View Full Version
Ahad, 29 Aug 2021

Childfree Merendahkan Kaum Hawa

 

Penulis: 

Keni Rahayu || Influencer Dakwah Millenial

 

DISCLAIMER dulu. Tulisan ini dikerucutkan untuk penganut childfree tanpa alasan syar'i. Bagi keluarga yang menganut childfree dengan alasan medis, atau pertimbangan lain di luar kuasa manusia tidak termasuk dibahas dalam tulisan ini. Semoga dipahami.

---

Lagi-lagi. Bukan dunia namanya kalau gak gonjang-ganjing. Isu childfree ramai diperbincangkan sampai pusing. Berseberangan dengan para pengembannya, menurut hemat kami malah sejatinya gagasan childfree ini merendahkan wanita, bukan memuliakannya. Bagaimana bisa? Berikut uraiannya.

1. Meminta kesetaraan, mengakui ketidaksetaraan. Ketika perempuan meminta kesetaraan, tandanya ia mengakui adanya ketidaksetaraan. Ia memahami betul dirinya tidak setara dengan kaum adam, sampai-sampai minta disetarakan. 

Padahal dalam Islam, perempuan sangat mulia dalam fitrahnya. Allah sampaikan dalam Al-Qur'an bahwa perempuan dan laki-laki kedudukannya sama. Perbedaan hanya dilihat dari tingkat ketakwaan. Tak ada kasta dalam jenis yang Allah ciptakan. Keduanya setara.

2. Tidak memaksimalkan fungsi rahim. Perempuan yang memilih childfree sejatinya ia menghinakan dirinya sendiri. Padahal, ia mulia dengan rahim yang dimilikinya. 

Allah titipkan rahim dengan tujuan mulia, yakni mengandung sebelum melahirkan. Memang Allah ciptakan rahim di dalam perut perempuan tanpa maksud apa-apa? Kalau benar perempuan menggunakan akalnya, ia akan memahami amanah agungnya bahwa ia adalah rahim peradaban. Jika semua ibu mogok punya anak, bagaimana peradaban ini bisa terus berjalan? 

Allah dengan rinci sampaikan di QS al Hajj ayat 5 prosesi pertemuan sel telur dengan sel sperma sampai berubah menjadi makhluk imut bernama jabang bayi. Di mana latar kisah indah tersebut terjadi? Di rahim. Tiap bulan haid masih gak sadar juga Allah titipkan amanah luar biasa di jasad makhluk bernama perempuan? 

3. Tidak menjabat jadi ibu. Dengan menjadi ibu, maka "tugas" perempuan sempurna. Tentu saja ini bagi mereka yang Allah izini mengandung dan melahirkan. Kita tidak membahas yang qada'nya lain ya. Ibu adalah karir tertinggi perempuan. 

Sungguh rugi sekali, bagi perempuan yang tidak memiliki kendala apapun tiba-tiba memutuskan tidak akan menjadi ibu. Apalagi tidak ada usaha sedikitpun ke sana. Satu pintu surga tertutup, satu pintu investasi dunia akhirat juga tertutup.

Padahal dalam Islam, perempuan sangat dimuliakan dengan gelarnya sebagai ibu. Lihat bagaimana rasul menyebut ibu tiga kali baru ayah ketika seorang sahabat bertanya terkait bakti anak. Betapa mulia perempuan dalam pandangan Islam, lebih-lebih seorang ibu. Bukankah rugi wahai muslimah, ketika kita semata-mata memutuskan untuk childfree?

4. Mengakui kelemahan. Di antara banyak alasan yang melandasi keputusan childfree adalah alasan pengakuan kelemahan. Di antaranya takut tidak mampu mendidik, takut anak jadi korban kemarahan orang tua, takut tidak punya biaya dan sebagainya. Alasan ini bak kalah sebelum berjuang. Para pemain mengibarkan bendera putih bahkan sebelum masuk ke medan perang. 

Di antara ketakutan itu sejatinya adalah mereka mengakui kelemahan mereka. Betul kan? Kalau benar takut seharusnya mereka tidak menghindari, tapi mengupayakan. Takut tidak punya uang ya bekerja, itu tugas ayah. Takut tidak bisa mendidik ya belajar, itu kan tugas anak manusia. Bahkan sejatinya ketakutan ini adalah gambaran hari ini negara berlepas tangan atas jaminan hidup masyarakat. Masyarakat terbiasa mandiri menjalani hidup, childfree menjadi pelarian.

Anehnya, sudah mengaku lemah tapi malah buat aturan sendiri. Bukan mencari hakikat diri. Bikin gagasan childfree yang jelas-jelas asasnya liberalisme yang bikin ngeri. Sudah sadar lemah, tapi gak mengakui bahkan bikin jalan ninja aneh sendiri. Bukankah ini merendahkan kaum hawa sebagai pelaksana teknisnya?

5. Tidak paham jati diri. My body my authority adalah gambar bahwa manusia tak paham jati dirinya. Kita tahu betul bahwa ini ide khas milik feminis. Asas feminis jelas liberalisme, apa lagi? Allah dinomorduakan dengan gagasan pribadi yang lebih nyaman di hati.

Tentu saja ini berkebalikan dengan gambaran seorang muslimah. Seorang muslimah menyadari dirinya adalah seorang hamba. Seorang hamba paham tugas fungsinya hidup dunia, yakni beribadah kepada Allah, sang pencipta. Ia paham fitrah dalam dirinya, sehingga ia dengan senang hati mengandung, melahirkan, dan menyusui. Ia paham fitrah ini adalah bentuk kemuliaan sejati dari sang Ilahi rabbi.

Bahkan ia bervisi bahwa bayi-bayi yang lahir dari rahimnya adalah tonggak peradaban dunia dengan Islam yang diembannya. Sungguh berbeda sekali bukan gambaran hamba yang taat total dengan pencipta-Nya dengan yang ngeyel alias hidup suka-suka dia? Bandingkan, mana yang lebih mulia?

Sejatinya, semua hal terjadi tergantung pola pikir. Pola pikir pasti akan melahirkan pola sikap. Oleh karenanya wahai muslimah, mari kita jaga pola pikir kita dengan duduk bermajelis dengan orang-orang salih. Jangan habiskan waktu sibuk memburu dunia. Sebab sadarilah dirimu adalah rahim peradaban. Kamu adalah pintu kelahiran anak-anak salih khalifah di muka bumi. Wallahu a'lam bishowab.*


latestnews

View Full Version