View Full Version
Rabu, 09 Feb 2022

Lindungi Anak dari Kekerasan

 

Oleh:

Wahyu Utami, S.Pd || Praktisi Pendidikan di Yogyakarta

 

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat dalam 3 tahun terakhir. Hal ini berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan Kementerian PPPA pada tahun 2019, 2020, dan Januari-November 2021.

Berdasarkan Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) sepanjang 2019-2021, terjadi peningkatan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam rapat dengan Komisi VIII DPR, Kamis (20/1/2022).

Angka laporan kekerasan terhadap anak tahun 2019 ditemukan ada 11.057 kasus, tahun 2020 sekitar 11.279 kasus. Sedangkan, sepanjang tahun 2021, mulai Januari hingga November, ditemukan ada 12.556 kasus kekerasan anak.

Dari keseluruhan kasus tersebut, Bintang menyebut kasus kekerasan seksual yang paling banyak terjadi kepada anak-anak. “Paling banyak itu adalah kekerasan seksual, hampir 45 persen yang dialami anak. Kemudian, diikuti kasus kekerasan psikis sekitar 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen,” ujarnya. Berdasarkan tempat kejadian, kekerasan seksual terhadap anak sebagian besar terjadi di rumah tangga.

Melihat data-data di atas, kita dapat menyimpulkan saat ini anak-anak berada dalam situasi yang tidak aman. Anak yang merupakan makhluk lemah dan masih sangat membutuhkan perlindungan dari orang dewasa justru menjadi pihak yang rentan mendapat kekerasan. Yang lebih miris, mayoritas kejadian kekerasan terjadi di rumah tempat anak tinggal.

Mengapa saat ini anak-anak sangat rentan mendapatkan kekerasan? Jika kita telusuri akar penyebabnya setidaknya bisa kita kembalikan pada tiga faktor utama yaitu orang tua/keluarga, lingkungan dan negara.

Pertama, orang tua/keluarga. Meskipun kasus kekerasan terhadap anak juga terjadi pada keluarga di tingkat ekonomi atas, namun yang paling dominan terjadi pada kalangan berstatus ekonomi bawah atau miskin. Data yang dimiliki pemerintah kota Padang, Sumatera Barat, berdasarkan laporan yang masuk ke Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Tahun 2021, kasus kekerasan seksual pada anak rata-rata terjadi pada keluarga miskin.

Kondisi ekonomi yang semakin sulit, akhirnya memaksa orang tua baik bapak dan ibu sama-sama bekerja sehingga anak tidak mendapatkan hak pengasuhan dan pendidikan yang layak. Bahkan tidak sedikit anak yang terpaksa atau dipaksa ikut bekerja dengan orang tua. Akhirnya anak harus bergaul dengan manusia dewasa asing yang sangat rentan melakukan tindak kekerasan pada anak.

Kedua, lingkungan khususnya media. Media terutama media sosial telah secara langsung ikut andil dalam berbagai kasus yang mendera anak-anak. Tayangan-tayangan yang mengandung kekerasan dan pornografi telah menginspirasi manusia yang lain melakukan tindakan yang sama. Lemahnya peran negara dalam mengontrol media massa telah menyuburkan tayangan-tayangan sampah tersebut. 

Ketiga, negara. Kebijakan yang kapitalistik yang dilakukan oleh negara dalam ekonomi telah menciptakan ketimpangan ekonomi. Privatisasi besar-besaran telah mengakibatkan berbagai sumber daya alam dikuasai asing. Akibatnya negara kehilangan kesempatan untuk menyejahterakan rakyatnya. Inilah yang menjadi salah satu sebab lahirlah keluarga miskin. Walhasil anak-anak menjadi salah satu korban dari kemiskinan struktural yang diciptakan oleh negara. 

Inilah kiranya yang menjadi persoalan krusial dimana semua berpulang dari sistem yang dijalankan dalam kehidupan. Oleh karena itu dibutuhkan perubahan bentuk sistem yang shohih/benar. Itulah sistem Islam yang berisi sekumpulan aturan dan tuntunan hidup dari Alloh, Sang Pencipta manusia. Aturan Islam mencakup seluruh aspek tak terkecuali aturan jaminan perlindungan anak-anak. 

Islam telah menjadikan anak sebagai ujiian, perhiasan hidup di dunia, cahaya mata dan amanah bagi kedua orang tua. Orang tua berkewajiban mengasuh dan mendidik mereka sehingga sehat fisik dan psikisnya. Anak tercukupi semua kebutuhannya baik kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal juga keamanan jiwanya.

Islam telah menetapkan pembagian tugas antara ayah dan ibu. Ibu berkewajiban sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ayah mempunyai kewajiban mencari nafkah. Jika ayah tidak mampu maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan. Jika ayah tidak mampu bekerja karena cacat misalnya, maka beban menafkahi ada di pihak keluarga ayah. Jika tidak ada yang mampu maka negara yang bertanggung jawab memenuhi. Dengan demikian tidak ada anak yang terpaksa bekerja sehingga rentan mendapat kekerasan. 

Pada saat yang sama negara akan mengelola ekonomi dengan ekonomi Islam yang melarang keras penguasa menjual sumber daya alam kepada asing. Seluruh kekayaan alam yang ada akan dikelola sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat. 

Islam juga sangat memperhatikan kondisi lingkungan tempat anak tumbuh. Segala yang membahayakan masyarakat harus dihilangkan. Media-media yang mengeksos pornografi dan kekerasan diharamkan dan ditindak dengan hukuman pidana yang tegas dan berat. Di sinilah peran negara memberikan perlindungan dan keamanan bagi tumbuh kembangnya anak.

Anak adalah aset orang tua sekaligus aset bangsa yang sangat berharga. Merekalah generasi penerus, tumpuan harapan orang tua dan negara. Menelantarkan apalagi sampai menganiayanya adalah dosa di dalam Islam. Oleh karena itu, lindungi anak-anak dari kekerasan.*


latestnews

View Full Version