View Full Version
Sabtu, 08 Jan 2022

Angan Pupus karena Layangan Putus

 

Oleh:

Keni Rahayu || Influencer Dakwah Milenial

 

LAGI viral sebuah film yang diangkat dari cerita pendek. Katanya sih based on true story. Saking viralnya, sampai adegan-adegan yang bikin hati dag dig dug banyak diparodikan oleh para pegiat sosmed. Bukan main emang netizen Indonesia. Apa yang viral, itu yang dikejar. Makin besarlah api menjalar.

Film ini mendapat banyak respon dari netizen. Ada yang bilang bagus banget sampai dipromosikan dari lisan ke lisan. Ada juga yang panik dan melarang orang-orang terdekatnya nonton. Bahkan sampai ada istri yang jadi suuzan sama suaminya setelah nonton film ini. Ada apa dengan Layangan Putus?

Film ini menceritakan tentang suami yang awalnya hangat dan romantis, kemudian berubah sejak ia berselingkuh. Kisah perselingkuhan inilah yang membuat hati penonton naik turun bak roller coaster (CNN, 7/12/21). Apakah kamu tertarik menonton film ini?

 

Menjajakan Ide

Kita seyogyanya berhati-hati dengan apa yang dikonsumsi oleh akal kita. Sebab kesehatannya dipengaruhi oleh apa yang kita baca, dengar dan tonton. Termasuk dari nonton film Layangan Putus, jangan-jangan angan kita perlahan pupus. Khawatirnya, kita jadi takut menikah, takut pula punya anak. Tidak ada lagi cita-cita agung pernikahan dalam kamus kehidupan. Nauzubillahi min zalik. Begitukah watak seorang muslim?

Film memang madaniyah. Ia tak membawa sifat tertentu terkait kehalalan dan keharamannya. Tapi, di kontennya pasti memuat ide. Konten dalam film ini mengindikasikan pernikahan hari ini. Sebuah komitmen agung yang katanya sih berlandaskan cinta. Yakni mencintai karena cinta, memiliki anak karena cinta, berkhianat pula atas nama cinta. Inilah yang perlu kita perhatikan dan selektif terhadapnya, sebuah ide dalam karya.

Tentu saja saya tidak punya kepentingan apa pun terkait dengan jalan cerita filmnya. Apalagi kalau katanya ini adalah kisah nyata. Yang saya kritisi di sini sebatas pada film itu sendiri, tidak perlu melebar ke mana-mana.

Pegiat seni sekuler selalu beralasan bahwa karya hanyalah karya. Setiap lekuk pandangan mata, dentum suara dan peragaan pelaku seninya adalah masterpiece semata. Tidak pantas manusia awam menilainya, apalagi dengan dalil agama. Padahal, Islam tentu tidak berpandangan demikian. Ketika Islam di hati menghujam, maka semua karya dan kata harus sesuai dengan aturan Tuhan semesta alam.

Begitulah kebanyakan karya hari ini, didominasi oleh asas sekularisme. Selain mengejar keuntungan materi, ide-ide kebebasan di jalan ceritanya dijajakan. Penonton diminta bersikap bijak sendiri: mengambil yang baik dan meninggalkan yang tidak. Itulah alasan tulisan ini digoreskan.

 

Remember!

Sebagai pengingat bagi keresahan kita apalagi setelah menonton film yang salah menggambarkan cinta, Allah telah melayangkan ayat agung-Nya:

"Maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”(QS. Al-Baqarah)

Itulah gambaran orang beriman. Ia tak takut apalagi gentar mendapati syariat pernikahan. Orang beriman juga tidak ragu mendapati "resiko" memiliki anak. Sebab keduanya ibadah, meski bersusah balasannya jannah. Lantaran di hati tersimpan petunjuk dari Ilahi, maka tenang jiwanya, tiada kegelisahan juga kesedihan. Rasa takut dibendung sebab ia perpegang pada ketaatan. 

Salah satu cara mengatasi rasa takut menikah adalah dengan duduk di majelis ilmu. Mari kita duduk bersama sang guru. Bersamanya didalami shiroh nabi dan para sahabat. Sebab di dalamnya memuat kisah-kisah pernikahan hebat.

Bukankah suami paling romantis adalah Rasulullah? Beliau tak tega mengganggu malam sang istri yang sedang terlelap. Beliau tak pernah sampaikan masakan kekasihnya tak sedap. Beliau berpuasa ketika melihat masakan belum sedia. Beliau merayu yang tercinta dengan panggilan yang membuat hati berbunga. Bukankah agung sekali akhlak mulia ini?

Ide harus dilawan dengan ide. Jika yang dikonsumsi akal manusia sebatas ide-ide pernikahan yang gagal, lama-lama manusia menyimpan referensi yang demikian saja. Tugas kita adalah mengguyur ide buruk dengan ide Islam, dan menjadikannya filter terhadap ide-ide di luar Islam.

Di majelis ilmu, belajar perihal menikah sangat perlu. Sebab menikah bukan sebatas romansa, namun sejatinya ia adalah amanah Yang Kuasa. Di balik amanat syar'i pernikahan adalah kelestarian. Allah ingin melanjutkan kehidupan anak manusia dalam wadah yang agung, pernikahan.

Bukankah sebagai kepala rumah tangga, Rasul juga adalah kepala negara? Beliau hadir di tengah-tengah umat menyelesaikan berbagai pertikaian. Islam yang dibawanya terbukti sudah membawa manusia kepada peradaban luhur lagi mulia. Lalu, benarkah kita mengidolakan ia jika sedikit saja kita tak tertarik pada kisah hidupnya?

Semoga Allah memberi keselamatan atas nabi Muhammad, keluarga serta para pengikutnya. Allah ampuni kekhilafan kita. Allah arahkan hidup kita. Allah alihkan salah fokus kita, dari kenikmatan yang melalaikan menuju ketaatan yang memuliakan. Wallahu a'lam bishowab.*


latestnews

View Full Version