View Full Version
Senin, 11 Mar 2024

Adab Menyambut Ramadhan dengan Tuntunan Hadits

Oleh : Desti Ritdamaya

Semerbak harum Ramadhan tinggal hitungan jam. Muslim yang bertaqwa berharap Allah menghadirkan dirinya dalam keagungan Ramadhan. Berharap Allah membimbing dirinya mampu mengenyam kenikmatan Ramadhan. Lantas apa yang harus dilakukan muslim yang bertaqwa untuk meraih hal tersebut? Rasulullah SAW telah menyampaikan titah bagi muslim dalam menyambut Ramadhan :

اَتَاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَاَهْلاً جَاءَ شَهْرُ الصِّيَامِ بِالبَرَكَاتِ فَاكْرِمْ بِهِ مِنْ رَائِرٍ هُوَ اَتٍ

Artinya: Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu (HR Ath-Thabrani).

Hadits mulia di atas menuntun muslim yang bertaqwa dalam menyambut Ramadhan, yaitu :

Pertama, memahami Ramadhan sebagai sayyidusy-syuhuuri (penghulu bulan). Dengan memahami hakikat Ramadhan, muslim tak layak menyia-nyiakannya apalagi mengabaikannya. Ramadhan layak digelari penghulu bulan karena keutamaannya. Dalam bulan ini, Allah mewajibkan setiap mukmin yang mukallaf menunaikan rukun Islam ketiga yaitu shaum (puasa). Kedudukan puasa di sisi Allah amatlah dicintai. Karena puasa ibadah ‘nihil’ riya yang hanya khusus untuk Allah. Pahalanya langsung Allah yang membalasnya.  Rasulullah SAW bersabda :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Artinya : Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jallah berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya" (HR.Muslim).

Dalam bulan ini Allah SWT menurunkan Al Quran sebagai al huda (petunjuk) dan al furqan (pembeda antara yang haq dan batil), tak hanya bagi muslim tapi seluruh manusia. Rasulullah SAW mengatakan apabila setiap manusia berpegang teguh pada Al Quran maka tak akan tersesat selamanya. Tak hanya itu, pada sepuluh malam terakhir Ramadhan terdapat lailatul qadar yang kemuliaannya lebih baik dari seribu bulan. Maksudnya bagi yang beramal shalih di malam ini, Allah menjadikan amal shalih tersebut setara dengan penunaian selama seribu bulan (sekitar 83 tahun) dalam hitungan detiknya tanpa henti.

Kedua, menyambut Ramadhan dengan kelapangan. Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW memerintahkan muslim, mengucapkan selamat datang (marhaban/ahlan) pada Ramadhan. Marhaban berasal dari kata رَحَّبَ - يُرَحِّبُ - تَرْحِيبٌ yang artinya menyambut dengan gembira, menerima dengan lapang, mengelu-elukannya. Dalam konteks ini, berarti muslim haruslah bergembira dengan datangnya Ramadhan sebagai tanda keimanannya. Mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk mereguk telaga kebaikan di dalamnya. Dan menikmati detik demi detik Ramadhan dengan kelapangan jiwa untuk berbakti padaNya. Bahkan Rasulullah SAW telah mengajarkan do’a untuk menyambut Ramadhan.

اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ رَبِّى وَرَبُّكَ اللَّهُ

Artinya: Ya Allah, tampakkanlah bulan itu kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabbmu (wahai bulan sabit) adalah Allah (HR. Tirmidzi).

Tak pantas muslim menggerutu apalagi membenci kehadirannya. Lantaran lapar dan haus yang menyelimuti tubuhnya. Tak pantas muslim menyambutnya dengan kesempitan dada. Lantaran terkekang hawa nafsu dan syahwat duniawinya. Tak pantas muslim ingin cepat usai kehadirannya. Lantaran Ramadhan tak bermakna dalam nafas kehidupannya. 

