View Full Version
Rabu, 21 Feb 2024

Janda Usia Sekolah Meningkat, Bukti Sistem Sekuler Rusak Berat

 

Oleh: Sunarti

"Tidak ada asap jika tidak ada api," artinya tidak ada akibat tanpa ada sebab. Begitulah segala persoalan terjadi di negeri ini, pasti ada sebab mendasar yang membuat sebuah persoalan menjadi pelik, bahkan menjadi semakin parah. Sebut saja naiknya janda usia sekolah (JUS) saat ini. Persoalan ini kian hari kian bertambah saja angkanya.

Seperti yang terjadi di Jawa Timur angka perceraian tinggi yang sebagian besarnya adalah usia 15 - 19 tahun. Dalam laman tempo.co disebut jika janda usia muda di Jatim dengan usia di bawah 15 tahun sebanyak 856 orang, sedangkan JUS usia 15 hingga 19 tahun jumlahnya sebanyak 2.922 orang.

Lebih lanjut dikabarkan jika kabupaten tertinggi, dengan kepala keluarga perempuan di bawah usia 15 tahun sampai usia 19 tahun terbanyak yakni Jember, Probolinggo, Situbondo dan Bondowoso. Adapun rinciannya, janda usia sekolah di Jember ada 189 orang, Probolinggo 162 orang, Situbondo 115, dan Bondowoso 89. Selebihnya, janda usia sekolah tersebar di daerah lainnya.

Di laman yang sama disebutkan juga, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang mengakui banyaknya jumlah JUS memang menjadi pekerjaan rumah. Menurut Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati, banyaknya anak usia sekolah yang sudah menjanda tak lepas dari tingginya jumlah pernikahan dini di Jatim, yang berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian. Salah satunya, perceraian usia muda, sehingga cukup banyak jumlah janda usia muda bahkan masih usia sekolah. Mereka yang terpaksa menikah tersebab kehamilan yang tidak diinginkan dan setelah melahirkan mereka bercerai.

Untuk mencegah kenaikan jumlah JUS, pihak BKKBN juga telah mengambil program yang menyasar pada anak-anak dan edukasi kepada orang tua. BKKBN membentuk BKR (Bina Keluarga Berencana) yaitu sosialisasi dan edukasi bagi para orang tua untuk pola asuh dan pembimbingan bagi remaja. Sementara untuk anak usia sekolah akan diadakan program Genre (Generasi Berencana) yang pelaksanaannya di sekolah melalui PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja). BKKBN akan membentuk Duta Genre sampai di level desa untuk anget of change dan SSK (Sekolah Siaga Kependudukan).

Kebijakan Tidak Menyentuh Akar Masalah

Sudah jamak diketahui selama ini solusi dari berbagai persoalan tidak bisa menyentuh akar masalahnya. Alih-alih menyelesaikan persoalan, justru banyak kebijakan yang menambah keruwetan generasi muda.

Kebijakan yang hanya diselesaikan dengan edukasi tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Pasalnya, berbagai undang-undang justru melindungi perilaku seks bebas, termasuk remaja. Berbagai fasilitas yang mengarah pada maraknya remaja melakukan seks bebas justru tidak diputus, malah difasilitasi. Contohnya, kebebasan berperilaku, penyediaan tempat-tempat umum yang sarat dengan muda-mudi berduaan (taman-taman kota, club-club, cafe, dll.) yang mereka bebas melakukan apa saja.

Selain itu, dari kebebasan berperilaku ini muncul anak-anak remaja yang bebas pula menggunakan minuman keras, oplosan dan juga narkoba. Barang-barang yang membuat hilang akal mereka sehingga melakukan hal-hal yang sepatutnya tidak mereka lakukan. Seperti pesta seks atau hubungan intim layaknya suami istri.

Pun sebenarnya juga diakui jika kebanyakan dari para JUS ini yang mereka menikah tersebab kehamilan yang tidak diinginkan. Berarti mereka melakukan seks berdasarkan hawa nafsu saja, tanpa berpikir resiko yang akan dihadapi. Inipun sebenarnya bisa dipicu dari dunia maya yang mereka konsumsi. Situs-situs porno yang mudah mereka akses juga turut andil dalam perilaku mereka.

Sisi lain yang juga luput dari perhatian adalah jauhnya generasi muda saat ini dari bekal agama atau bisa dibilang rendah iman. Negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini tidak sedang mengemban Islam sebagai sebuah ideologi. Sehingga standar perilaku masyarakatnya bukan kembali kepada hukum Allah. Hukum Allah hanya digunakan di sisi tertentu seperti shalat, puasa zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Untuk urusan kehidupan manusia, terutama pergaulan sudah tidak lagi menggunakan patokan dosa dan pahala.  Atau disebut sekuler yang artinya memisahkan agama dari kehidupan atau bisa dikatakan agama hanya sebagai simbul saja. Wajar jika generasi yang tercetak juga jauh dari iman.

Solusi Tuntas Butuh Sistem yang Pas

Sebenarnya jika kita mau memikirkan sedikit saja akan semua persoalan yang terjadi ini bersumber pada sistem yang diterapkan oleh negara. Sistem atau aturan yang berlaku sangat mempengaruhi baik-buruk penghuninya.

Layaklah Islam sebagai sebuah sistem yang memiliki seperangkat aturan yang komplit dan komprehensif. Demikian pula untuk kasus meningkatnya JUS saat ini tidak bisa diselesaikan dengan cara parsial saja, tapi butuh perubahan sistem, yakni sistem Islam.

Dalam sistem Islam diterapkan aturan-aturan yang membuat penghuninya terjaga keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Dalam sistem Islam penanaman akidah dimulai sejak usia dini. Sistem pendidikan dalam Islam berlandaskan akidah denga kurikulum pendidikan yang mengarah dan menjaga ketaatan kepada Allah SWT. mulai jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.

Demikian pula sistem Islam juga mengatur pergaulan. Yaitu terpisahnya laki-laki dan perempuan,  penjagaan nasab (dengan pernikahan), larangan khalwat (berduaan di tempat sepi dengan lawan jenis), larangan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), larangan zina dan berlaku hukuman untuk para pelaku zina (baik yang belum menikah atau yang sudah menikah), kewajiban menutup aurat, menundukkan pandangan, ada kewajiban izin keluar rumah dan pendampingan mahram bagi yang keluar rumah lebih dari 24 jam untuk perempuan dan serta aturan lain yang dijaga keberlangsungannya oleh negara.

Dari sistem perekonomian ada kewajiban nafkah bagi laki-laki. Kemudian fasilitas negara menyediakan lapangan pekerjaan untuk kaum laki-laki. Negara juga memudahkan urusan pernikahan bagi warga negara yang tidak mampu. Dalam sistem ekonomi Islam ditetapkan perekonomian yang memihak kesejahteraan rakyat dalam negeri secara keseluruhan. Dengan sistem perekonomian yang mensejahterakan rakyat maka rakyat hanya akan fokus untuk taat kepada Allah SWT. saja. Dengan kata lain, fokus masyarakat pada kewajiban masing-masing dan masyarakat untuk tidak melakukan maksiat.

Jadi dari setiap persoalan akan diselesaikan berdasarkan hukum Allah SWT. sebagai sumber hukum. Sehingga penyelesaian persoalan bisa menyentuh akar masalahnya. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version