View Full Version
Rabu, 06 Sep 2023

Warning Body Shamming!

 

Oleh: Ameena N

Ketika pertama kali seorang bayi lahir ke dunia, yang dikomentari oleh kebanyakan orang ketika melihatnya adalah fisiknya. Misal, “Hidungnya kurang mancung, kayak ibunya”. Kali pertama ketika mendengar seseorang menikah pun pertanyaannya, “Cantik nggak pasangannya,” “Ganteng nggak pasangannya?” Kalau nggak cakep langsung, deh, diketawain. Dan pertama kali yang disalahkan ketika seseorang berbuat salah juga fisiknya, “Udahlah mukanya jelek, akhlaknya jelek pula”.

Ya, begitulah kiranya. Padahal fisik itu bukanlah urusan manusia. Maksudnya, yang bikin fisiknya itu kan, Allah, bukan manusia, jadi kenapa fisiknya juga ikut disalahin. Yang lahiran itu, baru juga lahiran, udah dikomentarin aja. Maksudnya, kita ini siapa, sih, kok berani banget mengkritik ciptaan Allah? Belum lagi kalau orang tuanya jadi tersinggung. Bukannya malah didoakan yang baik-baik, malah dikritik fisiknya. Dan untuk yang pasangan orang cakep apa nggak, nggak ada urusannya juga sama kita. Gini-gini, nih, yang bikin orang kalau nikah itu ribet banget nyari yang cakep, akhlak urusan belakangan. Buat apa, biar nggak malu kalau diomongin, biar bisa dibangga-banggain di tongkrongan. Nggak banget, deh. Visi misi awal menikahnya itu karena apa?

Tanpa kita sadari, body shamming ini sudah menjadi normal, kita bahkan terkadang tidak sadar kalau kita sudah body shamming ke orang saking hal ini sudah menjadi reflek. Emang body shamming itu bagaimana, sih? Body shamming merupakan tindakakan yang merendahkan, menghakimi, atau mengkritik tubuh atau penampilan seseorang, seperti berat badan, tinggi badan, bentuk fisik, dan semacamnya.

Jangan dianggap remeh, karena selain kita tidak menghormati ciptaan Allah, dampak yang ditimbulkan dari body shamming dapat mengakibatkan gangguan psikis terhadap korban, seperti yang dipaparkan oleh yankes.kemkes.go.id, antaranya adalah gangguan makan seperti bulimia nervosa, anorexia nervosa, binge eating, dan lain sebagainya. Lalu gangguan lain yang akan dialami adalah depresi dan juga rasa malu sehingga memunculkan ketidakpercayaan diri. Karena itu mulailah orang-orang berusaha menjadikan citra tubuh yang lebih ideal dengan berbagai macam cara seperti operasi plastik, suntik putih, sedot lemak, diet berlebihan, dan banyak lagi cara-cara ekstrim lainnya. Apalagi di era modern sekarang, di mana orang bisa dengan bebas berinteraksi dan mengomentari apapun yang dilihatnya. Body shamming makin melanda masyarakat kita. Dampaknya, ya, gangguan psikis yang disebutkan tadi pun banyak dialami oleh masyarakat kita, khususnya anak muda.

Pandangan Islam tentang body shamming

Ya jelas nggak boleh, dong. Coba kita simak bersama kisah berikut:

Sahabat Abdullah bin Mas’ud adalah sahabat yang memiliki ranting untuk dijadikan siwak, angin berhembus dan menyingkap betisnya yang kecil, lalu para sahabat tertawa karena melihat betis Ibnu Mas’ud yang kecil. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur para sahabat dan berkata, “Apa yang membuat kalian tertawa?” Mereka berkata, “Wahai Nabi Allah, karena kedua betisnya yang kurus.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya sungguh kedua betis itu lebih berat di timbangan daripada gunung Uhud.”

Bagi korban body shamming, jika dia terus menerus terkena serangan body shamming, lantas rasa ketidakpercayaan dirinya semakin memuhi dirinya, maka dia pun akan menyerang orang lain dengan serangan yang sama sebagai bentuk perlindungan bagi dirinya sendiri. Dan orang-orang yang melakukan body shamming itu pun kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang sedang tidak percaya diri dan belum menerima dirinya seuntuhnya. Sebab itulah, dia berusaha mencari pelampiasan dengan mengolok orang lain. Dengan begitu dia akan merasa bahwa tidak hanya dia yang memiliki kekurangan, namun orang lain pun bahkan ada yang lebih buruk dari dia. Dan lebih parahnya lagi, dia akan selalu mencari-cari kekurangan orang lain demi menutupi kekurangannya.

Dear kita, setiap kali kita ngeh dengan kekurangan orang lain dan merasa senang karenanya seakan-akan menemukan harta karun, maka introspeksi diri, deh. Itu artinya kita kurang mencintai diri kita sendiri dan kurang bersyukur kepada Allah. Jadi habis ini, yuk, daripada sibuk mencari-cari kekurangan orang mana yang bisa kita olok-olok, mending energinya untuk memperbaiki diri kita sendiri. Lebih okey, kan? Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version