mengajarkan umatnya bagaimana cara mendidik anak yang tepat. Mendidik dengan cara Islam menjadi satu-satunya cara agar dapat memebantuk kepribadian anak yang bahagia, cerdas, dan cemerlang. Tidak memisahkan antara agama dengan kehidupan membuat pendidikan semakin sempurna lahir dan bathin.

Terlebih di zaman yang serba canggih teknologi, informasi dan tayangan media bebas berseliweran. “Setan gepeng” sebagai penyebab utama kerenggangan hubungan antara orangtua dan anak menjadi penghalang terbesar saat ini. Ketidakhadiran orangtua disamping anaknya menjadi kekosongan yang tergantikan oleh para setan gepeng ini. HP, TV, komputer, internet, games dsb. semua itu harus dibatasi dan dijauhkan dari anak. Dengan konsekwensi orangtua harus berkomitmen melakukan perubahan dengan melakukan pendampingan secara sungguh-sungguh karena Allah ta’ala.

Maka perlu memberi pemahaman kepada anak bahwa:

1. Anak dibolehkan menguasai tekhnologi tapi bukan “DIKUASAI” tekhnologi.

2. Anak harus dibekali literasi digital.

3. Apakah ada kerugian bagi anak jika tidak berinteraksi dengan “setan gepeng”?

Teringat pembelajaran Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari tentang langkah-langkah bijak menjadi orang tua betulan, bukan orangtua keberulan, salah satunya tentang mengatasi “setan gepeng” dalam kehidupan anak dengan konsep 3D, yaitu:

1. Dibutuhkan, akan diijinkan kapan saja selama hal itu dibutuhkan untuk sesuatu yang terkait dengan sekolah atau mencari info PR/pelajaran.

2. Didampingi, membuka/menonton/bermain gadget harus di area publik, sepengetahuian dan seijin orangtua agar dapat didampingi jika ada konten-konten yang tidak sesuai dengan usia ataupun tidak mendidik dapat terhindar dari anak-anak.

3. Dipinjamkan, selama usia anak-anak belum mencapai 18 tahun (idealnya) anak-anak tidak punya hak atas kepemiliikan gadget. Semuanya adalah milik orangtua dan hanya dipiinjamkan untuk sang anak. Kenapa 18 tahun? Di usia tersebut anak-anak sudah mampu bertanggung jawab atas hak dan kewajibannya.

Maka saatnya orangtua menjadi smart dan penuh ilmu saat mengasuh anak. Karena abnak adalah anugerah dan aset bagi agama dan bangsa. Hanya Islam Kaffah yang mampu mewujudkan orangtua smart dan generasi cemerlang dengan segala fasilitas pendidikan terbaik yang diberikan dari negara tanpa beban biaya sepeserpun, generasi yang berkepribadian Islam sebagai pencetak peradaban. Wallahu a’lam bishaawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version