Ketiga, mendekap keberkahan Ramadhan dengan fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan). Keberkahan Ramadhan termaktub dalam banyak hadits. Allah menjanjikan limpahan rahmat, ampunan dan pahala berlipat ganda setiap amal shalih.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya : Siapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar dengan keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari dan Muslim).

مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخُصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِ كَانَ كَمْنَ أَدَّى فَرِيضَةً فِيما سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً كَانَ كَمَنْ أدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ

Artinya: Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan satu kebaikan di bulan ramadhan maka pahalanya sama dengan pahala melakukan perbuatan yang fardhu (wajib) di selain bulan ramadhan. Dan barangsiapa melakukaan satu perbuatan wajib di bulan Ramadhan maka pahalanya sama dengan melakukan 70 perbuatan wajib di selain bulan Ramadhan (HR. Bukhari-Muslim).

Yang harus dipahami, makna khair (kebaikan) dalam hadits di atas tak hanya amal shalih dalam hablumminallah (ibadah ritual) seperti shalat, sedekah, umrah dan sebagainya. Tapi setiap amal shalih dalam ketaatan pada aturan/perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Termasuk dalam aturan hablum binnafs (makanan, minuman, pakaian, akhlaq) dan hablumminannas (politik, pendidikan, ekonomi, pergaulan, sosial, budaya, hukum dan sebagainya). Artinya berusaha mengikatkan diri dalam aturan Allah secara kaffah.

Yang harus dipahami juga semangat beramal shalih tak hanya di awal Ramadhan. Tapi harus konsisten selama Ramadhan bahkan pasca Ramadhan. Karena Allah lebih menyukai amal yang sedikit tapi istiqamah dalam mengerjakannya. 

Keempat, memuliakan Ramadhan dengan menjauhi maksiat. Kemuliaan Ramadhan hanyalah layak diisi dengan amal kebaikan. Tak layak kemuliaannya ternodai kemaksiatan dengan melanggar dan mengabaikan aturan Allah. Kemaksiatan yang dilakukan pada bulan Ramadhan hanya akan menuai kenistaan dan kerugian diri. Karena saat Ramadhan saja berani bermaksiat apatah lagi di luar Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda :  

 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إِنَّ أُمَّتِيْ لَمْ يَخِزُّوْا مَا أَقَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ). قِيْلَ يَا رَسُوْلَ الله وَمَا خَزِيُهُمْ فِي إِضَاعَةِ شَهْرِ رَمَضَانَ؟ قال: (اِنْتِهَاكُ الْمَحَارِمِ فِيْهِ مِنْ زِنَا فِيْهِ أَوْ شَرِبَ فِيْهِ خَمْرًا لَعَنَهُ اللهًُ وَمَنْ فِي السَّمَاوَاتِ إِلَى مِثْلِهِ مِنَ الْحَوْلِ فَإِنْ مَاتَ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ رَمَضَانُ لَمْ تَبْقَى لَهُ عِنْدَ اللهِ حَسَنَةٌ يتقي بها النار فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ مَا لَا تُضَاعَفُ فِيْمَا سِوَاهُ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ).

Artinya: Sesungguhnya umatku tidak akan terhina, selama mereka mendirikan bulan Ramadhan.' Sahabat bertanya: 'Wahai Rasulullah, apa bentuk kehinaan mereka dalam menyia-nyiakan bulan Ramadhan?' Rasulullah menjawab, 'Pelanggaran terhadap hal-hal yang haram pada bulan Ramadhan, seperti zina atau minum khamar. Allah dan para malaikat melaknatnya hingga tahun berikutnya. Jika ia meninggal sebelum bulan Ramadhan berikutnya, maka ia tidak mempunyai kebaikan apa pun di sisi Allah yang bisa menyelamatkannya dari neraka. Oleh sebab itu, berhati-hatilah terhadap bulan Ramadhan, karena pahala kebaikan demikian juga ganjaran kejelekan akan dilipat gandakan." (HR. Thabrani)

Wallahu a’lam bish-shawabi. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version