View Full Version
Rabu, 10 Aug 2022

Allah, di Atas Segalanya (Berkaca dari Kasus 'Paksaan' Berjilbab)

 

Oleh: Tita Rahayu Sulaeman

Seorang siswi kelas sepuluh di SMAN 1 Banguntapan mengadu karena merasa dipaksa memakai jilbab oleh guru BK di tempat ia sekolah. Ia mengurung diri di tioilet sekolah selama kurang lebih satu jam sesaat setelah pemaksaan tersebut. Sampai saat ini ia masih depresi dan mengurung diri di rumahnya. Yuliani, selaku pendamping siswi tersebut mengatakan bahwa anak tersebut belum mau memakai jilbab. Orang tuanya sudah membelikan hijab namun ia belum mau memakainya. Menurutnya, itu tidak mengapa, Hak asasi manusia. Untuk menelusuri kasus ini, Ombudsman RI (ORI) berencana akan melakukan pemanggilan terhadap dua guru BK, wali kelas dan guru agama. Menurut ORI perwakilan DIY Budhi Masturi, jika terbukti ada pemaksaan maka akan diterapkan pasal perundungan (detik.com 29/07/2022).

Akibat Sekulerisme dan HAM

Sungguh ironis. Sekolah yang sedang menjalankan perannya mendidik anak-anak agar menjadi hamba Allah yang taat justru harus berhadapan dengan hukum atas tuduhan perundungan. Perintah Allah untuk berjilbab diabaikan karena hati yang belum siap. Dia memilih untuk tidak taat dianggap sebagai hak asasi manusia, padahal ia seorang Muslimah.

Sejatinya seorang Muslim itu sudah selayaknya taat terhadap ajaran agamanya, baik di lingkungan rumah, sekolah atau dimana pun termasuk dalam urusan pakaian. Inilah yang terjadi ketika syariat Islam disingkirkan dari kehidupan (sekulerisme) dan hukum-hukum manusia diberlakukan. Yang benar menurut Allah, dinilai salah oleh manusia ketika tak sejalan dengan hawa nafsunya.

Orang tua dan sekolah memiliki peranan penting dalam mendidik anak-anaknya menjadi hamba yang taat terhadap Rabb-nya. Pembiasaan terhadap pelaksanaan syariat hanyalah salah satu cara yang bisa dilakukan oleh orang tua dan sekolah dalam mendidik anak-anaknya agar taat terhadap syariat. Tindakan pemaksaan sejatinya memang bisa dilakukan agar manusia taat pada aturan. Terlebih ini adalah aturan Allah tentang berpakaian bagi Muslimah. Orang-orang terbiasa dipaksa memakai helm demi keselamatannya di jalan raya. Lalu mengapa seorang Muslimah tidak boleh dipaksa memakai jilbab demi keselamatannya di akhirat?

HAM hanyalah produk dari kaum liberal yang ‘dijual’ pada orang-orang muslim yang ingin melepaskan diri dari syariat Islam yang wajib ditaatinya. Umat Islam tidak boleh tergiur oleh kebebasan yang menjerumuskannya pada kemaksiatan. Apalah artinya kebebasan hidup di dunia, karena pada akhirnya kita akan Kembali pada Allah yang telah menciptakan manusia. Bukankah setiap muslim ingin Kembali pada tempat terbaik di sisi-Nya ? Maka sudah sepatutnya, manusia meletakan Allah di atas segalanya. Di Atas perasaan juga akalnya.

Berjilbab Kewajiban, Bukan Pilihan

Bagi seorang Muslimah, memakai jilbab adalah kewajiban, bukan pilihan. Sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an,

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-ahzab ayat 59)

Dalam ayat-Nya Allah katakan bahwa memakai jilbab adalah supaya mereka (kaum Muslimah) tidak diganggu. Ini adalah bentuk kecintaan Allah pada hamba-Nya. Semestinya tidak ada perasaan depresi atau tertekan ketika seorang muslimah memakai jilbab. Justru semestinya, seorang muslimah menyambut perintah ini dengan perasaan bahagia karena telah berada dalam penjagaan-Nya melalui pemakaian jilbab.

Bila hati merasa belum siap terhadap perintah ini, tetaplah tunaikan kewajiban sebagai seorang Muslimah. Sambil menumbuhkan Kembali kecintaan terhadap Allah SWT. Menumbuhkan kecintaan pada Allah ialah dengan ilmu. Sehingga mengenal sifat-sifat Allah SWT terhadap hamba-Nya. Jika telah tumbuh kecintaan yang terhadap Allah, ia akan meletakan Allah di atas segalanya. Ia akan berupaya menjalankan setiap syariat untuk Allah yang ia cintai. Segala upaya dalam ketaatan dilakukan tiada lain untuk meraih ridho Allah SWT. Wallahu’alam bishawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version